menjenguk orang sakit
menjenguk orang sakit

Hukum dan Tata Cara Menjenguk Orang Sakit yang Menular Seperti Virus Corona

Mayoritas ulama sepakat menjenguk orang sakit hukumnya sunnah. Lalu, bagaimana jika orang tersebut mengidap penyakit menular seperti virus corona?


Menjenguk orang sakit merupakan anjuran dalam Islam. Selain sebagai bentuk solidaritas dan memperkuat ukhuwah (persaudaraan), mengjenguk orang sakit sebagai bentuk memberikan dukungan moral agar bisa kuat melalui ujian sakitnya.

Dalam shahih Bukhari, Rasulullah bersabda, “Berilah makan orang yang sedang lapar dan jenguklah orang yang sedang sakit”. Adalah kewajiban bagi umat Islam jika mendengar saudara, tetangga dan temannya sedang sakit untuk dijenguk.

Hukum Menjenguk Orang Sakit

Dalam Fathu al Bari ditulis, menurut Imam Daud al Dhahiri, hukum menjenguk orang sakit adalah fardu kifayah, sama seperti memberi makan orang yang kelaparan. Hukum ini, sebagaimana tradisi istinbat hukum Imam Daud al Dhahiri, diambil dari makna literal hadis di atas.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama, seperti tertera dalam kitab al Khulashaf fi Ahkam al Dzimmah, hadis tersebut tidak menunjuk hukum wajib, tapi sunnah. Pendapat ini dipandang lebih kuat.

Berdasar kaidah Ushul fiqh, seperti bisa kita baca dalam Ushul fiqh Abdul Wahhab Khallaf, kalimat perintah memberi konsekuensi hukum wajib bila memenuhi beberapa syarat. Salah satunya adalah disertai ancaman bagi yang meninggalkannya.

Pada hadis di atas tidak ada kriteria dimaksud dan merupakan anjuran yang bernilai sunnah. Hukum sunnah menjenguk orang sakit ini, menurut Jumhur Ulama, berlaku secara umum. Baik yang sakit keluarga, teman, orang sudah dikenal maupun belum kenal sama sekali.

Ketika menjelaskan hadis tersebut, Imam Nawawi dalam Syarah ‘ala al Muslim menyatakan, teks hadis tidak menjabarkan keterangan tentang siapa yang dianjurkan untuk dijenguk. Nabi hanya menganjurkan agar kita menjenguk orang sakit. Siapapun orangnya.

Namun begitu, dalam Kutub wa Rasail, ada ulama yang berpendapat bahwa kesunnahan tersebut bisa berubah wajib manakala orang yang sakit adalah keluarganya, terutama kedua orang tuanya.

Menjenguk Orang Sakit yang Non-Muslim

Sebagaimana keumuman hadis Nabi yang telah tersebut, karena tidak menyebut muslim dan non muslim, maka secara otomatis anjuran menjenguk orang sakit juga berlaku untuk non-muslim. Analisa hukum seperti ini sejalan dengan hadis fi’li (perbuatan) Nabi.

Dalam Shahih Bukhari diceritakan,  “Ada seorang budak milik orang Yahudi menjadi pelayan Rasulullah, pada suatu ketika dia jatuh sakit. Nabipun mendatanginya untuk menjenguk. Lalu Nabi berkata padanya, Masuk Islamlah kamu. Kemudian budak tersebut masuk Islam.

Dengan demikian, sebagai bentuk hubungan sosial dan praktek toleransi yang baik, Islam menganjurkan juga untuk menjenguk non Muslim yang sedang sakit. Walaupun dalam Minhaj al Qawim, ulama menyebutkan hanya terbatas pada non Muslim yang bertetangga dengan kita dan juga dzimmy.

Panduan Menjenguk Orang Sakit dengan Penyakit Menular

Akan tetapi, kesunnahan menjenguk orang sakit menjadi problem ketika yang hendak kita jenguk terkena penyakit menular. Hal ini karena ada kekhawatiran terhadap penularan penyakit. Misalnya, sakit yang disebabkan virus corona.

Virus yang saat ini menggemparkan dunia menuntut kita untuk waspada agar tidak muhda terpapar dengan berkontak langsung dengan penderita. Namun, bukan berarti orang penderita penyakit menular seperti virus corona tidak berhak untuk dijenguk.

Islam juga mengakui adanya penyakit menular. Sehingga kita harus selalu mawas diri dan melakukan antisipasi penularannya. Pada masa dulu, penyakit menular itu antara lain lepra dan tha’un.

Dalam konteks seperti ini, Rasulullah memberikan tata cara ketika hendak menjenguk orang sakit yang terkena virus menular. Ketika hendak menjenguk orang sakit yang terkena virus menular, Nabi bersabda:

وجاء في الحديث الشريف :”لا تُديموا النظر  إلى المجذومين فإذا كلمتموهم فليكن بينكم وبينهم حجاب قيدَ رمح”[اخرجه البخاري] .

Artinya: “Jangan terlalu lama memandang orang yang terkena penyakit lepra, berbicaralah dengan orang yang berpenyakit lepra dengan jarak satu tombak”.

Dengan demikian, sesungguhnya mengkarantina mereka yang terjangkit virus menular tidak meniadakan kesunnahan menjenguk orang sakit. Tetapi harus menjaga jarak seperti keterangan hadis di atas.

Hal ini tentu dengan menimbang potensi keganasan penularan penyakit terlebih dulu. Bila tingkat penularannya kuat, hifdu al Nafs (menjaga jiwa) lebih diutamakan. Untuk menentukan boleh tidaknya menjenguk orang yang terkena penyakit menular harus dengan rekomendasi medis.  

Jika pertimbangan medis seperti virus corona ini menuntut orang untuk tidak menjenguk maka menolak mudharat lebih dipertimbangkan dari pada mengejar hukum sunnah. Dalam konteks ini, mendoakan orang yang sakit lebih utama dilakukan, selama orang tersebut dalam proses penyembuhan dari tim medis.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …