kriteria orang bertakwa
kriteria orang bertakwa

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 3-5: Inilah Kriteria Orang Bertakwa

Seperti apa kriteria orang bertakwa atau muttaqin yang disebutkan dalam Al-Qur’an?


Setelah kemarin kita membedah surah al-Baqarah ayat pertama dan kedua, pada tulisan kali ini ayat 3-5 untuk menguak kriteria orang bertakwa. Uraian ini ingin menjawab hakikat ayat kedua yaitu Hudan li al-muttaqīn (petunjuk bagi mereka yang bertakwa).

Lantas apa yang dimaksud al-Muttaqīn ? apa saja kriteria al-Muttaqīn di mata Allah Swt?

Pada tulisan terdahulu, yang berjudul Tafsir Surah al-Fatihah Ayat 5-7 : Jalan Kepasrahan Meraih Nikmat Allah, Ibnu Katsir berpendapat bahwa al-hidayah atau hidayah ialah bimbingan dan taufik (dorongan). Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbāh, kata hudan (petunjuk) adalah tidak hanya berfungsi untuk memberi petunjuk, melainkan sekaligus produk bersifat Ilāhiyyah (Wahyu Allah).

Selanjutnya at-taqwa, makna asalnya yaitu mencegah diri dari hal-hal yang tidak disukai ditarik dari bentuk asalnya, qawa yang berasal dari al-wiqayah (pencegahan). Ada suatu riwayat Umar bin Khattab r.a. bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang makna takwa. Hal itu disimpulkan oleh Ibnu al-Mu’taz lewat bait-bait syairnya:

خَلِّ الذُّنُوبَ صَغِيرُهَا     #     وَكَبِيرُهَا ذَاكَ التَّقِيُّ

وَاصْنَعْ كَمَاشِ فَوقَ اَرْ     #     ضِ الشَّوْكِ يَحْذُرُ مَا يَرَى

لَا تَحْقِرَنَّ صَغِيْرَةً           #     اِنَّ الْجِبَالَ مِنَ الْحَصَى

Lepaskanlah semua dosa, baik yang kecil maupun yang besar, itulah namanya takwa. Berlakulah seperti orang yang berjalan di atas jalan yang beronak duri, selalu waspada menghindari duri-duri yang dilihatnya. Dan jangan sekali-kali kamu meremehkan sesuatu yang kecil (dosa kecil), sesungguhnya bukit itu terdiri atas batu-batu kerikil yang kecil-kecil.

Lantas apa yang dimaksud al-Muttaqīn ?

Kriteria Orang Bertakwa

Pada ayat sebelumnya, Allah menunjukkan kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk orang yang bertakwa. Ayat selanjutnya dalam mengupas ciri-ciri atau kriteria orang bertakwa, Allah Swt. berfirman:

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ، وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ، أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” [Q.S. al-Baqarah: 3-5]

Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa iman adalah percaya, sedangkan Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang percaya (membenarkan). Sedangkan Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah dan ulama lainnya mendefinisikan iman sebagai ucapan dan perbuatan serta dapat bertambah dan berkurang.

Sedangkan bi al-ghaib pada ayat di atas maksudnya percaya dengan yang tidak terlihat. Berarti kita harus percaya dengan sesuatu yang tidak bisa dilihat atau tidak berwujud?, Kenapa bisa begitu ?.  

Para ulama menafsirkan lafaz bi al-ghaibi sebagai hāl (keterangan keadaan), yaitu sekalipun keadaan mereka tidak kelihatan oleh orang banyak (yakni sendirian). Meskipun ungkapannya berbeda-beda antar ulama, namun maksudnya benar.

Dalam tafsir Al-Munīr, perkara-perkara gaib yang diberitakan Al-Quran, seperti: kebangkitan, perhitungan amal, jalan, surga, neraka, dan lain-lain. Jadi, mereka tidak terpaku hanya kepada hal-hal materi atau indrawi yang dipahami akal secara mudah, tetapi mereka juga memahami alam-alam lain yang berada di balik materi.

Oleh karena itu, kriteria orang bertakwa dapat diumurskan. Pertama adalah beriman kepada yang gaib.

Kemudian kriteria kedua adalah melaksanakan shalat, Ibnu Abbas memaknai bagi “mereka yang mendirikan fardhu-fardhu shalat (rukun-rukunnya)”. Qatadah mengartikan dengan menjaga waktu-waktunya shalat, wudlu, rukuk, dan sujud.  Sedangkan Muqatil Ibnu Hayyan menyempurnakan  pemaknaan, termasuk bacaan Al-Quran, bacaan tasyahud, dan shalawat Nabi Saw. di dalam shalat.

Lanjut lafaz “wa mimmā razaqnā hum yunfiqūna” sebagai kriteria ketiga. Ali Ibnu Thalhah dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, memaknai ini sebagai penunaian zakat harta benda dengan benar. Dengan kata lain kriteria ketiga adalah orang yang selalu berinfak.

Kriteria keempat dan kelima yaitu mengimani Al-Quran dan kitab samawi sebelumnya serta yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Orang-orang bertakwa itu adalah mereka yang mempercayai semua perkara yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan kepada para Nabi dan Rasul yang lain. Mereka juga percaya dengan pasti, tanpa ragu, akan adanya akhirat.

Menurut Wahbah Zuhaily, mereka inilah yang berada di atas cahaya dan hidayah dari Tuhan mereka. Mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan merekalah yang mendapatkan tingkat yang tinggi di surga.

Jadi, ada lima kriteria orang bertakwa atau al-Muttaqīn. Selanjutnya tinggal kita mengukur diri sendiri, seberapa pantas menjadi al-Muttaqīn di mata Allah ?.

Wallāhu a’lam

             

Bagikan Artikel ini:

About Mubarok ibn al-Bashari

Mahasiswa Pasca Sarjana UNUSIA

Check Also

palestina israel

Tafsir Surah al-Isra’ Ayat 4-5: Kezaliman Bani Israel dan Janji Allah Bagi Palestina

Peristiwa yang sangat tidak manusiawi terjadi kepada saudara-saudara kita di Palestina. Di saat melaksanakan kekhusyukan …

al-quran

Jika Salah Tafsir Surah al-Fath Ayat 29: Keraslah Terhadap Sifat Kafir

Surah al-Fath turun saat peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah merupakan peristiwa yang begitu fenomenal. Dimana …