Prof Tholabi Kharlie
Prof Ahmad Tholabi Kharlie

Hadirkan Alquran Sebagai Pedoman Nilai dan Moral di Tengah Derasnnya Arus Digital

Jakarta – Dalam dunia modern yang serba cepat dan terkoneksi, Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar sekaligus Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menegaskan pentingnya menghadirkan Alquran sebagai pedoman nilai dan arah moral di tengah derasnya arus digital.

Pesan itu ia sampaikan dalam kegiatan Studium Generale dan pembukaan Program Pendidikan dan Pembinaan Pengembangan al-Qur’an (P3Q) yang diselenggarakan oleh Lembaga Tahfizh dan Ta’lim al-Qur’an (LTTQ) UIN Jakarta. Kegiatan ini mengusung tema “Kembali ke Alquran: Membangun Generasi Qurani di Era Digital.”

Menurut Tholabi, generasi masa kini hidup dalam pusaran informasi tanpa henti — kondisi yang sering kali menimbulkan ilusi pengetahuan tanpa kedalaman makna.

“Kita hidup di zaman ketika pengetahuan tersedia di ujung jari, tetapi refleksi semakin jarang. Generasi digital cepat menerima informasi, tapi sering gagal memahami maknanya,” ujarnya.

Ia menggambarkan masyarakat modern sebagai sosok yang “terkoneksi tetapi terasing” — terhubung secara digital, namun tercerabut dari akar nilai spiritual.

“Konektivitas tidak selalu berarti kedekatan nilai. Banyak orang dapat berbicara lintas benua, tapi tak lagi mampu berdialog dengan nuraninya,” tuturnya.

Tholabi menilai, banjir informasi yang melanda kehidupan modern telah menenggelamkan kepekaan dan substansi. “Kita semakin banyak tahu, tapi semakin sedikit yang kita pahami,” katanya, seraya menyebut fenomena ini sebagai bentuk baru dari krisis modernitas.

Di tengah situasi tersebut, Alquran, menurutnya, hadir sebagai kompas moral yang tak tergantikan. Mengutip surah Al-Isra’ ayat 9, Tholabi menegaskan bahwa kitab suci ini menjadi petunjuk bagi jalan hidup yang paling lurus.

“Alquran bukan sekadar teks kebenaran, melainkan panduan berpikir yang mengajarkan keteraturan di tengah kekacauan informasi dan arah di tengah disorientasi nilai,” jelasnya.

Ia kemudian menguraikan tiga prinsip utama Alquran yang perlu dihidupkan dalam kehidupan digital:

Tabayyun atau verifikasi informasi (QS. Al-Hujurat: 6).

“Setiap berita yang belum diverifikasi bisa melahirkan fitnah. Dunia maya harus dibangun di atas budaya tabayyun agar tetap sehat dan bermartabat,” tegasnya.

Qaul sadid, yakni perkataan yang benar dan bijak (QS. Al-Ahzab: 70).

“Kata-kata kita di dunia digital mencerminkan akhlak kita. Gunakan kebenaran dan kesantunan, bahkan di ruang komentar,” pesannya.

Amanah digital, yaitu kesadaran moral bahwa setiap unggahan dan jejak daring adalah tanggung jawab spiritual.

“Jejak digital adalah cermin integritas. Setiap klik, setiap postingan, adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban,” ujar Tholabi.

Lebih jauh, ia menilai tantangan terbesar generasi muda bukanlah menguasai teknologi, tetapi menguasai diri di tengah teknologi.

“Menjadi Qurani bukan berarti menolak kemajuan, tetapi menundukkannya dengan nilai. Di tangan generasi Qurani, teknologi menjadi sarana dakwah, bukan sumber kehancuran,” katanya.

Tholabi menggambarkan generasi Qurani sebagai insan yang menyatukan kecerdasan digital dengan kebeningan spiritual — berpikir dengan ilmu, bergerak dengan adab.

“Alquran tidak melarang kemajuan, justru menuntun agar setiap kemajuan membawa kemaslahatan,” tambahnya.

Menutup orasinya, Tholabi mengajak civitas akademika untuk menjadikan kampus sebagai ruang pembentukan karakter Qurani yang adaptif terhadap perubahan zaman.

“Kembali ke Alquran bukanlah langkah mundur, melainkan cara terbaik untuk melangkah lebih jauh dengan arah yang benar,” pungkasnya.

Pesan ini menjadi pengingat kuat bahwa di tengah dunia yang penuh koneksi digital, hanya nilai-nilai Alquran yang mampu memastikan manusia tetap memiliki arah dan makna.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir copy

Sumpah Pemuda, Ikrar Iman untuk Indonesia Berakhlak

Jakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir mengajak generasi muda Indonesia untuk …

Miftahul Ulum MPS. M.Sc . Ph.D

Sumpah Pemuda dan Jihad Digital: Meneguhkan Nilai Kebangsaan di Era AI

Jakarta – Spirit Sumpah Pemuda yang digelorakan pada 28 Oktober 1928 tak sekadar menjadi catatan …