metode tafsir2
metode tafsir2

Metode Tafsir Al-Qur’an (Bagian II )

Sebagaimana diulas dalam artikel sebelumnya, bahwa metode tafsir al-Qur’an terbagi dalam dua kategori, yakni tafsir bil ma’tsur dan tafsir bir ra’yi. Kategori pertama berpedoman pada riwayat, disebut juga tafsir bir riwayah. Sementara kategori kedua berpedoman pada ijtihad dan pemikiran, disebut tafsir bid dirayah.

Semua karya tafsir klasik dapat dimasukkan ke dalam salah satu dua kategori ini. Sebagaimana sebagian besar telah disebutkan pada artikel sebelumnya. Selanjutnya, penulis akan mencoba mengurai empat metode tafsir al-Qur’an yang sering digunakan oleh pengkaji tafsir kontemporer, yaitu tahlili (analitik), ijmali (global), muqaran (komparatif), dan maudlu’i (tematik).

Dua metode pertama dapat dijumpai dalam karya tafsir klasik, sementara dua metode terakhir merupakan perkembangan dalam dunia tafsir kontemporer. Dua metode terakhir ini sangat jarang dijumpai dan tidak bisa diterapkan terhadap karya tafsir klasik. 

Empat Metode Tafsir

Pertama, metode tahlili, yaitu menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai urutan mushaf Utsmani dengan penjelasan yang terperinci. Berbagai aspek kandungan ayat-ayat Al-Qur’an diulas mulai dari segi bacaan, nahwu-sharraf dan i’rabnya, balaghah, aspek asbab nuzul, keterkaitan antar ayat (munasabah), aspek hukum dan lain sebagainya.

Langkah-langkah yang lazim digunakan diawali dengan pembahasan kosakata, baik dari sudut makna, bahasa, maupun perbedaan cara baca dan konteks struktur ayat, kemudian munasabah, sebab turunnya, lalu penjelasan makna ayat dengan menggunakan riwayat-riwayat dari Nabi, para sahabat, tabi’in, maupun pendapat mufasir sendiri sesuai latar belakang sosial dan keilmuannya.

Melihat definisi metode tafsir tahlili, dua metode tafsir bil ma’tsur dan bir ra’yi dapat dikategorikan ke dalam metode tafsir tahlili. Karena sebagian besar karya tafsir klasik mengikuti alur penafsiran semacam ini.

Kedua, metode ijmali, yaitu menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengungkapkan makna yang bersifat global, menggunakan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Metode ini berkebalikan dengan metode tahlili.

Dalam metode ini, mufasir menghindari uraian yang panjang lebar di luar makna ayat dan menghindari istilah-istilah dalam studi Al-Qur’an. Penjelasan i’rab hanya sekedarnya saja di tempat-tempat tertentu sesuai kebutuhan.

Pendek kata, mufasir hanya menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan. Contoh yang paling refresentatif untuk metode ijmali adalah Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli.

Menelaah definisi metode ijmali ini hanya memungkinkan untuk masuk dalam kategori tafsir bir ra’yi. Dalam metode penafsiran ijmali tidak mencantumkan riwayat-riwayat yang menjadi syarat dalam metode tafsir bil ma’tsur.

Alhasil, dua metode tahlili dan ijmali jika dikombinasikan dengan dua metode tafsir bil ma’tsur dan tafsir bir ra’yi, metode tahlili dapat ditemukan dalam tafsir bil ma’tsur dan tafsir bir ra’yi, sementara metode ijmali hanya ditemukan pada tafsir bir ra’yi. Sebenarnya, dua metode ini melihat dan membaca tafsir dari sudut pandang yang berbeda.

Kategori metode bil ma’tsur dan tafsir bir ra’yi melihat dari aspek sumber pengetahuan, apakah bersumber dari riwayat atau hasil pemikiran ijtihad. Sedangkan metode tahlili dan ijmali memotret dari aspek uraian tafsirnya, apakah menggunakan penjelasan yang terperinci dan luas—tanpa melihat sumber yang digunakan—ataukah mengambil makna pokok saja dan tidak berbelit-belit.

Ketiga, metode muqaran yaitu membandingkan antar ayat-ayat Al-Qur’an. Secara detail lingkup metode muqaran menurut para ahli meliputi: (a) membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama; (b) membandingkan ayat Al-Qur’an dengan hadis yang secara lahir terlihat bertentangan; (c) membandingkan berbagai pendapat mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an.

Keempat, metode maudhu’i yaitu menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil fokus tema tertentu dengan menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan tema. Lalu satu persatu diurai dari sisi penafsirannya dan dihubungkan antara satu ayat dengan yang lain yang membentuk gagasan yang utuh dan komprehensif pandangan Al-Qur’an terhadap tema tertentu. Pada prinsipnya, tafsir dengan metode maudhu’i merupakan tafsir ayat dengan ayat.

Dua metode terakhir ini tidak berbentuk karya utuh kitab tafsir. Metode tersebut hanya dijumpai dalam tulisan-tulisan ilmiah dan kajian yang berbentuk artikel, jurnal, penelitian, tugas akhir, dan lain-lain.

Dua metode ini lazim digunakan untuk merespons kasus-kasus waqi’iyah yang terjadi dalam realitas sosial. Misalnya, konsep tentang jihad yang dipahami dengan perang melawan non-muslim. Kemudian muncul kajian tentang makna jihad menurut Al-Qur’an. Di sinilah metode muqaran dan maudhu’i digunakan dengan mengemukakan pendapat para mufasir tentang jihad serta menghimpun ayat-ayat yang berbicara tentang jihad dalam berbagai makna.

Di luar metode tafsir yang telah dijelaskan juga berkembang corak tafsir yang dikategorikan sesuai kecenderungan mufasirnya. Antara lain Tafsir as-Shufi, Tafsir al-Fiqhi, Tafsir al-Falsafi, Tafsir al-‘Ilmi, Tafsir al-adabi al-ijtima’i, dan sebagainya. Corak tafsir tersebut dapat dikategorikan ke dalam metode tafsir yang telah dijelaskan sesuai gaya penafsiran yang digunakan. []

Wallahu ‘alam

Referensi:

Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Quran, 1973.

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …