kitab fikih
kitab fikih

Memahami Ushul Fikih sebagai Cara Mengenal Rahmat Islam

Menurut saya, salah satu sebab seseorang mengidap paham radikalisme adalah karena tidak memahami disiplin ilmu ushul fikih. Ia, sebagaimana penamaannya adalah dasar fikih. Ushul berarti dasar-dasar, sementara fikih sebagaimana lazim diketahui merupakan produk hukum yang telah baku. Jelasnya, fikih prosesnya melalui ushul fikih. Cara kerjanya, dalil-dalil al Qur’an dan hadis diproduksi oleh ushul fikih kemudian jadilah fikih.

Ilmu ini hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Cukup dipelajari oleh satu atau dua orang sudah cukup mewakili umat Islam secara keseluruhan. Karena itu, ilmu ini menjadi langka. Padahal, fikih tidak akan pernah ada tanpa ushul fikih.

Walaupun fardhu kifayah sejatinya ilmu ini dipelajari oleh setiap muslim. Sebab, ushul fikih sangat istimewa dan berperan dalam pembentukan karakter seseorang untuk memahami perbedaan-perbedaan dalam fikih. Para ulama madhab yang seringkali tidak satu kata dalam menghukumi satu objek karena berangkat dari perbedaan kaidah-kaidah ushul. Sementara itu, dalil-dalil al Qur’an dan hadis yang dijadikan hujjah sama persis.

Hal ini seperti termaktub dalam karya Muhammad Hasan Abdul Ghaffar yang diberi judul Atsar al Ikhtilaf fi al Qawa’id al Ushuliyah fi Ikhtilaf al Fuqaha. Menurutnya, di antara kewajiban penuntut ilmu adalah mempelajari disiplin ilmu ushul fikih. Sebab, ia adalah kunci dan pintu masuk ilmu fikih. Dengan ushul fikih seseorang akan mengetahui sebab-sebab terjadinya Ikhtilaf atau perbedaan pendapat.

Dengan ushul fikih, seseorang tidak hanya akan bertanya, mana dalilnya? Tetapi, ia juga akan mengetahui bagaimana imam madzhab memproses dalil tersebut menjadi hukum fikih. Karenanya, dirinya tidak akan terkejut apabila diperhadapkan dengan sejumlah perbedaan pendapat dalam fikih. Ia, juga tidak akan mencaci terhadap mereka yang memilih pendapat lain.

Disini, sudah tampak rahmat Islam. Umat Islam tidak diwajibkan memilih satu pendapat saja. Boleh memilih pendapat manapun. Apalagi pendapat yang dipilih lebih memuat kemaslahatan.

Dengan belajar ushul fikih, akan semakin memahamkan kita bahwa sesungguhnya tuduhan terhadap fikih tidak berpijak kepada al Qur’an dan hadis adalah mengada-ada. Dengan demikian, untuk al ruju’ ila al Qur’an wa al Sunnah tidak bisa tidak, salah satunya, harus melalui ushul fikih.

Ushul fikih membuka ruang-ruang dialog dan menjawab pertanyaan kenapa fikih menjadi gudang perbedaan pendapat?. Sekali lagi, disinilah rahmat Islam mewujud. Perbedaan amaliah furu’iyyah diinternal umat Islam merupakan fenomena yang harus diakui dan dihormati. Bukan menjadi ajang saling menyalahkan, mencaci, memusuhi dan sebagai alasan untuk melakukan tindakan kekerasan.

Dengan memahami ushul fikih, seseorang tidak akan menilai negatif kepada umat Islam yang ikut menjaga gereja saat perayaan natal. Karena ia telah mengetahui bahwa para ulama ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Begitu juga ikut memakamkan non muslim, bersedekah, tolong menolong, dan tindakan kemanusiaan yang lain terhadap non muslim.

Ushul fikih akan mengantarkan seseorang menjadi muslim moderat yang mampu menemukan nilai-nilai rahmat Islam dan mempraktekkan nilai-nilai tersebut dalam keseharian.

Kalau kamu bertanya, apakah ilmu ini bersumber dari Nabi? Tentu saja ia. Namun waktu itu penamaannya belum. Dengan malakah arabiah (kemampuan alami bahasa Arab) yang dikuasai oleh Nabi, demikian juga para sahabat, ilmu ushul fikih secara otomatis menjelma pada setiap kali memutuskan sebuah hukum.

Ilmu ushul fikih baru terkodifikasi dan diberi nama resmi pada masa Imam Syafi’i dengan kitab ushul fikihnya yang berjudul al Risalah. Hal ini merupakan proyek besar dan investasi literasi yang sangat bermanfaat bagi umat Islam setelahnya. Mereka menjadi paham dan mengerti bagaimana sesungguhnya proses dari dalil menjadi hukum.

Maka, kalau seseorang menganut paham radikalisme yang buntutnya pasti terorisme karena mereka sama sekali tidak bersinggungan dengan ushul fikih. Nalar keagamaannya dikooptasi oleh kedangkalan cara berpikir mereka dalam memahami hukum-hukum agama. Secara otomatis ia juga tidak akan menemukan rahmat Islam apalagi menjadi penganut Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …