bom makassar
bom makassar

Menunggu Ragam Respon Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar : Dari Narasi Syahid hingga Konspirasi

Tidak disangka ledakan bom yang diduga bom bunuh diri meledak di Gereja Katedral Makassar pada pukul 10.28 Wita (28/3/21). Aparat penegak hukum masih terus menyelidiki jumlah pelaku dan berapa jumlah korban akibat aksi yang sangat kejam tersebut. Indonesia kembali berkabung dengan teror yang terus menjadi ancaman laten bagi keamanan masyarakat.

Bom bunuh diri di gereja tentu bukan kali pertama dalam sejarah terorisme di Indonesia. Masih segar dalam ingat kita tentang terorisme sekeluarga yang dilakukan secara serentak di Bom Surabaya pada tahun 2018. Bom itu merupakan terorisme paling bersejarah yang melibatkan satu keluarga sebagai pelaku di tiga lokasi gereja yang berbeda dengan pembagian tugas masing-masing.

Ada yang menarik dari setiap kejadian bom bunuh diri atau aksi terorisme secara umum. Aksi terorisme selanjutnya akan diikuti oleh penyebaran narasi yang semakin membuat teror baru di tengah masyarakat. Biasanya narasi pasca teror akan terbagi setidaknya dalam tiga hal.

Pertama, tentu saja kutukan yang dilancarkan oleh seluruh pihak dan masyarakat secara umum atas tindakan brutal tersebut. Narasi ini mungkin adalah narasi yang paling cepat muncul bahkan sebelum peristiwa detail dan pelaku diketahui sudah bermunculan ucapan bela sungkawa, mengutuk keras, hingga menjadikan terorisme sebagai musuh bersama.

Kedua, narasi pejuang agama. Narasi ini akan muncul secara terbatas dan tidak muncul di permukaan. Perbincangannya pun hanya terjadi di lingkup kecil dengan mengafirmasi kegigihan pelaku dan pujian sebagai pejuang yang nantinya dikatakan sebagai mati syahid.

Rangkaian dari narasi kedua ini akan memunculkan narasi ideologis yang dibumbui oleh tebaran hoax dan framing. Narasi itu misalnya, wajah pelaku bom bunuh diri tersenyum seolah sebagai pembenaran tindakannya. Atau narasi berikutnya adalah jasad pelaku terlihat wangi sekalipun tidak utuh.

Ketiga, narasi konspirasi. Narasi ini akan muncul akibat ketidaksenangan publikasi aparat penegak hukum jika pelaku dikaitkan dengan agama tertentu. Sehingga narasi yang dibangun adalah konspirasi untuk menuduh Islam. Dalam setiap kejadian narasi ini muncul yang mengarahkan pembaca bahwa sejatinya terorisme itu fiktif dan merupakan rekayasa.

Dalam kejadian bom Surabaya oleh satu keluarga itu misalnya tersebar kabar sesungguhnya para keluarga itu tidak mengetahui misi yang dilakukan. Mereka hanya mengantarkan kardus yang berisi bom. Atau bisa jadi nanti muncul “mana mungkin pelaku bom bunuh diri membawa KTP” atau menuliskan kalimat jihad dan logo ISIS.

Artinya setelah aksi terorisme seberapapun bejat dan brutalnya kejadian itu sebagai kejahatan kemanusiaan yang tidak mempunyai hati nurani akan selalu memunculkan rangkaian narasi yang beragam. Saya tidak ingin memberikan uraian kontra narasi terhadap kelompok yang akan memainkan narasi perjuangan dan syahid bagi pelaku bom bunuh diri. Toh, akal sehat dan hati kemanusiaan kita semua akan melihat tidak ada satupun agama yang mengajarkan teror dan kerusakan terhadap mereka tidak bersalah.

Penting untuk kita perhatikan selanjutnya adalah maraknya teori konspirasi yang nantinya muncul pasca aksi terorisme. Seolah-olah kejadian itu adalah rekayasa untuk mendiskreditkan kelompok tertentu atau setidaknya itu dilakukan sebagai pengalihan isu. Bahkan bayangkan sampai hari ini sekalipun pelaku sudah mengakui masih ada orang yang percaya bahwa bom Bali pada tahun 2002 itu merupakan rekayasa atau konspirasi dari negara Amerika, bukan sebagai ancaman yang sebenarnya ada dan dilakukan oleh kelompok tertentu untuk membuat anarki dan teror di tengah masyarakat.

Narasi seperti ini sangat berbahaya karena pada akhirnya kita tidak mempunyai daya tahan yang kuat bahwa sejatinya kelompok teror itu ada. Bahwa sejatinya pelaku terorisme itu memang nyata sebagai hasil dari cara pandang yang dangkal dan picik terhadap kebenaran tertentu. Dan pelaku teror itu tidak melakukan aksi instan kecuali dari tahapan yang telah disiapkan secara fisik, mental dan ideologi.

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …