shalat tahajud
shalat tahajjud

Fikih Shalat Sunah (8): Mau Shalat Tahajud, Ini yang Harus Dilakukan

Tak dapat dibayangkan betapa istimewa dan bahagianya saat seorang penduduk negara yang tak memiliki jabatan dan posisi apapun dalam pemerintahan mendapat undangan dari seorang presiden. Tentu perasaan dalam hatinya berdebar-debar. Apalagi waktu yang ditentukan dalam pertemuan itu sangat khusus dan tidak sembarang orang mendapatkan kesempatan tersebut. Rasa bahagia tiada tara dan tanda tanya bercampur aduk menjadi satu. Ia membayangkan akan bertemu langsung dan menyampaikan segala harapan-harapan dan kecemasan dalam hidupnya kepada sang presiden. Kalimat yang akan disampaikan pun ditata dengan indah. Segala hal diupayakan dan dipersiapkan agar pertemuan itu begitu berkesan dan penuh makna.

Bagaimana jika yang memanggil dan mengajak berbincang secara personal adalah Maharaja alam semesta? Dia menyediakan waktu tertentu di saat sebagaian besar penduduk dunia sedang terlelap. Media shalat tahajud merupakan panggilan khusus bagi seorang hamba untuk berkomunikasi secara langsung, tanpa ada gangguan, dengan Allah. Oleh karena itu, dalam rangka menyambut moment istimewa tersebut segala persiapan harus dilakukan agar komunikasi dua arah tersebut berlangsung dengan khidmat.

Dengan demikian, orang yang hendak melaksanakan shalat tahajud sunah melakukan hal-hal berikut. Pertama, ketika terbangun dari tidur sunah mengusap muka untuk menghilangkan rasa kantuk, kemudian bersiwak, lalu menengadahkan muka ke langit sambil membaca ayat 190 dari surat Ali Imran. Hal ini dilakukan agar rasa kantuk yang terkadang masih menyelimuti segera sirna dan siap melaksanakan shalat. Kesunahan bersiwak dapat disempurnakan dengan aktifitas gosok gigi untuk menghilangkan bau mulut agar siap menghadap ilahi dalam kondisi bersih dan suci.

Kedua, mengawali aktifitas shalat malam dengan shalat ringan sebanyak dua rakaat. Shalat ringan ini bisa dikatakan sebagai pemanasan dan peregangan otot setelah terbangun dari tidur. Shalat ini dapat dilakukan dengan niat shalat sunah wudu. Ketiga, formasi shalat malam dikerjakan dengan cara dua rakaat satu salam, sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa shalat malam dilakukan dengan dua rakaat-dua rakaat (Shahih Bukhari, No. 990).

Keempat, memperpanjang bacaan surat, sehingga posisi berdiri menjadi lama. Durasi berdiri yang lama lebih baik dari pada memperpanjang bacaan dalam rukuk dan sujud, sekaligus lebih afdal dari pada memperbanyak jumlah rakaat shalat. Kelima, mengeraskan bacaan shalat dengan catatan tidak mengganggu orang lain, atau tidak khawatir riya. Sunah juga membaca dengan tartil dan merenungi kandungan ayat yang dibaca. Bahkan diperbolehkan mengulang-ulang bacaan untuk tujuan merenungi. Keenam, apabila rasa kantuk masih mendera ketika shalat, hendaknya duduk dulu hingga rasa tersebut berangsur hilang dan sirna. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan karena mengantuk.

Ketujuh, sunah saling membangunkan antara suami isteri. Siapa pun yang lebih dahulu terbangun dari tidurnya, maka dianjurkan untuk membangunkan pasangannya. Suami isteri yang berbuat demikian akan mendapatkan rahmat dari Allah. Bahkan, jika sulit dibangunkan diperbolehkan memercikkan air di muka pasangan tersebut (Sunan An-Nasai, No. 1609). Kesunahan saling membangunkan satu sama lain ini juga berlaku tidak hanya bagi pasangan suami isteri, tetapi bagi siapapun saja asalkan tidak menimbulkan kemudaratan, baik bagi yang membagunkan ataupun yang dibangunkan. Namun, sekiranya menimbulkan hal-hal yang mudarat, bisa berbalik menjadi haram. Aktifitas saling membangunkan antara pasangan suami isteri ini tercatat sebagai golongan orang-orang yang selalu berzikir, sebagaimana disebutkan dalam hadis:

إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّيَا أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا فِى الذَّاكِرِينَ وَالذَّاكِرَاتِ

Artinya: “Apabila seseorang bangun malam dan membangunkan isterinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu mengingat Allah.” (Sunan Abi Daud, No. 1311).

Kedelapan, sunah membiasakan shalat malam dengan mengukur kadar kemampuan untuk bisa istikamah selama hidupnya. Jika sudah terbiasa, maka makruh ditinggalkan dan dikurangi, kecuali dalam kondisi darurat. Karena amal kebaikan yang lebih dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara istikamah meskipun sedikit (Shahih Muslim, No. 1864).

Kesembilan, bertekad dengan bulat hati untuk bangun malam agar tetap memperoleh pahala, walaupun ternyata tidak bangun. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu al-Darda’, “barang siapa yang beranjak ke tempat tidurnya seraya berniat untuk bangun melaksanakan shalat malam, namun rasa kantuk telah menguasai hingga terlelap dan terbangun saat tiba waktu subuh, maka ia tetap memperoleh pahala dari apa yang diniatkan, sementara tidur yang dialaminya merupakan sedekah dari Tuhan” (Sunan Ibnu Majah, No. 1405). Kesepuluh, memperbanyak berdoa dan istighfar, terutama di waktu-waktu menjelang subuh.

Itulah sepuluh hal yang harus dipersiapkan oleh seorang hamba yang ingin bermunajat dengan rabb-nya melalui media shalat malam yang disebut dengan shalat tahajud. []

Wallahu a’lam Bisshawab!

Referensi utama:

Muhammad Zuhaili, al-Mu’tamad fi al-Fiqh al-Syafi’i (Damaskus: Dar al-Qalam, Cet. III, 2011), I/389-392.    

Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, tt.), III/536-539.

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Beirut: Dar al-Fikr, Cet. II, 1985), II/62.

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …