menghadiri perayaan natal
menghadiri perayaan natal

Hukum Muslim Menghadiri Perayaan Natal

Dalam satu komunitas penduduk yang multi agama, interaksi (muamalah) muslim non muslim suatu keharusan. Persaudaraan sebangsa dan setanah air harus dibangun berdasarkan persaudaraan kemanusiaan tanpa melihat sekat agama. Benar, toleransi beragama harus dicapai dengan kesadaran keberagamaan itu sendiri.

Toleransi bukan mengakui atau membenarkan keyakinan agama lain, namun sebatas menghargai perbedaan agama. Karena, bagaimanapun juga, keberagaman adalah kodrat Tuhan yang harus diakui oleh umat beragama.

Salah satu bentuk toleransi beragama yang sering dijumpai di Indonesia adalah muslim menghadiri undangan perayaan Natal. Muslim diundang datang ke rumah saudara, tetangga dan kolega disaat mereka merayakan Natal.

Untuk itu, penting membaca kembali hukum menghadiri perayaan Natal bagi muslim. Hal ini supaya tidak menjadi polemik berkepanjangan yang bisa menimbulkan gesekan, bahkan keretakan pondasi persatuan bangsa Indonesia yang selama ini berjalan dengan cukup baik.

Muslim Menghadiri Perayaan Natal?

Terlebih dahulu harus dibedakan antara mengikuti prosesi perayaan Natal yang di dalamnya terdapat ritual ibadah umat Kristiani dan menghadiri perayaan Natal.

Untuk yang pertama, yakni muslim menghadiri proses perayaan Natal yang di dalamnya ada ritual ibadah umat Kristen, ulama sepakat hukumnya haram. Sedangkan untuk yang kedua, yakni sekadar menghadiri undangan perayaan Natal tanpa mengikuti prosesi ritual ibadahnya, datang hanya sekadar menghormati teman, kolega dan tetangga, maka dibolehkan dan dianggap sebagai balasan atas penghormatan mereka mengunjungi kita saat lebaran.

Dalam al Qur’an, “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, dengan yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu”. (Al Nisa: 86).

Imam Ahmad bin Hanbal, salah satu imam madhab fikih termasyhur dan terkenal ketat dalam memutuskan hukum fikih, pernah ditanya tentang menyaksikan perayaan atau festival natal di pasar. Beliau mengatakan, boleh saja selama tidak ada ritual atau aktivitas peribadatan atau hal-hal yang terkait dengan ritual ibadah di gereja.

Dengan demikian, boleh menghadiri undangan perayaan Natal. Undangan hadir ke rumah saudara, tetangga dan kolega dalam perayaan Natal. Hal ini sebagai bentuk penghormatan kita terhadap penghormatan mereka yang telah mengundang untuk berkunjung ke rumah mereka.

Yang dilarang atau diharamkan adalah mengikuti perayaan Natal yang di dalamnya terdapat ritual ibadah umat Kristen. Namun, selama undangan tersebut sifatnya hanya untuk membangun silaturahmi dan kekerabatan, seperti undangan hadir ke rumah mereka yang sedang merayakan Natal untuk sekadar menikmati menu makan dan minum, maka hukumnya boleh sebagaimana mereka menghormati dengan berkunjung ke rumah kita saat hari lebaran.

 

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …