082479700 1601026076 830 556

Kiprah Pendiri Pesantren Lirboyo di Medan Perang Kemerdekaan

Jakarta – KH. Abdul Karim atau yang biasa disapa Mbah Manab muassis Pondok Pesantren Lirboyo Kediri bukan hanya seorang kiai yang alim namun juga merupakan sosok yang berada dibalik gerakan santri untuk mengusir penjajah pada zaman kemerdekaan. Kiprahnya dengan merestui serta mendoakan santri-santri Lirboyo yang turun ke medan pertempuran menjadi tanda kecintaan pada nusantara yang ingin terbebas dari penjajahan.

Dilansir dari laman republika.co.id Kiai Abdul Karim Lahir di Magelang pada 1856, Mbah Manab sejak remaja sudah mengembara dari satu pesantren ke pesantren lain untuk menimba ilmu. Dari Babadan hingga Bangkalan, Madura, perjalanan intelektual dan spiritualnya menempuh jarak panjang selama puluhan tahun. 

Selama 23 tahun, ia menimba ilmu dari ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan, sebelum kemudian bersahabat dekat dengan pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari.

Dari hubungan persahabatan itulah, KH Hasyim Asy’ari menjodohkan Mbah Manab dengan Nyai Dlomroh, putri KH Sholeh dari Banjarmelati, Kediri. Dari pernikahan itu, Mbah Manab hijrah ke desa Lirboyo pada tahun 1910, dan mendirikan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo — cikal bakal pesantren besar yang kini menjadi salah satu mercusuar ilmu keislaman di Indonesia.

Lirboyo bukan hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga kawah candradimuka para pejuang. Ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, semangat jihad santri-santri Lirboyo ikut berkobar. Mereka tak sekadar memegang kitab, tetapi juga mengangkat senjata.

Sejarawan pesantren M. Haromain mencatat, pada masa revolusi, santri-santri Lirboyo bergabung dengan Laskar Hizbullah di bawah komando KH Mahrus Aly, menantu Mbah Manab. Dengan senjata seadanya, mereka berangkat ke Surabaya membantu arek-arek Suroboyo menghadapi tentara sekutu dalam pertempuran 10 November 1945. 

“Rombongan santri Lirboyo berhasil merebut sembilan pucuk senjata dari musuh dan semuanya kembali dalam keadaan selamat,” tulis Haromain dalam buku “Sejarah Pesantren Lirboyo”.

Sebelum pertempuran Surabaya pecah, sebanyak 440 santri Lirboyo sudah terjun melucuti senjata tentara Jepang di Kediri. Aksi yang dipimpin KH Mahrus Aly dan Mayor Mahfud itu sukses membawa satu truk senjata yang kemudian diserahkan ke Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Semua perjuangan itu berlangsung di bawah restu dan doa Mbah Manab. Dari Lirboyo, sang kiai tak henti mengirimkan kekuatan batin bagi para santrinya yang berjuang di medan tempur.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

060567700 1740995185 830 556

Santri Dari Mutholaah Kitab Kuning Ke Digital

JAKARTA — Santri bukan sekedar pembelajar di pondok pesantren namun lebih jauh santri menjadi penjaga …

KH Maman Imanulhaq 1

Hari Santri 2025; Santri Garda Terdepan Jaga Kedaulatan Bangsa dan Rawat Nilai-Nilai Keislaman yang Damai

Jakarta – Perjuangan santri tidak boleh dibatasi hanya pada ruang ibadah dan ritual keagamaan. Santri …