ramadhan di tengah pandemi 2
ramadhan di tengah pandemi 2

Panduan Ramadhan 2020 di Tengah Pandemi (2): Bagaimana Hukum Puasa Penderita Covid-19?

Ramadhan adalah bulan suci penuh dengan keutamaan. Salah satu yang memotivasi umat Islam adalah limpahan ampunan di bulan ini. Melakukan puasa dengan penuh keimanan dapat menghapus dosa, bahkan yang sudah lampau.

Ramadhan berasal dari akar kata ramidha atau ramdha yang berarti kondisi panas yang bisa menghanguskan. Atas dasar inilah Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan penyebutan bulan Ramadhan karena ia dapat membakar dosa-dosa dengan amal shalih.

Penegasan keutamaan bulan ini sebagaimana sabda Nabi :

من صام رمضان ، إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه

Barang siapa yang berpuasa di Bulan Ramadhan  berdasarkan keimanan dan keikhlasan, maka dosa dosanya yang telah ia lakukan dimasa lampau akan diampuni. HR:Bukhari:38

Hukum Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib. Artinya, berdosa bila ditinggalkan. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS: al-Baqarah:183).

Abu Abdillah Muhammad IBn Abdirrahman Al-Dimasyqi al-Syafiiy mengatakan bahwa kewajiban puasa Ramadhna merupakan ijma’ ulama’. Artinya tidak ada satu fatwa ulama’ yang mengatakan tidak wajib (Rahmat al-Ummah fi al-Ikhtilaf al-Aimmah, 89).

Syaikh Zainuddin al-Malibari mengistilahkan kewajiban puasa ini dengan istilah ma’lum min al-din bi al-dharurah (kewajiban yang diketahui dari agama secara pasti) singkatnya kewajiban puasa ini bersifat dogmatis (Fath al-Muin, 54).

Hukum Puasa Penderita Covid-19

Lalu, bagaimana dengan orang yang mengalami sakit, seperti sakit karena corona? Masihkah mereka diwajibkan puasa Ramadhan?

Di kalangan ulama’ beda persepsi untuk membuat standarisasi dari sakit yang diperbolehkan meninggalkan puasa. Pertama, Madzhab Dhahiriyyah, menurut madzhab ini segala macam penyakit; baik sakit ringan apalagi sakit berat, bisa menjadi alasan untuk meninggalakn puasa.

Mereka berdalih dengan ayat al-Qur’an :

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya : Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.QS al-Baqarah:184

Menurut madzhab dhahiriyyah, kata kata “sakit” dalam ayat ini tidak dibatasi dengan ringan ataupun berat, maka kesimpulan hukum mereka penyakit dengan segala dimensinya, bisa menjadi alasan untuk tidak berpuasa.

Mereka juga beralasan, dengan apa yang dipraktekkan oleh imam Ibnu Sirin yang tidak berpuasa hanya karena sakit jari.

Kedua, mayoritas Ulama’ (selain madzhab Dhahiriyyah) mengatakan bahwa sakit yang bisa menjadi alasan untuk tidak berpuasa adalah sakit parah yang apabila berpuasa bisa meninggal dunia atau bisa bertambah parah penyakit.  Sakit seperti ini yang bisa menjadi alasan untuk meninggalkan puasa Ramadhan (Rawa I’ al-Bayan, Ali al-Shabuni, 1/201-202).

Lalu, fatwa hukum yang mana yang bisa kita ambil. Bolehnya orang sakit meninggalkan puasa Ramadhan tentu ini semua merupakan dispensasi syari’at kepada manusia, keduanya bisa diambil dan dipraktekkan. Baik pendapat Dhahiriyyah maupun mayoritas ulama’. Sesuai sabda Nabi :

إن الله يحب أن تؤتى رخصه ، كما يحب أن تؤتى عزائمه

Sesungguhnya Allah senang rukhshah (keringanan hukum)Nya dilakukan seperti halnya hukum normalnya (azimat) nya dilakukan (HR.Ibnu Hibban.355).

Artinya, mengikuti madzhab siapapun dalam hal sakit ini, dalam konteks mengambil keringanan hukum, maka itu masih berada dalam restu Allah sebagai syari’nya (dzat yang membuat syariat).

Seseorang yang terserang virus corona, maka tidak lalu dianggap salah bila mereka meninggalkan puasa Ramadhan. Apalagi jika ada pertimbangan medis yang harus diikuti untuk selalu menjaga kebugaran, imunitas dan konsumsi obat secara berkala yang harus dilakukan.

Inilah kemudahan Islam yang tetap menjaga keseimbangan antara menjaga agama dan kemashlahatan. Rukhshah ketika sakit adalah cara Allah menjaga nyawa dan hidup manusia. Namun, kewajiban tetap melekat dengan harus menggantinya ketika kondisi sudah normal.

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …