metode tafsir2
metode tafsir2

Tafsir QS. al-Fathir Ayat 32: Tiga Golongan Manusia dalam Mengamalkan Alquran

Dalam QS. Shad ayat 29, Allah SWT menegaskan bahwa Alquran diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan penuh berkah supaya mereka mendadabburi ayat-ayatnya dan agar mendapat pelajaran dari Alquran.

Ibnu Qayyin al-Jauzi menerangkan bahwa apabila kita hendak memetik manfaat maksimal dari Alquran, maka pahami dan renungkanlah (tadabbur). Atas dasar inilah, penulis hendak mendatabburi QS. Al-Fathir [35] ayat 32.

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ 

Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Para ulama tafsir sepakat bahwa makna “orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami” adalah umat Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, makna ayat di atas adalah Allah mewariskan Alquran kepada umat Nabi Muhammad, umat terbaik sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali Imran 110 dan QS. al-Baqarah 143.

Namun, di antara umat Nabi Muhammad itu, dalam hal mengamalkan Alquran, terbagi menjadi tiga golongan.

Pertama, dzalimun linafsih.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan golongan pertama, yakni orang yang menganiaya diri sendiri (dzalimun linafsi) sebagai orang yang melalaikan sebagian dari kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dan mengerjakan sebagian hal-hal yang dilarang atau diharamkan oleh Allah SWT. Lebih lanjut, al-Maraghi mengatakan bahwa golongan pertama ini amal buruknya lebih berat dari pada amal baiknya. Oleh Imam al-Ghazali dalam Minhajul ‘Abidin, disebut sebagai golongan yang rugi besar.

Disebut merugi lantaran dunia yang menjadi ladang untuk kehidupan yang lebih kekal (di akhirat) justru dimanfaatkan untuk melanggar aturan Allah SWT, menuruti hawa nafsu, berbuat dosa pada Allah dan enggan bertaubat.

Sementara itu, Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: “Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri”, adalah orang-orang yang menerima catatan amal perbuatannya dari arah kirinya. Meskipun demikian, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa kelompok ini masuk surga karena syafaat Nabi Muhammad SAW.

Hal ini juga senada dengan sebuah hadis. Dalam Kitab Shahih Muslim pada bab Iman, terdapat sebuah hadis. Nabi bersabda: “ Akan keluar dari surga orang yang mengucap ‘laa ilaaha illaa Allah’ dan di hatinya ada sebutir kebaikan.

Terkait syafaat, dalam kitab Misykah al-Masabih, Imam al-Tabrizi menukil sebuah hadis dari Imam Bukhari seperti ini;

Dari ‘Imran bin Husain, berkata: Rasūlullah bersabda: “Akan keluar suatu kaum dari neraka berkat syafaat Muhammad, kemudian mereka akan masuk ke dalam surga, dan dinamakan aljahannamiyyūn. Pada riawayat yang lain, dikatakan ‘akan keluar suatu kaum dari golongan umatku dari neraka, sebab syafaatku, mereka dinamakan aljahannamiyyun”. (HR. Bukhari).

Kedua, muqtashid.

Yaitu golongan pertengahan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa golongan ini adalah mereka yang melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan apa-apa yang di larang dalam agama-Nya. Namun, golongan ini tidak mementingkan ibadah-ibadah sunnah. Secara bersamaan, ia juga mengerjakan pekerjaan yang hukumnya makruh.

Imam al-Qurtubi memberikan penjelasan tentang golongan kedua ini sebagai orang yang tibangan amal baik dan buruknya seimbang. Dan di akhirat nanti, golongan ini akan dihisab dengan hisab yang ringan.

Ketiga, saabiqun bi al-khairaat.

Yaitu orang yang bersegara dalam mengerjakan amal shalih. Inilah golongan paling tinggi dan mulia disisi-Nya. Tentu saja, golongan ini masuk surga dengan tanpa hisab. Sebab, mereka tidak hanya sekedar taat dan istiqomah mengerjakan segala kewajiban dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, melainkan juga rajin dan tekun mengerjakan hal-hal yang disunnahkan. Hal-hal yang makruh dan syubhat juga dijauhi kelompok ini. Sehingga, jika dihisab, maka amal kebaikannya lebih berat daripada amal tercela.

Dalam QS. al-Waqiah, golongan ketiga ini diistilahkan dengan ‘al-muqarrabun’. Nasib golongan ini di akhirat sebagaimana firman-Nya:

مَآ أَصۡحَٰبُ ٱلۡمَشۡ‍َٔمَةِ وَٱلسَّٰبِقُونَ فِي جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ 

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.

Mengakhiri uraian ini, penulis mengajak pada diri penulis sendiri dan umat Islam secara keseluruhan untuk merenungi QS. al-Fathir ayat 32; pada golongan mana kita saat ini? Jika masih dalam golongan pertama, maka segeralah bertaubat. Sementara yang merasa berada pada tingkatan muqtashid, tetap harus selalu berusaha meraih golongan pertama. Diantara ciri utama golongan pertama adalah menjadikan amal shalih sebagai kebutuhan utama.

Bagikan Artikel ini:

About Muhammad Najib, S.Th.I., M.Ag

Dosen Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta, mahasiswa Program Magister Universitas PTIQ dan Mahasiswa Program Doktoral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Check Also

ramadan

Tips Ramadan yang Berkualitas (2): Saatnya Investasi Akhirat!

Ramadan adalah bulan yang sangat spesial. Karena pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, sementara pintu …

ramadan

Tips Ramadan yang Berkualitas (1): Kurangi Rebahan, Perbanyak Amalan!

Sepertinya sudah menjadi pemandangan dan pemahaman umum bahwa bulan Ramadan, oleh sebagian orang, dijadikan alasan …