gugat cerai

Istri Boleh Gugat Cerai Suami Terpapar Paham Radikal, Ini Dalil Fikihnya

Aksi-aksi terorisme melibatkan keluarga dan anak kecil telah terbukti terjadi di negara ini. Istri dan anak-anak melakukan aksi meledakkan bom untuk menghancurkan hidup orang lain. Fenomena kelabu ini menjadi catatan penting, paham radikal telah menelusup ke dalam lingkungan keluarga, bahkan tega mengorbankan anak dan istri sebagai pelaku kejahatan terorisme.

Seorang suami yang terpengaruh paham radikal tidak segan-segan menjadikan anak dan istrinya sebagai pelaku aksi bom bunuh diri. Doktrin dari ideologi kebencian dan kekerasan yang mengendap dalam alam pikir suami menjadi penyebab utama dari legitimasi tindakan yang mereka lakukan.

Keterlibatan perempuan dan anak-anak dalam pusaran terorisme lebih dominan terjadi kalau pendoktrinnya adalah suami, atau sebaliknya istri yang mendoktrin suami untuk melakukan aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri. Suami yang berperan sebagai ideolog akan lebih mudah merekrut istri dan anak-anaknya menjadi pelaku serangan teror.

Para ulama fikih sebenarnya telah melakukan antisipasi tentang hal ini. Mereka telah merumuskan hukum dengan tujuan untuk menyelamatkan istri dari cengkraman suami yang terpengaruh paham radikal.

Salah satunya termaktub dalam Al Hawi Al Kabir Karya Al Mawardi (5/10). Dalam kondisi seperti di atas, istri bisa mengajukan khulu’. Khulu’ adalah gugat cerai dari istri dengan membayar kompensasi sesuai aturan syariat Islam supaya terlepas dari ikatan perkawinan.

Ada dua kategori khulu’, yakni khulu’ yang didasari suatu alasan dan khulu’ tanpa didasari alasan. Khulu’ yang didasari suatu alasan hukumnya bervariasi, salah satunya mubah (boleh). Diantara yang masuk kategori mubah adalah karena ketidaksukaan istri terhadap suami; karena akhlak sumai tidak terpuji, memiliki tabiat kasar, tidak taat agama dan penampilan yang tidak enak dipandang.

Suami yang terpapar, apalagi menjadi ideolog paham radikal masuk kategori tidak taat agama karena telah keluar dari ajaran agama yang seharusnya. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk membunuh orang lain sekalipun beda agama tanpa alasan yang dibenarkan.

Umat Islam diwajibkan berperang hanya apabila diperangi karena agamanya dan diusir atau diusik supaya meninggalkan kampung halaman. Itupun dengan syarat-syarat yang ketat.

Dalam konteks negara yang damai seperti di Indonesia saat ini, pembunuhan terhadap orang lain sekalipun beda agama sangat tidak dibenarkan. Islam menganjurkan hidup damai selama mereka mau hidup berdampingan secara harmonis.

Kesimpulannya, istri boleh mengajukan khulu’ ke pengadilan manakala suaminya secara nyata terpapar paham radikal dan berpotensi menularkan doktrin kekerasan kepada istri dan anak-anaknya sehingga suatu saat berpotensi menjadi pelaku aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

sikap orang tua terhadap anak

Ketika Orang Tua Durhaka Kepada Anaknya

Selama ini yang lazim kita dengar adalah anak durhaka kepada orang tua. Sementara hampir tidak …

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …