Banyuwangi – Banyuwangi adalah Kabupaten paling timur di Pulau Jawa dan berjuluk The Sunrise of Java. Di tempat ini berbagai tradisi dan budaya luhur terpelihara apik di tengah modernisasi di muka bumi. Mulai budaya dan tradisi kesenian maupun keagamaan.
Salah satunya adalah tradisi endog-endogan atau telur-teluran. Tradisi unik menjadi salah satu bagian dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati tiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tradisi endog-endogan ini, dilakukan sebelum dilakukannya peringatan Maulid berupa pembacaan Maulid Al Barzanji.
Ribuan telur yang dihiasi berbagai macam hiasan dan ornamen dikumpulkan dan ditancapkan di batang pisang menyerupai Pohon Telur. Nantinya Pohon Telur itu akan diarak berkeliling kampung dan biasanya diiringi dengan tetabuan Kuntulan khas Banyuwangi dan pembacaan syair pujian terhadap Rasulullah SAW.
Dikutip dari Republika.co.id, dalam tanya jawab di kanal Youtube Al Wafa Tarim, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy diminta untuk merespons adanya tradisi maulid Endog-Endogan tersebut.
Kiai Azaim pun menjelaskan bahwa tradisi tersebut digagas kiai kharismatik dan ulama besar Banyuwangi, KH Abdullah Faqih. Ada juga informasi yang menyebut bahwa tradisi tersebut berawal dari amanah Syaikhona Kholil Bangkalan kepada salah satu santrinya di Banyuwangi.
“Tradisi ini digagas oleh seorang kiai bernama KH Abdullah Faqih dari Cemoro, Songgon, Banyuwangi dan beberapa informasi lagi adalah amanat yang diberikan KH Kholil Bangkalan kepada salah seorang santri beliau di Banyuwangi yang kemudian pesan inspiratif Ini diterjemahkan dalam tradisi Endog,” kata Kiai Azaim dikutip dari Al Wafa Tarim, Kamis (21/9/2023).
Dia menjelaskan, endog itu adalah telur rebus yang kemudian dibentuk dalam satu rangkaian hiasan di batang pisang. Menurut dia, penggunaan endog ini pun ada pesan yang ingin disampaikan dalam tradisi ini.
“Apa makna yang ingin disampaikan? Bahwa Islam ini laksana seperti telur. Merah-merahnya atau kuningnya itu adalah ihsan. Kemudian bagian putihnya adalah iman dan kulitnya adalah Islam,” jelas Kiai Azaim.
Dia mengatakan, untuk memahami konsep agama secara utuh masyarakat kala itu seringkali butuh satu perantara. Dengan menggunakan perantara telur itu, menurut dia, masayrakat pun bisa lebih mudah mencernanya.
Selain itu, menurut Kiai Azaim, tradisi endog-endogan tersebut juga memiliki pesan sosial. “Dan pesan sosialnya bahwa endog-endogan ini nanti direbut diambil oleh seluruh hadirin setelah pembacaan Maulid Barzanji,” ujar dia.
“Kebetulan yang tradisi di masyarakat setempat adalah Barzanji. Setelah selesai, kemudian masyarakat terutama anak kecil merebutnya dengan meyakini bahwa itu adalah berkah dari sholawat yang sudah dibaca,” kata cucu KHR As’ad Syamsul Arifin ini.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah