makna kafir
kafir

Kembali Mengingatkan, Memvonis Kafir Sesama Muslim Dapat Merusak Akidah

Mulai kurun sahabat sampai sekarang, musuh terbesar umat Islam dalam dirinya adalah sikap radikalisme dan ekstemisme. Dua sikap ini dalam sejarahnya menyebabkan perpecahan dan kekacauan dengan cara memvonis kafir sesama muslim. Setelahnya baru berakibat lahirnya kekerasan yang seringkali berujung kepada pembunuhan.

Tengok saja wafatnya khalifah Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, semuanya karena dibunuh oleh orang atau kelompok yang memvonis kafir terhadap beliau-beliau. Orang atau kelompok garis keras ini tumbuh dan berkembang setiap zamannya. Betapapun pengikut kelompok ini sedikit, namun dalam gerakannya seringkali meresahkan umat Islam lain, yang hidup tenang, damai dan penuh toleransi.

Orang atau kelompok yang memvonis kafir, sebenarnya tak tahu betul siapa dan alasan apa yang membuat mereka berani memvonis kafir sesama muslim. Umumnya mereka hanya berbekal satu pemahaman kelompoknya mengenai keimanan dan jihad. Pemahaman yang langsung menjadi kebenaran bagi kelompoknya itu secara membabi buta membrondong umat Islam selain dari kelompoknya dengan memvonis kafir terhadap sesama. Jelas pemahaman ini bertentangan dengan ajaran Islam yang penuh rahmat dan kasih sayang.

Salah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar menyebabkan pengkafiran

Banyak dari kasus pemvonisan kafir terhadap sesama itu berawal dari salahnya orang atau kelompok dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Hal tersebut karena mereka telah  menghilangkan substansi dalam pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar, yakni dengan sikap santun, nesehat baik (mau’idzah hasanah), dan kebajikan dalam berdebat (mujadalah bi al lati hiya ahsan). Sebagaimana Allah berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ…الآية النحل ١٢٥

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

Dilihat dari dalil amar ma’ruf nahi munkar di atas saja mereka sudah salah dalam mengaplikasikannya. Mereka lebih suka mengesampingkan dalil di atas dengan condonh menggunakan caranya sendiri (artinya tanpa landasan dalil) yakni dengan cara kekerasan, pembunuhan dan memvonis kafir kepada orang yang tak mau diajaknya, walaupun sesama umat Islam sekalipun.

Larangan memvonis kafir kepada sesama muslim

Dilarang memvonis kafir kepada sesama muslim, karena umat Islam semuanya tergolong ahli kiblat. Sebagaimana penjelasan dari Al Imam as Sayyid Ahmad al Haddad. Beliau menjelaskan bahwa, “Ulama telah berijma’ mengenai larangan mengkafirkan Ahli Kiblat, kecuali atas mereka yang mengingkari Allah SWT., melakukan kemusyrikan yang jelas tanpa bisa di-ta’wil, mengingkari kenabian dan persoalan agama yang lazim difahami, atau mengingkari sesuatu yang mutawatir (informasi otoritatif) dan disepakati secara dlaruri (mesti)”. 

Memvonis kafir kepada sesama umat Islam dalam konteks selain yang tersebut di atas, jelas sangat membahayakan akidah orang yang memvonis itu sendiri. Sebagaimana diutarakan oleh nabi Muhammad SAW dalam hadist riwayat Bukhari dari Abu Hurairah disebutkan:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

“Jika seseorang mengatakan kepada saudaranya (yang muslim), ‘Hai Kafir,’ maka dengan ucapan itu dosanya akan kembali kepada salah satunya.”

Termasuk pula bagian yang dilarang oleh agama ialah memvonis kafir karena perbuatan maksiat seseorang. Karena bagaimanapun dia masih tergolong beriman dan mengikrarkan syahadat. Seperti penjelasan nabi Muhammad SAW dalam hadist riwayat Abu Dawud dari Anas disebutkan:

ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ: الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ لَا تُكَفِّرْهُ بِذَنْبٍ، وَلَا تُخْرِجْهُ مِنَ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ، وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ، لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ

“Tiga hal dari pokok keimanan, (pertama) melindungi orang yang telah bersaksi dengan mengutarakan ‘laa ilaha illallah’, kami tidak akan mengkafirkannya sebab dosa, dan tidak kami keluarkan dari Islam sebab perbuatan maksiat. (Yang kedua) Meyakini bahwa jihad adalah berlangsung hukumnya semenjak Allah mengutusku sampai nanti akhir umatku memerangi Dajjal, dan (hukum fardlunya) tidak akan batal sebab kezaliman pemerintah atau adilnya mereka. Dan (yang ketiga) beriman pada takdir-takdir.”

Sungguh ironis memang, mulai nabi Muhammad SAW sampai para kiai zaman sekarang, yang bersusah payah mengislamkan orang. Namun di sisi lain ada orang atau kelompok garis keras dengan mudahnya mengeluarkan seseorang dari daftar orang yang beriman. Jelas sudah, memvonis kafir kepada umat Islam bukan golongan dari nabi SAW.

Syarat dan rumitnya memvonis kafir kepada sesame muslim

Memvonis kafir tidak diperkenankan keluar selain dari mereka yang memahami pintu-pintu masuk (madakhil) dan keluar (makharij) dari hukum kafir, serta mampu memilah garis pembeda (al Hudud al Fashilah) antara kekafiran dan keimanan melalui pedoman syariat. Mereka ini adalah para ulama’ yang sangat paham mengenai hukum agama secara mendalam dan komprehensif.

 Setiap orang dilarang dengan tegas masuk dalam wilayah di atas dan melakukan pengkafiran semaunya sendiri cuma dengan bermodalkan prasangkaan dan dugaan. Tanpa kemantapan dan ilmu yang memadai. Karena apabila ‘kran pengkafiran’ semacam ini dibuka, akan terjadi gelombang pengkafiran besar-besaran dan serba tidak jelas, hingga tidak tersisa lagi sosok muslim sejati di muka bumi kecuali hanya segelintir orang saja yakni dari orang yang memvonis.

Imam Haramain mengatakan: “Seandainya saja ada seseorang memintaku mengungkapkan pemilahan antara kriteria persoalan yang mengakibatkan kekafiran dan yang tidak, pastilah aku akan menjawab bahwa hal itu adalah harapan yang sulit terwujud. Karena persoalan ini sangat rumit dan harus digali dari dasar-dasar tauhid. Mereka yang belum mencapai puncak hakikat, tidak akan pernah mendapatkan dalil yang mantap.”

Alhasil, sudah selayaknya seluruh pihak merenungkan kembali semua persoalan di atas, tanpa terkecuali. Harus juga disadari bahwa pengkafiran bukan barang dagangan yang bisa dijual murah dan diteriakkan di sembarang tempat. Bisa jadi anda berteriak lantang ‘kafir’, namun justru hakikatnya andalah orang pertama yang dicatat sebagai ‘pendusta’ oleh Allah SWT. Na’udzu billah min dzalik.

Bagikan Artikel ini:

About M. Alfiyan Dzulfikar

Check Also

ilustrasi masjid tempat ibadah umat

Bersemangatlah dalam Beribadah (2): Cara Menghindari Kemalasan

Dalam tulisan sebelumnya, sudah dijelaskan betapa Allah SWT menganugerahkan kemurahan dan kemudahan kepada kita untuk …

ibadah

Bersemangatlah Dalam Beribadah (1): Tiada Kesukaran dalam Agama

Allah memerintahkan kita beribadah, pastilah itu bermanfaat dan baik untuk kita sendiri. Tak mungkin ada …