klepon tidak islami
klepon tidak islami

Viral Klepon Tak Islami, Ini Kriteria Makanan Islami dalam Al-Qur’an

Berdagang kurma bermodal menggadaikan agama. Inilah yang pantas disematkan kepada oknum yang secara picik menyebut kue Klepon bukan jajanan Islami. Jagat media sosial Indonesia sedang dihebohkan oleh poster bertulis kalimat “Kue Klepon tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yang tidak Islami dengan cara membeli jajanan Islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami”.

Tentu ini masih perlu ditelusuri secara mendalam. Apakah ini murni iklan atau memang sengaja menyebarkan disinformasi di tengah masyarakat. Namun, karakter masyarakat Indonesia semuanya menjadi heboh. Saat viral postingannya pun mendadak hilang.

Tentu saja ini bagian dari disinformasi di tengah masyarakat dengan tujuan tertentu. Keributan di tengah masyarakat atas viralnya postingan tersebut tentu adalah akibat yang dituai. Karena itulah, bisa jadi postingan ingin menyudutkan agama tertentu atau memang sengaja dibuat untuk sekedar iseng menghebohkan.

Tinggalkan semua asumsi itu, lalu perlu daya masyarakat agar tidak mudah gagap dengan sesuatu yang viral. Karena sudah terlanjur viral, tentu ada yang menanyakan emang benar klepon tidak Islami?  

Sebagaimana diketahui bersama, jajanan khas Nusantara ini terbuat dari bahan baku yang halal. Maka sangat tidak layak menyebutnya tidak Islami. Lalu makanan seperti apa yang dihalalkan untuk dikonsumsi?.

Pertanyaan ini dijawab oleh al Qur’an. Allah berfirman, “Mereka menanyakan padamu, “Apa yang dihalalkan bagi mereka”?. Katakanlah, dihalalkan bagi mereka thayyibat (segala yang baik)”. (QS. al Maidah:4).

Pada ayat yang lain Allah berfirman, ” Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah anugerahkan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya”. (QS. al Maidah: 88).

Menilik dua ayat di atas, ada dua kriteria makanan halal. Yakni halal dan baik. Halalan Thayyiban. Berdasar dua kriteria ini maka semua makanan boleh dikonsumsi senyampang memenuhi dua standar tersebut. Dengan kata lain, tidak ada makanan yang secara khusus disebut oleh al Qur’an dan hanya berada di negara tertentu. Semua makanan di planet bumi ini boleh dikonsumsi asal halal dan baik (layak dikonsumsi dan bergizi).

Kriteria makanan yang thayyib (baik untuk dikonsumsi) dijelaskan oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub dalam kitabnya Ma’ayiru al Halal wa al Haram. Dalam karyanya ini beliau memaparkan pendapat para ulama ketika mendefinisikan thayyib. Minimal makanan yang baik harus memenuhi tiga kriteria.

Pertama, tidak membahayakan fisik dan akal. Kriteria ini seperti yang ditulis Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir al Qur’an al ‘Adzim. Menurutnya, Allah memberi kebebasan seluas-luasnya kepada manusia untuk mengkonsumsi apa saja yang ada di bumi selama makanan itu halal dan baik. Tidak merusak fisik dan akal.

Kedua, menurut Imam Syafi’i dan beberapa ulama yang lain, makanan yang baik adalah makanan yang mengundang selera.

Ketiga, menurut Imam Malik dan Imam Thabari, makanan yang baik adalah makanan yang halal, tidak najis dan tidak diharamkan.

Tiga kriteria di atas sesuai dengan firman Allah, “Dia (Nabi Muhammad) menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan atas mereka atas yang buruk” (QS. al A’raf: 157).

Khabaits (buruk) yang menjadi antonim thayyib (baik) pada ayat ini dalam Mu’jam al Wasith diartikan sebagai sesuatu yang rusak, buruk dan tidak menyenangkan.

Kesimpulannya, standar makanan halal menurut hukum Islam harus memenuhi beberapa unsur, yaitu baik, tidak buruk, tidak rusak (kadaluarsa), mengundang selera, dan tidak merusak fisik dan akal. Dengan demikian, dari daerah manapun dan apapun bentuk makanan itu, selagi memenuhi kriteria-kriteria yang telah disebut maka boleh dikonsumsi.

Dalam konteks inilah sesungguhnya kriteria islami tidak ditentukan apakah itu berasal dari Arab atau bukan Arab. Kalau kemudian ada istilah makanan Islami, tentu semua makanan yang memenuhi kualifikasi tersebut serta tidak dibatasi oleh teretori negara tertentu. Kalaupun toh ada beberapa makanan yang istimewa seperti kurma karena menjadi konsumsi Nabi itu soal lain. Beda kriteria antara Islami dan Istimewa.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …