ulama nusantara
ulama nusantara

3 - 4 minutes readDi Tengah Banjir Klaim Bid’ah dan Pengkafiran, Pesan Abdullah bin Alawi Al Haddad : Jangan Hanya Diam, Tampakkan Ilmumu

Reader Mode

Beberapa hari lalu KH. Syukron Makmun menyuarakan “tantangan terbuka” kepada kelompok Wahabi. Ihwal tantangan tersebut disampaikan dalam pidato beliau menyikapi kegaduhan ikhtilaf hukum musik. Beliau menyatakan, mengundang pembesar Wahabi untuk datang ke tempat beliau di Pondok Pesantren Darul Rahman.

Tidak hanya itu, KH. Syukron Makmun juga meminta mereka membawa referensi atau kitab-kitab yang menjadi landasan argumen sehingga mereka kerap melontarkan tuduhan bid’ah dan sesat terhadap kelompok lain, terutama kaum Nahdliyyin.

Hal ini tentu bukan bentuk arogansi atau kesombongan, melainkan semata pembelaan beliau terhadap ajaran Aswaja dan demi menjaga NKRI tetap damai, jauh dari petaka perpecahan sesama anak bangsa.

Sikap tegas KH. Syukron Makmun jelas merupakan alarm peringatan bagi umat Islam, khususnya kaum Nahdliyyin, supaya tidak mendiamkan fenomena sepak terjang kelompok Wahabi yang berkamuflase menjadi gerakan Salafi yang sangat mengganggu kehidupan keberagamaan di tanah air kita.

Ternyata, apa yang dilakukan oleh KH. Syukron Makmun beberapa tahun yang silam telah ditulis oleh Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad dalam kitabnya Ad Dakwah at Tammah. Apa yang beliau ungkapkan adalah sebuah keresahan terhadap orang-orang yang berilmu yang berdiam diri, sementara terjadi kebisingan dalam keberagamaan yang berpotensi memicu perpecahan.

Habib Abdullah bin Alawi al Haddad mengatakan, telah menjamur di era kita bid’ah, kemungkaran, orang-orang banyak melupakan ajaran agama, banyak berpaling dari hukum Allah dan lebih mementingkan dunia dari pada akhirat.

Perlu diketahui, bid’ah disini bukan seperti apa yang ada dalam benak kelompok Wahabi, bid’ah adalah sesuatu yang tidak dilandaskan pada dalil nas, baik al Qur’an, hadits, qiyas maupun ijma’ para ulama. Selama amaliah memiliki argumentasi dalil maka tidak bisa disebut bid’ah.

Bid’ah adalah mengada-ada terhadap suatu persoalan keagamaan, dianggap berdasar pada ajaran Nabi, padahal hasil ijtihad semata. Misalnya, dalam konteks kehidupan berbangsa bid’ah paling tampak adalah ide pendirian negara khilafah yang disangka satu-satunya sistem pemerintahan yang diakui dalam Islam, padahal bersumber dari hasil ijtihad.

Dalam aktifitas beragama sehari-hari, bid’ah bukan ziarah kubur, bukan pula tahlilan, melainkan prilaku menyalahkan amaliah yang secara jelas ada dalilnya. Lebih jauh lagi, tuduhan-tuduhan seperti itu merupakan kemungkaran dan berpaling dari ajaran agama sebab mengingkari amaliah-amaliah yang jelas ada dalilnya.

Tuduhan-tuduhan yang selama ini dilontarkan oleh kelompok Wahabi yang kemudian berubah nama menjadi Salafi terhadap kelompok Nahdliyyin, adalah perilaku melupakan akhirat ditukar dengan hal-hal duniawi. Kenapa demikian? Sebab menimbulkan keresahan dan mengancam pertikaian dan retaknya persatuan umat.

Abdullah bin Alawi Al Haddad dalam kitabnya Ad Dakwah at Tammah mengatakan, sangat disayangkan apabila orang-orang yang menguasai ilmu agama secara baik diam dan tidak peduli untuk menyampaikan kebenaran. Mereka selayaknya tidak berdiam diri, minimal berdoa kepada Allah supaya hal tersebut segera berakhir.

Semestinya, para alim melakukan upaya dengan kemampuan masing-masing untuk mengakhiri, dan bahkan mematikan kemungkaran yang terjadi dalam kehidupan keberagamaan.

Rasulullah bersabda: “Apabila fitnah-fitnah telah menjamur dan sahabat-sahabatku telah dicaci maki, maka hendaklah orang yang berilmu (alim) menampakkan ilmunya. Kalau tidak, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat dan semua manusia…”.

Wajar kalau kemudian KH. Syukron Makmun bertindak demikian, untuk memberikan inspirasi dan memotivasi kepada seluruh umat Islam, terutama alim ulama dari kalangan Nahdliyyin, untuk tidak berdiam diri melihat kenyataan yang dilakukan oleh kelompok Wahabi atau Salafi.

Bid’ah bukanlah seperti apa yang disangka oleh kelompok Wahabi atau Salafi selama ini. Mereka telah salah persepsi mendefinisikan bid’ah. Hal seperti ini bisa terjadi karena dua hal; tidak mengerti agama secara mendalam atau sengaja memancing kekisruhan selanjutnya akan dimanfaatkan untuk sebuah kepentingan, dan tidak mustahil kepentingan tersebut adalah kekuasaan.

Karenanya, baik di mimbar podium, mimbar khutbah, dan di media sosial orang-orang alim hendaklah bersuara sebagai counter wacana dan narasi-narasi kelompok Wahabi yang selama ini benar-benar menimbulkan keresahan dalam kehidupan beragama. Melakukan hal demikian tidak hanya mensterilkan ajaran agama, namun menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan hal lebih penting adalah mengajarkan kepada kelompok Wahabi atau Salafi bahwa mereka selama kurang “ngopi” sehingga tidak memahami agama secara mendalam.

 

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

rumah di tepi sungai

Bangun Rumah di Tepi Sungai: Tantangan dan Solusi Berdasarkan Perspektif Hukum Islam

Reader ModeMasalah “tuna wisma” atau tidak memiliki tempat tinggal masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat …

material di pinggir jalan

Meletakkan Material Bangunan di Pinggir Jalan

Reader ModeKerap terjadi material atau bahan bangunan seperti pasir dan batu bata diletakkan begitu saja …