mengajarkan isra mikraj

Sudahkah Anda Bertanya kepada Anak-anakmu, Kapan Isra Mikraj?

Sudahkah Anda bertanya kepada anak-anak, kapan Isra Mi’raj terjadi? Lalu apa maknanya? Sudahkah Anda bertanya kapan Nabi Muhammad SAW dilahirkan dan apa kisah kehebatan sang Nabi? Atau, sudahkah Anda bertanya kapan tahun baru Islam dimulai? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana, namun jawabannya bisa mengejutkan: banyak di antara anak-anak kita yang tidak tahu.

Di tengah gempuran informasi saat ini, budaya, tradisi, dan gaya hidup modern sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang agama dan sejarah kita. Perihal kelahiran Nabi, misalnya, mungkin anak-anak sekarang lebih sering mencari tahu kapan lahirnya artis idola mereka seperti Taylor Swift, Blackpink, atau Bruno Mars daripada kelahiran sosok teladan agung dalam agama. Di sinilah letak tantangan kita.

Sebenarnya, di balik peringatan hari-hari penting seperti Isra Mi’raj, Maulid Nabi, dan tahun baru Islam, tersimpan hikmah mendalam. Ulama terdahulu menyemarakkan peringatan ini bukan sekadar untuk merayakan, apalagi tanpa dasar, tetapi karena mereka memahami dimensi tarbiyah dan pendidikan yang terkandung di dalamnya. Tradisi ini menjadi jembatan untuk menghubungkan generasi muda dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sejarah Islam.

Dalam psikologi, ada teori yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mudah lupa. Memori kita terbatas dan sering kali tergerus oleh arus informasi yang terus mengalir. Inilah sebabnya kita membutuhkan pengingat, sesuatu yang bisa mengikat kenangan kita agar tidak hilang ditelan waktu. Tradisi dan perayaan adalah sarana untuk menjaga memori kolektif. Dengan perayaan, sebuah momen penting tidak hanya menjadi ingatan personal, tetapi juga nilai bersama yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Mari kita bayangkan: sebuah keluarga berkumpul untuk merayakan Maulid Nabi. Anak-anak mendengarkan kisah tentang kelahiran Nabi Muhammad, perjuangannya, dan teladannya sebagai pemimpin umat. Mereka mungkin tidak langsung memahami sepenuhnya, tetapi momen itu akan tertanam dalam benak mereka sebagai kenangan indah. Ketika mereka tumbuh dewasa, memori itu menjadi pijakan untuk memahami nilai-nilai Islam yang lebih mendalam.

Sebaliknya, tanpa perayaan atau tradisi yang memperingati hari-hari penting, apa yang akan tersisa? Anak-anak kita akan lebih akrab dengan lagu-lagu hits, selebriti populer, dan gaya hidup modern daripada dengan kisah-kisah inspiratif dari para nabi dan sejarah Islam. Mereka akan kehilangan akar, tidak tahu dari mana mereka berasal atau apa nilai-nilai yang seharusnya mereka pegang.

Tradisi bukanlah tujuan, melainkan sarana. Ia adalah alat untuk mengikat kenangan, menyemai nilai, dan menjaga identitas kita. Ketika ulama terdahulu menyemarakkan Isra Mi’raj, Maulid Nabi, atau tahun baru Islam, mereka tidak hanya ingin mengisi kalender dengan perayaan. Mereka ingin menyampaikan pesan kepada generasi berikutnya: “Inilah cerita kita. Inilah jati diri kita.”

Maka, di tengah hiruk-pikuk dunia modern, mari kita renungkan kembali. Sudahkah kita bertanya kepada anak-anak kita tentang Isra Mi’raj? Tentang kelahiran Nabi? Tentang tahun baru Islam? Atau, apakah kita membiarkan mereka tenggelam dalam arus budaya yang jauh dari akar mereka?

Perayaan hari-hari besar Islam bukan sekadar ritual. Ia adalah cara kita menjaga warisan, menyemai nilai, dan mengingatkan diri serta generasi berikutnya tentang apa yang benar-benar penting. Jangan sampai kita baru menyadari maknanya ketika semuanya sudah terlambat. Mulailah dari sekarang, karena kenangan yang ditanam hari ini akan menjadi akar yang kuat untuk masa depan generasi kita.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Gus Rozin copy

Implementasikan UU Pesantren, Majelis Masyayikh Bangun Budaya dan Mutu Kemandirian Pesantren

JAKARTA — Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengamanatkan penjaminan mutu pesantren yang baik …

nasaruddin umar 1762003369729 169

Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar Minta Siswa Kembangkan Inovasi, Bukan Hanya Ilmu Agama

Jakarta – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar meminta kepada seluruh siswa madrasah untuk terus berinovasi …