Jakarta – Puluhan santri yang tergabung dalam Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat mendatangi Kompleks DPR RI, Kamis (16/10/2025). Mereka mendesak DPR serta lembaga penyiaran seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Digital (Komdigi) untuk menegakkan keadilan dan melindungi dunia pesantren dari pelecehan di media massa.
Ketua Himasal Jabodetabek, Agus Salim, menyampaikan bahwa kedatangan mereka merupakan bentuk keprihatinan sekaligus tuntutan agar insiden tayangan program “Xpose Uncensored” di Trans7, yang dianggap melecehkan pesantren Lirboyo, tidak terulang kembali.
“Jadi kedatangan kami ini menuntut keadilan seadil-adilnya bagi dunia pendidikan pesantren,” tegas Agus dalam audiensi bersama Pimpinan DPR RI, perwakilan Trans7, KPI, dan Komdigi.
Sebelum memulai penyampaian tuntutan, rombongan Himasal terlebih dahulu memanjatkan doa Al-Fatihah dan bertawasul untuk para pendiri Pondok Pesantren Lirboyo sebagai bentuk penghormatan.
Sementara itu, Ketua Himasal Jawa Barat, Ubaidilah Harist, memaparkan tujuh poin desakan yang mereka sampaikan dalam pertemuan tersebut.
Pertama, Himasal meminta DPR agar memeriksa pihak Trans7 terkait penayangan “Xpose Uncensored” pada 13 Oktober 2025 yang dianggap mencederai kehormatan pesantren.
Kedua, KPI diminta melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh proses produksi tayangan tersebut — mulai dari naskah, riset lapangan, hingga proses penyuntingan — untuk menelusuri potensi pelecehan terhadap lembaga keagamaan.
Ketiga, Himasal mendorong KPI menyusun pedoman perilaku dan standar penyiaran baru yang lebih sensitif terhadap isu keagamaan.
Keempat, KPI diharapkan meninjau ulang regulasi penyiaran yang mengatur pemberitaan tentang pondok pesantren, ulama, serta simbol keagamaan agar lembaga pendidikan Islam mendapat perlindungan yang memadai.
Kelima, industri media didorong untuk meningkatkan literasi keagamaan bagi seluruh kru dan tim produksi guna menghindari bias atau distorsi dalam pemberitaan pesantren.
Keenam, Himasal meminta agar warga pesantren dilibatkan secara aktif dalam proses revisi pedoman penyiaran terkait keagamaan.
Ketujuh, mereka menuntut penghentian tayangan “Xpose Uncensored” di Trans7.
“Menghormati guru bukan berarti perbudakan. Itu yang perlu dipahami dan dimengerti oleh dunia pers,” ujar Ubaidilah.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Trans7, Atiek Nur Wahyuni, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah memutus kerja sama dengan rumah produksi (PH) yang membuat tayangan tersebut.
“Kami mohon maaf kepada seluruh kiai, pengasuh, santri, dan keluarga besar pondok pesantren di Indonesia. Kami juga sudah menghentikan kerja sama dengan pihak PH yang memproduksi tayangan itu,” kata Atiek.
Dalam pertemuan tersebut turut hadir sejumlah anggota DPR, antara lain Ketua Fraksi PKB Jazilul Fawaid, Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh, Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq, Anggota Komisi X DPR Habib Syarief, Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani, serta Ketua KPI Pusat, Ubaidillah.