Denpasar – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali menggelar kegiatan Sekolah Damai Bali sebagai upaya menanamkan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan pendidikan. Acara yang mengangkat tema “Pelajar Cerdas Cinta Damai” ini berlangsung di Aula SMA Negeri 1 Denpasar, Jumat (7/11/2025), diikuti lebih dari 200 pelajar SMA se-Denpasar.
Deputi I BNPT Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M.Han., menyampaikan bahwa pendidikan merupakan garda terdepan dalam membentengi generasi muda dari paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
“Radikalisme tumbuh dari cara berpikir yang tertutup dan menolak perbedaan. Padahal semua agama mengajarkan kasih sayang, cinta damai, dan menghormati sesama manusia,” ujar Sudaryanto.
Ia mengingatkan para pelajar untuk senantiasa menerapkan prinsip “3M” — Menimbang, Memilah, dan Memilih — dalam menerima setiap informasi, terutama yang bersumber dari media sosial. Langkah ini penting agar generasi muda tidak mudah terprovokasi oleh ajaran yang menyesatkan dan mengatasnamakan agama.
“Gunakan akal sehat dan nurani yang bersih dalam menilai setiap informasi. Kebenaran sejati tidak pernah mengajarkan kebencian atau kekerasan,” pesannya.
Sudaryanto juga menyoroti potensi penyalahgunaan online games seperti Roblox yang memuat simulasi kekerasan dan simbol-simbol ekstrem. Ia mengimbau siswa untuk lebih bijak dan selektif dalam memilih hiburan digital agar tidak menjadi pintu masuk proses radikalisasi.
Pada kesempatan yang sama, Firdaus Salam Isnanto, mitra deradikalisasi BNPT, membagikan kisah perjalanannya dalam proses penyadaran diri setelah sempat terpapar paham intoleran. Ia menuturkan bahwa sebagian besar pelaku terorisme bukanlah orang yang taat beragama, melainkan mereka yang minim ilmu dan pemahaman agama yang benar.
“Banyak di antara mereka bahkan tidak bisa membaca Al-Qur’an. Pemahaman agama yang dangkal membuat seseorang mudah salah tafsir dan kehilangan empati,” ungkap Firdaus.
Sementara itu, Kepala Disdikpora Provinsi Bali, A.A. Istri Vera Laksmi Dewi, S.E., M.M., mengapresiasi kegiatan ini karena dinilai memberi manfaat besar bagi tenaga pendidik dan siswa. Ia menegaskan bahwa pencegahan paham radikal-terorisme tidak hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga orang tua dan masyarakat.
“Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Komunikasi yang hangat dan pendidikan yang penuh kasih sayang di rumah menjadi benteng utama dari pengaruh paham yang menyesatkan,” ujarnya.
Menurutnya, kearifan lokal Bali dengan adat dan nilai Awig-Awig-nya menjadi benteng alami dalam menjaga harmoni sosial dan mencegah infiltrasi ideologi transnasional.
“Adat kami mengajarkan rasa hormat, gotong royong, dan keseimbangan. Nilai-nilai itu sejalan dengan ajaran agama manapun yang mencintai perdamaian,” pungkas Istri Vera.
Melalui kegiatan Sekolah Damai Bali, diharapkan para pelajar mampu menjadi generasi beriman, berilmu, dan berakhlak yang menjadikan Pancasila sebagai cermin nilai-nilai religius: cinta kasih, toleransi, dan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah