tahlilan anak
tahlilan anak

Tahlilan: Wujud Bakti Seorang Anak terhadap Orang Tua

Tahlilan telah menjadi tradisi. Ia merupakan aktifitas relijius yang sudah mendarah daging  di sebagian besar masyarakat muslim Indonesia. Cara mengamalkan tahlilan, yaitu dengan membaca serangkaian ayat yang bersumber dari al-Quran dan kalimat thayyibah seperti tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.

Bagi seorang anak muslim yang orang tua atau kerabatnya telah mendahului, tahlil menjadi sarana doa melalui bacaan yang dihadiahkan kepada mereka yang telah tiada. Biasanya tahlilan akan dilaksanakan sampai hari ketujuh hari dilaksanakan secara berturut-turu setelah meninggalnya seorang anggota keluarga. Bahkan, bagi yang mampu bisa mengamalkannya juga pada hari ke-40, ke-100, atau ke-1000-nya.

Selain waktu tertentu yang lazim di tengah masyarkat, tahlilan juga sudah menjadi aktivitas rutin setiap malam Jum’at dengan mengirimkan doa untuk keluarga yang sudah wafat, dan dikemas secara berjama’ah dalam suatu majlis atau dilakukan sendirian. Membaca tahlil seolah tidak hanya aktifitas relijius tetapi menjaga hubungan antara anak dan orang tua dan keluarga untuk selalu diikat dalam ikatan batin walaupun telah meninggal.

Mengirimkan doa dan bacaan melalui tahlil setidaknya seorang anak mengingat orang tuanya. Membaca tahlil bagi anak setidaknya menjadi pertanda anak shaleh/shalehah yang selalu mendoakan orang tuanya yang sudah meninggal. Dan itulah salah satu amal yang ditunggu oleh orang tua di alam barzah, yakni doa dari anak shaleh/shalehah?

Bayangkan jika seorang anak sudah melupakan untuk medoakan orang tuanya? Orang tua meninggal seolah tanpa bekas dan ingatan tentang mereka dan perjuangan mereka menjadi hilang. Tahlilan menjadi sarana bagi anak sebagai bentuk wujud bakti terhadap orang tua meskipun sudah meninggal.

Manfaat tahlil sebenarnya sangat banyak. Pertama, menghadiahi pahala bacaan al-Quran dan kalimat tayyibah. Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan, “Jika seseorang membaca Alquran, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit.” (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). 

Kedua, membaca tahlil juga menjadi pembelajaran bagi para jamaah untuk selalu terbiasa membaca kata “lailaha Illallah, Subhanallah, astaghfirullah dll”. Diketahui jika dengan mengucap kalimat tayyibah sampai ia menjalang kematiannya maka, allah akan menjamin umat itu untuk masuk kedalam surganya.

Tidak mudah memang untuk dapat mengucapkan kalimah tayyibah menjelang kematian seseorang, karena pada saat itu godaan syetan luar biasa dengan menjelma menjadi sosok yang menjadi kesenangan kita saat kita masih hidup sehat. Karena itulah, tahlilan adalah pengingat untuk selalu mengumandangkan tahlil.

Ketiga, bersedekah. Di samping bertahlil kita juga menjamu hidangan (sesuai kemampuan) kepada para jama’ah. Setelah tahlilan, biasanya pemilik hajat akan memberikan hidangan makanan untuk dimakan di tempat oleh Muslim yang ikut tahlilan, atau dibawa pulang oleh mereka. 

Pahala dari sedekah itu dapat menolak balak atau bencana dan dicintai orang lain. ketika seorang mukmin melakukan sedekah dijalan Allah maka, sedekah tersebut akan mampu menjadi investasi di akhirat kelak. 

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Hasyim bin al-Qasim, yang mana beliau meriwayatkan dari Al-Asyja’i, yang beliau sendiri mendengar dari Sofyan, bahwa Imam Thawus bin Kaisan ra pernah berkata, “Sesungguhnya orang mati difitnah (diuji dengan pertanyaan malaikat) didalam quburnya selama 7 hari, dan “mereka” menganjurkan (mensunnahkan) agar memberikan makan (pahalanya) untuk yang meninggal selama 7 hari tersebut”. 

Keempat, inilah sangat penting tahlilan adalah bagian sikap bakti anak kepada orang tua. Menjadi seorang anak adalah wajib hukumnya untu membaktikan dirinya keparada orang tua, dan dalam berbakti tidak hanya dilakuka sewaktu orang tua masih hidup tetapi juga ketika sudah meninggal. 

Maka bacaan tahlilan juga merupakan salah satu cara untuk bakti kita kepada orang tua sepanjang masa. Ditegaskan oleh Rasulullah, “semua manusia yang sudah mati akan terputus semua amalnya kecuali tiga hal: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak salih yang mendoakannya (doa anaknya).” 

Jika dilihat dalam perspektif psikologis, sebetulnya tradisi tahlilan pada hari-hari selama berkabung itu sangat membantu bagi şahib al-muşibah. Maka jika pada saat pihak keluarga dirundung duka, tahlil yang diadakan selama 1-7 akan membuat mereka yang ditinggalkan akan merasa terhibur. Maka inilah makna yang sesungguhnya dari ta’ziyah yang berarti menghibur (keluarga yang ditinggal mati). 

Dan dalam perspektif psikologis, selalu membaca tahlilan juga berarti mengingatkan anak kepada orang tuanya. Tahlilan mengikat tali dan ikatan batin anak dan orang tua. Dan tahlilan adalah wujud bakti melalui doa seorang anak kepada orang tua.

Bagikan Artikel ini:

About Ernawati

Check Also

hari guru nasional

Guru, Ustadz dan Kiayi : Sebuah Perenungan di Hari Guru Nasional

Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional untuk menghormati peran dan kontribusi para …

hebron

Menelusuri Palestina : Jejak Para Nabi dan Pesan Kebersamaan

Palestina, merupakan tanah suci yang merangkum sejarah agama-agama besar, mengisahkan jejak para nabi yang menginspirasi. …