radikalisme agama

Gerakan Radikal Berkedok Agama Rambah 15 Provinsi di Indonesia

Pati – Gerakan radikal berkedok agama telah merambah ke-15 provinsi di Indonesia. Fakta ini perlu disikapi secara serius, apalagi menjelang tahun politik.

Hal itu diungkapkan oleh oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pati Prof Dr KH Abdul Karim saat membuka acara Sosialisasi Pendidikan Moderasi Beragama bagi Guru PAI SMA dan SMK se-Kabupaten Pati, Senin (31/7/2023). Menurutnya, data itu didapat dari Badan Intelijen Negara (BIN).

“Dari persebaran gerakan radikal tersebut, di antaranya telah menyentuh kalangan pelajar dan mahasiswa,” ujar Kiai Abdul Karim.

Karenanya, katanya, lembaga pendidikan harus lebih peduli dan melakukan langkah nyata dalam mencegah dan menghentikan penyebaran paham radikalisme berbalut agama.

“Sangat memprihatinkan. radikalisme sudah berkembang di lembaga pendidikan. Sekitar 39 persen mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia terpapar gerakan radikal,” ungkapnya.

Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Unisnu Jepara Dr Mayadina Rohmi Musfiroh, dosen IAIN Kudus Moh Dhofir MAg, dan anggota Komisi E DPRD Jateng Endro Dwi Cahyono.

Lebih lanjut Prof Karim menjelaskan, saat ini pihaknya memfokuskan pada lembaga pendidikan untuk mencegah semakin merebaknya paham radikalisme. Itu dilakukan melalui sosialisasi moderasi beragama kepada guru PAI SMA dan SMK. Berdasar penelitian, terdapat 23,3 persen pelajar setingkat SMA yang terpapar paham tersebut.

“MUI menyelenggarakan sosialisasi pendidikan moderasi beragama kepada guru agama di SMA dan SMK agar diteruskan kepada peserta didik. Mereka nanti akan menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi,” tandasnya.

Menurutnya, pelajar dan mahasiswa merupakan pilar penting bagi bangsa ini. Mengingat, mereka merupakan generasi yang akan meneruskan kepemimpinan Indonesia.

Ia menilai radikalisme, sangat berbahaya bagi kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Radikalisme diawali dengan pemahaman agama yang kurang baik sehingga memunculkan sikap intoleran.

“Jika dibiarkan berkembang, maka dapat memecah belah keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk,” pungkasnya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Ahmad Tholabi Kharlie

Hari Santri 2025: Santri di Era Digital, Menjaga Adab di Tengah Arus Teknologi

Jakarta — Setiap 22 Oktober, gema Hari Santri selalu mengingatkan bangsa Indonesia pada satu hal: …

daging dan sosis babi

Babi Dinilai Bergizi, Tapi Tetap Haram: Mengapa Islam Melarang yang Tampak Baik?

Baru-baru ini, sebuah penelitian internasional yang dikutip oleh Food.detik.com, mengungkap daftar 100 makanan paling bergizi …