perempuan adzan
perempuan adzan

Apa Kata Fikih Ketika Perempuan Mengumandangkan Azan?

Sebagian ulama fikih seperti Wahbah al Zuhaili mengatakan perempuan haram memperdengarkan suaranya dengan cara dinyanyikan atau didendangkan. Alasan utamanya karena ada kekhawatiran akan menimbulkan fitnah.

Konsekuensi pendapat ini sampai padah ranah ibadah, seperti azan. Sampai saat ini jarang atau bahkan tidak ada seorang perempuan yang melantunkan azan sekalipun shalat berjamaah di internal mereka sendiri, imam dan makmumnya semuanya perempuan.

Pertanyaannya, apakah syariat Islam memang melarang perempuan azan?

Menurut jumhur ulama (selain Hanabilah) hukum azan adalah sunnah muakkadah bagi laki-laki yang akan melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah, termasuk shalat Jum’at. Sedangkan untuk shalat selain yang telah disebutkan tidak dihukumi sunnah muakkadah, seperti shalat Ied, shalat tarawih, dll.

Waktu azan adalah ketika masuk waktu shalat, tidak boleh azan sebelum itu, hukumnya haram. Azan juga harus menggunakan kalimat berbahasa Arab seperti yang telah masyhur kita dengar. Namun, bagi orang non Arab dan di tempat itu tidak ada yang bisa azan menggunakan bahasa Arab, kalangan madhab Syafi’i membolehkan dengan menggunakan bahasa ajami yang mereka pakai. Sementara kelompok madhab Hanabilah dan Malikiyah mutlak tidak boleh kecuali dengan menggunakan bahasa Arab.

Sementara syarat muazin harus orang Islam, berakal, tamyiz dan laki-laki. Hal ini seperti termaktub dalam mayoritas kitab-kitab fikih seperti kitab Al Fiqh al Islami, al  Fiqh al Manhaji dan al Fiqh al Diwany.

Sampai disini sudah jelas, tidak ada peluang bagi perempuan untuk melantunkan azan sebagai panggilan shalat. Pertanyaan lebih lanjut, apa alasan ulama-ulama fikih mengharamkan perempuan melantunkan azan?

Jawaban pertanyaan ini diantaranya termaktub dalam kitab I’anatu al Thalibin dan al Fiqh ‘ala Madzahib al Arba’ah. Disini tertulis, alasan utama larangan perempuan azan karena aspek preventif, dalam teori Ushul fikih madhab Syafi’i dikenal dengan istilah saddu al dzari’ah. Artinya, keharaman tersebut bukan karena semata-mata suara perempuan itu sendiri (li dzatihi), melainkan karena faktor lain (li ghairihi). Hal ini karena mayoritas ulama mengatakan suara perempuan bukan aurat.

Dikatakan oleh Wahbah al Zuhaili, perempuan tidak disyariatkan untuk mengumandangkan adzan karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Dengan demikian, perempuan diharamkan azan karena alasan suaranya bisa menimbulkan fitnah, meskipun suara perempuan bukan aurat.

Kalau begitu, apakah peluang perempuan untuk azan sama sekali tertutup dan kelompok kaum hawa sama sekali tidak akan kebagian pahala azan?

Sayyid Sabiq dalam al Fiqh al Sunnah menulis, dahulu Sayyidah Aisyah pernah mengumandangkan azan untuk kalangan perempuan, kemudia Iqamah dan menjadi imam.

Berdasarkan hadits ini, Imam Syafi’i dan Ishaq mengatakan perempuan boleh mengumandangkan azan di internal mereka sendiri. Akan tetapi, kalau jama’ah terdiri dari laki-laki dan perempuan yang harus adzan adalah laki-laki, perempuan dilarang.

Imam Ahmad juga mengatakan pendapat yang sama. Dan, andaipun tidak azan juga boleh.

Sementara menurut Anas, Hasan, Nakha’i, Ibnu Sirin, Imam Malik, Abu Tsaur dan lainnya mengatakan, perempuan tidak usah mengumandangkan azan dikalangan perempuan sendiri.

Kesimpulannya, menurut Imam Syafi’i dan Imam Ishaq, perempuan boleh mengumandangkan azan dikalangan perempuan sendiri. Sementara para ulama yang lain mengatakan tidak perlu perempuan azan sekalipun dikalangan internal perempuan sendiri. Dan, ulama sepakat perempuan haram azan dikalangan khalayak ramai yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

 

 

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …