jangan takut berpuasa
jangan takut berpuasa

3 Hal yang Harus Diketahui tentang Batalnya Puasa karena Makan dan Minum

Termasuk yang membatalkan puasa adalah makan dan minum. Namun, dalam hal yang membatalkan puasa, makan dan minum tidak dipahami sederhana tetapi ada definisi, kriteria, dan kategorinya.


Secara bahasa puasa adalah menahan diri (al-imsak). Dalam terminologi fikih puasa didefinisikan dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar hingga matahari terbenam dengan memenuhi syarat rukun yang telah ditentukan. (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in, hal. 54).

Sementara itu, hal yang membatalkan puasa meliputi: (1) masuknya benda ke rongga bagian dalam (jauf) melalui jalan tembus yang terbuka (manfadz), (2) sanggama di qubul atau dubur (jalan depan atau belakang), (3) keluar sperma yang disebabkan bersentuhan kulit (mubasyarah), (4) disengaja untuk muntah, bukan muntah alami. (Muhammad Hasan Hitu, Fiqh al-Shiyam, hal. 7., Kitab al-Shiyam, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, hal. 24).

Hal yang sangat lumrah dan mudah dalam membatalkan puasa adalah aktifitas makan dan minum. Karena makan dan minum merupakan kebutuhan pokok manusia dan sangat lekat dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering terjadi puasa batal gara-gara tidak kuat menahan rasa lapar dan haus ini.

Dengan demikian, barang siapa yang makan atau minum pada saat berpuasa dalam kondisi sadar ia sedang puasa dan tahu sesuatu dapat membatalkan serta dalam kondisi tidak dipaksa, maka puasanya menjadi batal. Sebaliknya, jika makan atau minum dalam keadaan lupa atau tidak tahu atau karena dipaksa, puasanya tidak batal. Tetapi ketidaktahuan tersebut dikarenakan ia seorang muallaf (baru masuk Islam), atau terlahir di daerah yang jauh dari orang alim. (Ibnu Qasim al-Ghazi, Hasyiah al-Bajuri, Juz I, hal. 289., Sayyid Muhammad Syataha al-Dimyati, Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Juz II, hal. 230.). 

Namun, dalam hal makan dan minum dalam bab puasa mengalami perluasan makna, tidak seperti makan dan minum yang dipahami lumrah memasukkan makanan atau minuman melalui mulut. Akan tetapi, yang membatalkan puasa dalam kategori perluasan makna makan dan minum itu adalah setiap benda dari luar yang masuk ke rongga bagian dalam (jauf) melalui jalan tembus yang terbuka (manfadz).

Untuk mengetahui lebih detail mengenai hal ini setidaknya harus mengurai tiga hal penting, sehingga dapat dibedakan hal yang membatalkan dan yang tidak membatalkan karena aktifitas makan dan minum ini.

Pertama, terkait kriteria benda yang masuk.

Jumhur ulama’ sepakat bahwa benda yang dimaksud bukan hanya terbatas pada barang yang lumrah dikonsumsi, tetapi mencakup benda apa saja, baik dapat dikonsumsi atau tidak, bauk sedikit atau banyak, sangat kecil atau besar. Misalnya, mata uang logam, debu, kerikil, rumput, tumbuh-tumbuhan, besi, benang, biji wejan dan lain-lain.

Pendapat di atas didukung oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Daud al-Dzahiri dan jumhur ulama’ salaf dan khalaf. (Muhammad Hasan Hitu, Fiqh al-Shiyam, hal. 76.). Sementara jika yang masuk ke jauf tidak berupa benda, maka tidak membatalkan puasa, seperti efek rasa yang masuk ke tenggorokan atau bau yang berasal dari benda yang tercium melalui hidung. (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in, hal. 54).

Kedua, batasan yang disebut jauf (rongga bagian dalam).

Jauf yang dimaksud tidak hanya bermakna perut atau pencernaan, tetapi lebih luas yaitu kepala/otak, pencernaan, usus, kantong kemih. Batasan yang termasuk bagian dalam mulut adalah melewati rongga tenggorokan (hulqum), untuk hidung melewati pangkal batang hidung (khaisyum), untuk telinga melewati bagian dalam yang tidak terlihat dari luar. Batasan telinga ini yang diberikan oleh jumhur ulama: Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad. Sedangkan menurut Imam Malik, al-Auza’i, dan Imam Daud barang yang masuk ke telinga tidak membatalkan puasa kecuali tembus ke tenggorokan.

Sedangkan batasan untuk dubur/jalan belakang ialah mencapai pintu usus pelepasan tinja, bukan bagian yang terkatup di ujung dubur. Untuk batasan kubul/jalan depan bagi orang laki-laki ialah mencapai lubang mister P, meskipun tidak sampai melewati khasyafah. Sedangkan untuk perempuan melewati bagian miss V yang tampak saat jongkok ketika buang hajat.    (Muhammad Hasan Hitu, Fiqh al-Shiyam, hal. 80., Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in, hal. 54.).

Ketiga, kategori jalan tembus yang terbuka (manfadz).

Jalan tembus itu meliputi mulut, hidung, telinga, dan dua jalan kemaluan depan dan belakang. Oleh karena itu, jika benda tersebut masuk selain dari manfadz seperti melalui pori-pori kulit atau melalui luka di bagian anggota tubuh tidak membatalkan puasa. Misalnya, mandi keramas dan merasakan dinginnya air yang terserap melalui pori-pori kulit. (Muhammad Hasan Hitu, Fiqh al-Shiyam, hal. 83.)

Dengan tiga hal penting di atas dapat diidentifikasi mana hal-hal yang termasuk membatalkan puasa dan yang tidak membatalkan, sehingga setiap benda luar yang masuk dapat kategorikan dengan mudah. []

Wallahu a’alam bisshawab.

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …