bahtera nuh
bahtera nuh

Belajar dari Bah dan Bahtera Nabi Nuh di Bulan Muharram

Muharram adalah sebuah bulan yang menyisakan banyak peristiwa penuh makna. Kisah penuh renungan ada di Muharram. Cerita penuh keajaiban, tersedia di Muharram. Hikayat berharga, termuat di Muharram. Mengupas tuntas Bulan ini, tidak akan pernah menemukan tepinya.

Salah satu kisah penuh renungan dan cerita penuh keajaiban serta hikayat berharga di bulan Muharram adalah kisah dan cerita serta hikayat tentang bah dan bahtera Nabi Nuh as.

Garis Keturunan Nabi Nuh

Nabi Nuh merupakan generasi ke sepuluh dari nabi Adam. Nabi Nuh putra dari Lamak, lamak putra dari Mutawasylah. Mutawasylah putra dari Nabi Idris as, Nabi idris putra dari Yarid, Yarid putra Mahlayil, Mahlayil putra Qainan, qainan putra Anusy, Anusy putra Syits, Syits putra Nabi Adam as (nenek moyang Manusia).

Nuh dilahirkan 126 (data lainnya 146) tahun setelah kematian Adam as,  menurut sumber sejarah dari ahlul Kitab (yahudi dan Nasrani). menurut keterangan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, bahwa jarak antara usia Adam dan Nuh kira 10 abad (1000 tahun). Thabrani no. 24705.

Hal ini juga ditegaskan oleh Imam Hakim dalam kitab mustadrak, bahkan seluruh generasi mulai Adam sampai Nuh berada dalam ajaran yang benar. (Imam hakim,mustadrak, 3/310)  Ini sekaligus bantahan telak kepada sejarawan ahlul kitab yang mengatakan bahwa Qabil Putra Adam dan keturunannya adalah penyembah Api. Qishash al-Anbiya’, Ibnu Katsir, 42

Risalah Nuh

Dalam surat al-‘Araf ayat  Allah mengukuhkan Nuh sebagai pengemban Risalahnya (Rasulnya) membawa risalah tauhid kepada Allah. Namun, seperti lumrahnya, setiap kebaikan pasti ada keburukan, setiap dakwah pasti ada aral merintangi. Begitu juga dengan dakwah risalah tauhid Nuh. Risalah tauhidnya mendapatkan bantahan, sangagahan dan ditentang habis habisan oleh kaumnya. Hingga pada puncaknya, Nuh dan risalahnya dinilai sebagai ajaran sesat menyesatkan.

Walaupun seribu alasan diberikan Nuh, tetap saja mereka menutup diri, enggan menerima risalahnya. Tahu bahwa hati mereka sekeras batu dan mata hati mereka buta, banjir bah setinggi gunung diiringi angin topan menderu deru dengan deras hujan yang amat lebat, diturunkan oleh Allah sebagai siksaan bagi mereka yang telah mendustakan ayat ayat Allah.

Bah dan Bahtera Nuh

Dalam surat Hud ayat 36. Jelas tergambar betapa sedihnya Nuh melihat pengingkaran Kaumnya. Namun Allah menghiburnya seraya Allah berfirman : “(sekuat apapun keinginan dan usahamu) kaummu tidak akan pernah beriman kecuali orang orang yang benar benar beriman, oleh karena itu janganlah kamu bersedih hati terhadap apa yang diperbuat mereka. Kata Allah berusaha meneguhkan Nuh. Sekarang buatlah sebuah kapal dengan desain dariKu.  Dan jangan mencoba bertanya soal kaummu yang dhalim itu. Karena sebentar lagi akan Aku tenggelamkan semuanya. Perintah Allah kepada nabi Nuh.

Dan saat pengerjaan kapal belum rampung, Nuh kembali didera ejekan bertubi tubi dari kaumnya. Hingga tibalah apa yang dikalamkan Allah, tatkala tannur menyemburkan air, semburannya sangat dahsyat hingga dengan sekejab pemukiman Nuh dan kaumnya menjadi lautan. Sebelum bencana ini terjadi, Allah memerintahkan Nuh beserta kaumnya yang beriman walau sedikit jumlahnya, serta binatang binatang,  untuk menaiki perahu yang telah selesai dibuat. Nuh dan pengikutnya berlayar bebas, sementara kaumnya mati tenggelam, termasuk juga kan‘an putranya sendiri.

Dalam surat Hud ayat 44. Maka ketika kaum Nuh tewas semuanya,  Allah memerintahkan bumi untuk menelan habis air yang membanjir. Serta memerintahkan langit untuk menghentikan hujannya. Airpun surut dan keadaan alam kembali bersahabat normal kembali, Perahu Nuh mendarat di Gunung Judi. sebuah tempat yang dikenal dengan nama JaziraI Ibnu Umar. Saat ini, tempat tersebut merupakan bagian timur Turki Gunung Arafat.

Dalam catatan sejarah Ibnu ‘Ajibah, Imam Qurthubi, bahwa peristiwa bersejarah itu yakni turunnya hujan lebat dan datangnya banjir bah yang begitu dahsyat terjadi pada Bulan Rajab di hari pertama (sebuah sumber lain mengatakan) di hari kesepuluh Rajab dan mendaratnya perahu Nuh di gunung Judi pada hari kesepuluh Bulan Muharram (‘Asyura).

Menariknya, antara Rajab dan Muharram, keduanya termasuk arbaah hurum (empat bulan yang dimuliakan Allah). Al-Bahr al-Madid, Ibnu Ajibah, 3/293. Al-Jami’ Li ahkam al-Quran, al-Qurthubi, 9/41

Kekufuran selalu mengantarkan kepada kehancuran. Ini seakan akan telah menjadi stigma teologis-historis kenabian. Sehingga, mau tidak mau, manusia wajib bersyukur agar tak hancur. Kisah Nuh, Bah dan Bahteranya ini menggambarkan ketiganya, kufur, syukur, dan hancur.

Apalagi, di Era wabah yang tak lekas enyah ini. bersyukur adalah cara bijak untuk menghadapi kehidupan yang kacau balau ini. Dihimpit ruang sempit paparan corona. Tidak akan banyak menganggu. Tetap bersyukur niscaya tatap dibimbing oleh keimanan yang terukur.

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …