wafatnya khalifah ustamn
pembunuh khalifah

Kisah Pilu Wafatnya Khalifah Ustman bin Affan

Ustman bin Affan merupakan khalifah (ketiga) umat Islam setelah Umar bin Khattab. Dia juga termasuk salah satu sahabat sekaligus menantu Rasulullah yang memiliki karakteristik unik di antara sahabat Nabi liannya. Kedermawanannya sangat memukau dan komitmennya terhadap perjuangan dalam menegakkan panji-panji Islam tak bisa diragukan lagi. Dia adalah sosok ikon penting dalam perkembangan dan kemajuan Islam yang pernah dimiliki oleh umat Islam di masanya.

Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa ia pernah menyumbangkan hartanya 10.000 dinar yang diserahkan langsung kepada Rasulullah untuk kepentingan perang. Rasulullah pun berkata “Apa yang diperbuat oleh Usman pada hari ini, ia tidak akan merugi (di akhirat).” Bahkan, tatkala orang-orang membutuhkan air untuk kepentingan diri dan hewan ternaknya, ia membeli sumber mata air di rumah orang Yahudi dan diwakafkan untuk umum seharga 20.000 dirham. Wajar, di kalangan bangsa Arab Usman tergolong konglomerat (orang kaya). Akan tetapi yang menarik dari dia, adalah perilakunya yang sederhana tak seperti laiknya orang kaya.

Pun juga, pada masa pemerintahannya, Usman sebagai seorang pemimpin dapat menunjukkan wajah Islam pada era paling cemerlang dari periode Islam sebagai negara setelah Khalifah Umar. Syariat Islam (diterapkan) secara penuh di masanya. Itu artinya, di ‘tangan’ Usman Islam mencapai puncak kejayaannya dan menjadi contoh ideal tentang Islam sebagai negara. Kendati demikian, tak bisa dipungkiri bahwa setiap pemerintahan tentu terdapat gejolak di dalamnya. Begitupun pada masa pemerintahan Usman bin Affan.

Selama pemerintahannya, pelbagai peristiwa politik mulai bermunculan bahkan mengundang polemik di antara para sahabat Nabi. Kebijakan Usman dinilai tidak populis dan menuai kontroversial. Tak ayal, pemerintahan Usman menjadi tidak efektif dan banyak mendapat kritik dari kalangan sahabatnya sendiri perihal kebijakannya yang oleh mereka dianggap ‘berbau’ nepotisme.

Polemik yang terjadi terus bergulir hingga mencapai puncaknya, yakni terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan di tangan umat Islam sendiri, yang pada saat itu mereka bersepakat untuk memberontak dan mengepung rumahnya. Ironisnya, terbunuhnya Usman dianggap telah melegakan hati sebagian umat Islam. Bahkan, permusuhan sebagian umat Islam atas dirinya terus berlanjut setelah kematiannya.

Al-Thabari misalnya, dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk, menyatakan: “Mayat Usman harus bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan. Ia ditandu empat orang, yaitu Hakim bin Hizam, Jubair bin Math’am, Niyar bin Makram, dan Abu Jahm bin Huzaifah. Ketika ia disemayamkan untuk disalatkan, datanglah sekelompok orang Anshar yang melarang mereka untuk menyalatkannya. Di situ ada Aslam bin Aus bin Bajrah as-Saidi dan Abu Hayyah al-Mazini. Mereka juga melarangnya untuk dimakamkan di pekuburan Baqi’. Abu Jahm lalu berkata: ‘Makamkanlah ia karena Rasulullah dan para malaikat telah berselawat atasnya.’ Akan tetapi, mereka menolak; ‘Tidak, ia selamanya tidak akan dimakamkan di pekuburan orang Islam. Lalu mereka memakamkannya di Hisy Kaukab (sebuah areal perkuburan Yahudi). Baru tatkala Bani Umayyah berkuasa, mereka memasukkan areal perkuburan Yahudi itu ke dalam kompleks Baqi’.”

Dalam riwayat lain bahkan dikatakan, ketika mayat Usman berada di sebuah pintu, Umair bin Dzabi’i datang meludahinya, lalu ia mematahkan salah satu persendiannya. Dan dalam riwayat lain pula dikatakan, tatkala prosesi penguburannya di Hisy Kaukab berlangsung, orang-orang Islam melemparinya dengan batu sampai-sampai para penandunya mesti berlindung di sebuah tembok. Di samping tembok itulah ia kemudian dimakamkan.

Demikianlah, Khalifah Usman bin Affan dibunuh oleh orang Islam sendiri. Sanak-familinya tak dapat memakamkannya sampai dua malam. Baru pada hari ketiga mereka dapat memakamkannya di pemakaman orang-orang Yahudi, karena jenazahnya tidak diperkenankan dikuburkan di pemakaman umat Islam. Perlakuan semacam ini, sangat tidak lazim bagi umat Islam.

Lalu kemudian pertanyaan kita: kemarahan seperti apakah yang membuat mereka harus tetap menyerang dan memushi seorang pemimpinnya walau dia tinggal jasad tanpa nyawa nan tak berdaya? Mereka seakan tak mengindahkan kenyataan bahwa Usman termasuk jajaran orang yang pertama masuk Islam, dia juga termasuk salah seorang sahabat Nabi yang menurut riwayat, telah dijamin masuk surga. Pun juga, mereka melupakan bahwa dia adalah suami dari salah seorang putri Nabi. Seakan-akan Usman diposisikan sebagai orang paling hina dan paling sial di antara umat Islam.

Sumber

Farag Fouda, Al-Haqiqah al-Ghaibah, Terjemah. Kebenaran Yang Hilang Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslim, (oleh Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi: Jakarta 2008)

Bagikan Artikel ini:

About Saidun Fiddaraini

alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, dan sekarang mengajar di PP Zainul Huda, Arjasa Sumenep.

Check Also

pengertian kafir

Hakikat Kafir Menurut Asghar Ali Engineer

Belakangan ini begitu mudah sebagian pihak memberi label kafir kepada mereka yang tidak sependapat, beda …

KH Gazali Ahmadi

KH. Ghazali Ahmadi: Pendidik Umat Yang Tidak Kenal Lelah

Bagi masyarakat Kangean, Kiai Ghazali tidak sekadar dikenal sebagai seorang kiai, ulama, pendidik, intelektual dan …