berdiri dalam shalat
berdiri dalam shalat

Jarak antara Dua Kaki Saat Berdiri dalam Shalat

Berdiri (al-qiyam) bagi orang yang mampu merupakan salah satu rukun dalam shalat. Berdiri dengan tegak menunjukkan kesiapan seorang hamba yang bersedia menghadap Tuhannya dengan segenap jiwa dan raga. Berdiri menjadi simbol penegakan ibadah shalat.

Bahasa yang digunakan dalam perintah melaksanakan shalat juga memakai redaksi aqimu (dirikanlah) yang seakar dengan kata qiyam. Oleh karena itu, qiyam (berdiri) menjadi rukun yang mendominasi dalam aktifitas gerakan shalat.

Rukun berdiri ini didasarkan kepada ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 238:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’”.

Para ulama’ memberikan aturan-aturan khusus di seputar rukun berdiri dalam shalat. Antara lain pandangan mata harus diarahkan ke tempat sujud, berdiri tidak boleh bersandar kepada sesuatu kecuali uzur, tidak boleh berdiri menggunakan satu kaki kecuali uzur, dua kaki harus lurus sejajar tidak ada yang mendahului antara satu kaki dengan yang lain, dua kaki tidak boleh menempel. (Fiqh al-Ibadat Syafi’iy, Juz I, hal. 331, Fiqh al-Ibadat Hanbaliy, Juz I, hal. 175).

Dalam rangka menjaga kerapian dan kekhusu’an dalam shalat, para ulama menyatakan makruh jika dua kaki saling menempel satu sama lain pada saat berdiri dalam shalat. Dengan demikian, dua kaki harus renggang. Dalam hal renggang ini ulama memberikan kriteria agar tidak berlebihan atau tidak terlalu rapat.

Menurut ulama Hanafiyah jarak antara dua kaki orang yang shalat ketika berdiri adalah seukuran 4 kali jari-jari tangan. Ukuran satu kali jari-jari tangan secara umum berkisar 9-10 cm, jika dikalikan empat maka sekitar 36-40 cm. Ukuran ini lebih mendekati kekhusyuan karena posisi ini dianggap nyaman, sehingga tubuh lebih relaks. Ini pula yang dipraktikkan oleh Abi Nashr al-Dabbusi. (Ibnu ‘Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar, Juz I, hal. 479).

Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah sebagaimana yang tertera dalam kitab Al-Anwar li A’mali al-Abrar sama dengan pendapat ulama Hanafiyah, yaitu 4 kali jari-jari tangan. Namun dalam kitab Raudlah al-Thalibin karya An-Nawawi jarak yang dipatok adalah satu jengkal.

Satu jengkal orang normal kira-kira sama dengan 22,86 cm. Ukuran ini lebih sempit dari pada 4 kali jari-jari. Ukuran satu jengkal ini disamakan dengan ukuran jarak dua kaki ketika sedang sujud. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Juz II, hal 345). Sementara golongan Malikiyah dan Hanabilah tidak memberikan patokan ukuran tertentu. Mereka hanya memberikan kriteria bahwa dua kaki saat berdiri dalam shalat tidak boleh menempel satu sama lain.

Dari berbagai pendapat tentang jarak antara dua kaki saat berdiri dalam shalat dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat tentang kemakruhan menempelkan dua kaki, antara satu kaki dengan kaki yang lain harus berjarak. Di samping itu, tidak ada yang berpendapat jarak dua kaki tersebut melebihi sisi kanan kiri badan. Posisi kaki tetap berada di garis melurusi bahu, tidak menonjol keluar, sehingga tidak terlihat seperti kaki huruf ‘A’.

Kenyamanan dalam berdiri saat shalat dan posisi badan relaks menjadi sarana menuju khusyu’ yang merupakan tujuan inti dari pada shalat. Terakhir, bahwa berdiri merupakan rukun paling utama dalam shalat, kemudian disusul sujud, rukuk, dan i’tidal. Dengan demikian, memperlama (tathwil) dalam berdiri itu lebih utama, lalu memperlama dalam sujud, kemudian rukuk, dan terakhir i’tidal. (Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi, Kasyifah al-Saja, hal. 53).[]

Wallahu a’lam Bisshawab!

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …