alam semesta
alam semesta

“Yang Buta Dan Yang Tuli” Sebuah Perumpamaan bagi Orang Kafir

Amtsal banyak kita temukan dalam Al-Qur’an sebagai analogi logis yang dijelaskan Allah untuk memberikan pelajaran yang jelas bagi seluruh umat manusia. Salah satu perumpamaan yang berkesan, logis, yang sangat mudah dipahami adalah perumpamaan yang diberikan  Allah terhadap perbedaan orang mu’min dan orang kafir yang disebutkan Dalam surah Hud ayat 24 di bawah ini yang berbunyi:

۞ مَثَلُ الْفَرِيْقَيْنِ كَالْاَعْمٰى وَالْاَصَمِّ وَالْبَصِيْرِ وَالسَّمِيْعِۗ هَلْ يَسْتَوِيٰنِ مَثَلًا ۗ اَفَلَا

ࣖتَذَكَّرُوْنَ

Artinya: “Perumpamaan kedua golongan (kafir dan mukmin) seperti orang buta dan orang tuli dengan orang yang dapat melihat dan yang dapat mendengar. Samakah kedua golongan itu? Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”

Jenis amtsal yang digambarkan di atas berupa amtsal al-musharrahah atau al-qiyasiyah.  Perumpamaan ini diberikan Allah untuk menggambarkan perbedaan orang muslim dan juga orang kafir sebagai orang yang dapat melihat dan dapat mendengar dengan orang yang buta dan tuli menjadi sebuah renungan bagi kita.

Mengapa perumpamaan mereka (orang kafir) digambarkan sebagai orang yang buta dan tuli? Tentunya yang dimaksud bukanlah orang yang benar-benar buta dan tuli secara fisik.

Dalam tafsir kemenag RI perumpamaan ini menyiratkan makna bahwa orang-orang kafir yang dapat melihat dengan jelas dan telinganya yang dapat mendengarkan segala macam ucapan dan bahasa tidak dapat mengambil kebenaran yang terpampang jelas di depan mata mereka dan tidak ingin mendengarkan kebenaran yang sudah disampaikan kepada mereka.

Mata dan telinga adalah dua karunia penting yang telah diberikan Allah kepada manusia. Jika salah satu dari dua indera ini tidak berfungsi dengan baik, Kehidupan kita sehari-hari akan terasa kesulitan.

Dengan mata, kita dapat melihat keindahan alam semesta, melihat kebaikan-kebaikan yang dilakukan orang lain yang dapat memicu kita untuk melakukan hal serupa dan dapat menyaksikan kebenaran sehingga lebih mudah untuk mengakkan kebenaran. Dengan telinga kita tentu dapat mendengar ilmu pengetahuan sebagai unsur pembeda antara kita manusia dengan hewan. Dan mudah bagi kita untuk mendengarkan lantunan indah ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Mata dan telinga adalah hal terpenting bagi sebuah mahluk hidup, terkhusus bagi seorang manusia agar kehidupannya lebih terasa sempurna. Dan sebagai seorang muslim, dua indera ini adalah bukti nyata untuk memperkuat keimanan kita yang mana telah banyak kita saksikan keindahan alam dan telah banyak kita dengarkan ilmu pengetahuan yang membuat kita takjub yang tidak mugkin terbentuk dengan sendirinya.

Dalam tafsir ibnu katsir ditegaskan bahwa orang muslim dan orang kafir tidaklah sama. orang muslim mendengar hujah-hujah dan dapat membedakannya dengan hal yang syubhat, maka dia tidak teperdaya oleh perkara yang batil. Maka apakah sama antara orang ini dan orang itu? (yakni antara orang mukmin dan orang kafir). Jawabannya, tentu tidak. Maka tidakkah kalian mengambil pelajaran (dari perbandingan itu)? (Hud: 24) Tidakkah kalian mengambil pelajaran, kemudian kalian membedakan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir itu

Oleh karna itu, perumpamaan yang diberikan oleh Allah dalam ayat ini sangatlah mewakilkan definisi keajaiban dari nikmatnya bahwa tanpa dua indera berharga ini kehidupan seseorang tentu akan megalami banyak kesulitan. Orang-orang kafir yang dapat melihat dan mendengar secara fisik tidaklah bisa merasakan keajaiban sebuah kebenaran dari Al-Qur’an yang tentu dari sini menyiratkan makna bahwa tidak ada gunanya mata dan telinga mereka sebab mereka tidak bisa merasakan keajaiban yang telah Allah berikan kepada mereka.

Dan hendaknya, bagi seorang muslim dapat menjadikan ini sebuah hikmah dengan tidak menyia-nyiakan Indera penglihatan dan pendengaran ini dengan hal-hal yang tidak berguna yang akan menjerumuskan kepada kekufuran dan pengikisan iman.

 

Bagikan Artikel ini:

About Fitra Istifarizha

Mahasiswi Universitas PTIQ Jakarta