cinta tanah air
cinta tanah air

Cinta Tanah Air adalah Fitrah Manusia yang Tidak Bertentangan dengan Syariat

Dalam forum intelektual islam Dr. Muhammad Salim Abu ‘Ashi, mantan Dekan Pasca Sarjana Al-Azhar Asy-Syarif, menyampaikan, bahwa cinta tanah air adalah fitrah manusia, tradisi umum, dan ada nilai syari’at-nya.

Dengan kata lain: cinta tanah air adalah sebagian daripada iman; bahwa hakekat nasionalisme itu adalah Iman, laku, dan pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa nasionalisme dalam Islam itu mempunyai peran-peran, dan apa yang menjadi tindak tanduknya berlandasan iman kepada Allah SWT.

Allah menitipkan Fitrah (Naluri) kepada manusia di dalamnya ada cinta, kasih sayang, simpati, dan rasa rindu. Allah menganugerahi cinta pada diri manusia sepanjang masa, dengan ungkapan yang lain, bahwa  pada setiap insan akan merindukan tanah kelahirannya, tempat tumbuh disana, minum dari airnya, dan makan hal-hal baik darinya.

Nabi SAW bersabda saat keluar dari kota Mekkah: “Ya Allah… berikanlah kecintaan kepadaku terhadap kota Madinah, sebagaimana aku mencintai kota Mekkah, bahkan melebihi”.

Rasulullah berpindah dari tempat kelahiran-nya, dan sudah menjadi fitrah beliau mencintainya, fitrah yang lain beliau merindukan tempat ini. Oleh karena itu saat manusia keluar dari negaranya untuk hijrah menuju Negara lain untuk bekerja, maka akan merasakan kesedihan, dan pedihnya meremas dalam sanubarinya, kenapa?, karena sudah menjadi fitrah cinta kepada keluarga, Negara, tetangga, teman-teman, dan tanah tumpah darah-nya.

Sebagaimana sabda Rasulullah saat meninggalkan kota Mekkah: “Sesungguhnya saya tidak akan keluar darimu (Mekkah), dan saya tahu bahwa engkau adalah bumi Allah yang paling dicintaiNya. Seandainya aku tidak terusir darimu,aku tidak akan keluar (meninggalkanmu)” .

Dr. Muhammad Salim Abu ‘Ashi juga mengukuhkan bahwa cinta ini adalah titipan Allah yang menjadi fitrah manusia terhadap negaranya, dan dituntut berbagai aktifitas, diantaranya: Membela Negara, dengan mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya. Seandainya ada musuh yang ingin menguasai Negara kita, meng-intervensi, mengambil keuntungan-keuntungan, maka harus kita lawan.

Membela Negara adalah bukti utama cinta tanah air atay nasionalisme, dan Nasionalisme adalah menolak segala hoax dan fitnah terhadap Negara, dan tidak ada toleransi dalam suatu Negara ada persaingan kelompok yang berujung permusuhan.

Nasionalisme dalam bela Negara dan tanah air adalah bagian dari penerapan-penerapan cinta, dan bahkan menjadi cinta yang sempurna. Terus bangaimana kamu mencintai Negara-mu, sedangkan kamu tidak punya andil mengangkat martabatnya? Tidak punya andil menghasilkan produk?, dan kamu tidak punya andil membangun peradaban?

Oleh karena itu cinta yang sebenarnya adalah ber-implikasi ada aktifitas positif untuk membangun Negara, harus mempunyai amalan positif pada masyarakat, bahwa kita hidup dalam satu Negara, harus tolong menolong, gotong royong; memenuhi kebutuhan saudara kita dengan menutup mata dari mana agama-nya, jenis, warna kulit, darah, keringat, suku, dan keluarga.

Perlu kita tanamkan pada diri kita bahwa kita adalah satu bangsa dan Negara. Kita harus meyakini bahwa hidup itu social dan secara kebersamaan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT.: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs: Al-Mumtahanah 08).

Konklusi dari tulisan di atas, Bahwa hidup rukun adalah implementasi dari cinta tanah air; tidak boleh menyakiti orang yang dicintai, atau menjelek-jekkan dengan apa saja yang tidak disukai, akan tetapi harus memperlakukan tanah air seperti kita memperlakukan orang yang kita cintai.

Mudah-mudahan kita dikarunia cinta tanah air, sebagaimana Rasulullah memberikan teladan cinta terhadap tanah kelahirannya kota Mekkah. Amin…

Wallahu A’lam….

Bagikan Artikel ini:

About Achmad Amiruddin Lc

Check Also

shalat taubat

Jangan Putus Asa Ketika Berdosa, Berbaik Sangkalah Kepada Tuhan

Setiap insan tidak lepas dari kesalahan, kecuali para para Rasul dan Nabi yang selalu dijaga …

tahun baru islam

Tadabbur Makna Hijrah di Tahun Baru 1442 H; Belajar pada Sejarah dan Tidak Mendistorsi Sejarah

Memperingati Tahun Baru Islam sekaligus mengenang sejarah hijrah. Karena itu sebuah keniscayaan kita belajar terhadap sejarah dengan baik agar tidak terjadi distorsi sejarah