Gus Kikin copy

Halal Bihalal Lahir dari Silaturahmi Pemimpin Bangsa Pasca Kemerdekaan

Jakarta – Setiap perayaan Hari Raya Idul Fitri selalu diikuti oleh kegiatan halal bihalal. Banyak orang mengira istilah halal bihalal berasal dari Arab Saudi, tapi ternyata halal bihalal lahir dari Bumi Nusantara.

Hal itu diungkapkan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin. Menurut Gus Kikin, di awal kemerdekaan momentum halal bi halal jadi wadah penyelesaian masalah dan menumbuhkan persatuan antaranak bangsa pasca kemerdekaan atau sekitar tahun 1948.

Gus Kikin menguraikan, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah memperkenalkan kembali ke publik istilah halal bi halal kepada Bung Karno sebagai bentuk silaturahmi antarpemimpin politik. Hal ini karena pada masa itu kondisi nasional masih dalam konflik dengan Belanda.

Atas saran KH Wahab, Presiden Soekarno kemudian mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara pada hari raya Idul Fitri tahun 1948. Pertemuan itu pun diberi judul halal bihalal.

Di dalam acara tersebut, para tokoh politik duduk bersama dalam satu meja untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depannya. Setelahnya, berbagai instansi pemerintah pun menyelenggarakan acara halal bihalal. Tradisi halal bihalal pun akhirnya menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia secara luas

“Halal bihalal suatu forum yang luar biasa. Forum yang lahir dari kondisi bangsa untuk mencari solusi masalah nasional. Halal bi halal mampu mencari solusi permasalahan bangsa oleh tokoh nasional. Ini hanya ada di Indonesia,” jelasnya saat acara halal bihalal alumni Tebuireng di pendopo Pemerintah Kabupaten Malang, Rabu (17/4/2024), dikutip dari NU Online.

Gus Kikin menambahkan, silaturahim adalah hal baik yang harus terus dilakukan. Sejak dulu masyarakat Indonesia terbiasa saling memaafkan, khususnya momentum Idul Fitri. Meskipun saat itu, Indonesia dalam kondisi terbatas insfrastruktur dan ekonominya, kegiatan halal bi halal tetap dilaksanakan.

“Dulu silaturahim sulit kendaraan, tapi orang bisa kumpul. Bahkan dulu muktamar NU setiap tahun. Zaman sekarang sudah mudah kendaraan, ada tol, difasilitasi dengan jalan dan makan enak. Kalau tidak mau silaturrahim, kayaknya tidak pantas,” imbuhnya.

Pj Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ini menambahkan, silaturahim dan saling memaafkan merupakan ajaran Islam. Karena memperkuat persatuan. Para tokoh bangsa menerapkan ajaran tersebut dalam konsep halal bi halal. Agar mudah diterima.

Perintah Allah tentang masalah ini ada di Surat Ali Imran ayat 103: وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Wa’taṣimụ biḥablillāhi jamī’aw wa lā tafarraqụ ważkurụ ni’matallāhi ‘alaikum iż kuntum a’dā`an fa allafa baina qulụbikum fa aṣbaḥtum bini’matihī ikhwānā, wa kuntum ‘alā syafā ḥufratim minan-nāri fa angqażakum min-hā, każālika yubayyinullāhu lakum āyātihī la’allakum tahtadụn

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. “Guyub dan rukun. Guyub dengan hati dan jangan bertengkar karena akan menjadi kita lemah. Hilang kekuatan. Menuju Indonesia 2045, menjadi negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur,” pinta Gus Kikin.

Pesan persatuan juga ajaran yang selalu disampaikan oleh pendiri Nahdlatul Ulama KH M Hasyim Asy’ari. Hal ini terlihat dalam kitab At-Tibyan adalah menjaga persatuan dalam rangka menguatkan ukhuwah persatuan.

“Saya senang sekali ketika kita berada dalam suasana kekeluargaan. Ini warisan KH M Hasyim Asy’ari. Alumni Tebuireng harus membangun ukhwah. Tidak ada istilah perpisahan di Tebuireng,” tandasnya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Haji mabrur

Dewan Ulama Saudi Nyatakan Haji Tanpa Izin Dosa, Kemenag: Hanya Visa Haji yang Dibolehkan

Jakarta – Dewan Ulama Senior Arab Saudi menyatakan ibadah haji tanpa izin tidak diperbolehkan dan …

Relijius copy

Indonesia Menempati Negara Paling Relijius Sejagad

Jakarta – Indonesia adalah negera mayoritas beragama Islam. Sepertiga dari kurang lebih 270 juta penduduk …