corona dan keimanan
corona dan keimanan

Ujian Keimanan itu Bernama Corona

Corona bukan sekedah wabah penyakit, tetapi juga ujian keimanan umat beragama.


Semenjak Corona (Covid-19) mulai menginfeksi masyarakat Wuhan di Tiongkok, Indonesia adalah negara yang paling sering mengeluarkan statement religiusnya terkait wabah baru ini.

Wakil Presiden Indonesia KH Ma’ruf Amin pernah menyatakan bahwa Indonesia terbebas dari Corona berkat doa Qunut. Menkes Terawan juga pernah mengungkapkan bahwa Indonesia terbebas dari Corona berkat doa-doa dari para pemeluk agama. Kedua statment tersebut diungkapkan sebelum adanya indikasi Covid-19 menginfeksi WNI.

Setelah Covid-19 sampai ke Indonesia, beberapa pemuka agama juga memilih menanggapi dengan narasi relijius masing-masing. Narasi bermunculan dengan tafsir agama yang beragam.

Di kalangan umat Islam, ada yang menentang himbauan pemerintah agar beribadah, bekerja dan belajar di rumah serta menghindari keramaian untuk mengantisipasi penularan virus ini lebih luas lagi. Orang-orang yang menentang himbauan tersebut, melemparkan argumentasi ala paham aliran jabariyah yang menyerahkan segala sesuatunya secara total kepada Allah, sehingga tidak ada ikhtiyar sama sekali.

Sedangkan dalam aliran Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja), selain menyerahkan semuanya kepada Allah SWT, manusia harus juga berikhtiar. Terkait covid-19 ini, ikhtiar paling tepat adalah mematuhi instruksi dan himbauan pemerintah serta tim ahli medis supaya dapat menolong jiwa banyak orang.

Tak hanya dari kalangan Umat Islam rupanya yang berkomentar religius terkait intruksi pemerintah dalam meminimalisir serta mencegah penularan Covid-19, agama lain seperti Katolik pun ada yang mengingkari. Meskipun Paus Fransiskus dari Vatikan telah memberikan arahan supaya umat katolik beribadah di rumah masing-masing, namun tetap saja ada hamba yang mengingkari.

Rata-rata mereka memasrahkan dirinya secara totalitas kepada Tuhan. Mereka lupa bahwa jika terjangkit Covid-19, justru akan menyusahkan banyak orang. Seperti pemerintah, tim medis, keluarga, kerabat dekat dan orang-orang yang pernah bersama dengan mereka sebelum ditetapkan positif Covid-19.

Covid-19 menjadi ujian keimanan kita saat ini. Apakah kita termasuk orang-orang yang taat akan ulil amri (pemerintah) atau tidak, kita termasuk hamba-Nya yang seimbang antara hablu minallah dengan hablu minannas atau tidak dan juga apakah kita termasuk hamba yang ngeyelan atau tidak.

Covid-19 ini, akhirnya, benar-benar menjadi penentu dan parameter keimanan kita semua umat beragama. Bahwa kita selain harus mengingat Tuhan di manapun berada, kita juga harus ingat dengan keberadaan manusia di sekitar kita. Mari lawan Covid-19 bersama-sama.

Bagikan Artikel ini:

About Vinanda Febriani

Mahasiswi Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Check Also

jihad

Jihad Zaman Now: Menjaga Bumi, Memakmurkan Manusia

Jihad sering dikonotasikan sebagai perbuatan negatif yang merusak dan bermuara pada sejumlah tindakan teror, penindasan, …

muktamar nu

Menanti Kebijaksanaan Sang Pemimpin, Mungkinkah NU Kembali ke Khittah?

Saya bersyukur dalam pelaksanaan Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Lampung pada22-24/12/2021 lalu menghasilkan keputusan …