Perbedaan Hukum Memakan Daging Kurban
Perbedaan Hukum Memakan Daging Kurban

Ibadah Kurban: Berkurban Tapi Dimakan Sendiri, Bolehkah?

Lazimnya, daging hewan kurban diberikan kepada fakir dan miskin. Orang yang berkurban atas nama dirinya hanya diperbolehkan memakan sepertiga dari daging hewan kurbannya. Bahkan, jika kurban diperuntukkan bagi orang yang telah meninggal dunia, keluarga yang berkurban sama sekali tidak boleh memakan daging kurban tersebut (Al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra: Maktabah al Islamiyyah; 4 hal. 253).

Ibadah kurban memiliki dua dimensi: vertikal dan horizontal. Yakni, ibadah kepada Allah sekaligus ibadah sosial. Oleh karena itu, sebaiknya daging hewan kurban diberikan kepada mereka yang layak menerima, seperti fakir dan miskin. Pembagian ini diutamakan kepada mereka yang paling dekat, seperti kerabat, tetangga, dan orang-orang terdekat lainnya. Kurban memiliki nilai yang sama dengan sedekah, dan daging hewan kurban yang dibagikan sejatinya berfungsi sebagai sedekah kepada mereka yang membutuhkan.

Bagaimana Jika Daging Hewan Kurban Dimakan Sendiri?

Di beberapa daerah, perayaan Hari Raya Idul Adha tidak kalah meriah dengan Idul Fitri, bahkan lebih mewah karena setiap tamu yang berlebaran dihidangkan makanan berat. Karenanya, mereka melakukan persiapan masak besar dengan belanja daging dan semacamnya. Alih-alih menyiapkan anggaran belanja daging, momen Idul Adha yang juga disebut Hari Raya Kurban dijadikan momentum untuk “sekali berdayung dua pulau terlampaui”. Anggaran belanja tadi dibelikan kambing untuk hewan kurban, sementara dagingnya dimakan sekeluarga, atau disuguhkan kepada sanak saudara dan handai taulan yang datang berlebaran.

Pendapat Fikih

Sebagian ulama fikih mengatakan hal tersebut boleh-boleh saja. Pendapat ini dikemukakan oleh Abul Abbas bin Suraij, Abul Abbas bin al Qash, Istakhri, dan Ibnul Wakil. Menurut mereka, orang yang berkurban boleh memakan daging kurbannya seluruhnya tanpa harus dibagikan kepada orang lain. Alasannya, berkurban pada intinya adalah mengalirkan darah hewan kurban, itu sudah cukup sekalipun dagingnya tidak dibagikan (Al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra; Maktabah al Islamiyyah: 4 hal. 253).

Mengutamakan Pembagian kepada Fakir Miskin

Namun, sekalipun boleh, alangkah baiknya daging hewan kurban diberikan kepada fakir miskin. Sebab jika dimakan sendiri bersama keluarga, fungsi sosial ibadah kurban terabaikan. Pendapat seperti ini bisa diterapkan manakala di suatu daerah banyak orang yang berkurban sehingga daging kurban menumpuk dan fakir miskin di sekitar tempat tersebut telah mendapat jatah seluruhnya.

Manfaat Membagikan Daging Kurban

  1. Membantu Mereka yang Membutuhkan: Fakir miskin mendapatkan asupan protein yang bergizi.
  2. Meningkatkan Kepedulian Sosial: Meningkatkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama.
  3. Memperkuat Silaturahmi: Membagikan daging kurban kepada tetangga dan kerabat dapat memperkuat hubungan sosial.
  4. Meningkatkan Berkah: Berbagi rezeki dengan orang lain akan membawa berkah dalam kehidupan.

Membagikan daging kurban merupakan tindakan mulia yang sejalan dengan semangat Idul Adha. Oleh karena itu, meskipun diperbolehkan untuk memakan sendiri daging kurban, alangkah baiknya untuk tetap memperhatikan aspek sosial dari ibadah ini.

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

menunggu orang sakit

Tidak Shalat Jum’at karena Menjaga Orang Sakit?

Ketika salah satu anggota keluarga jatuh sakit, biasanya ada satu atau lebih anggota keluarga yang …

haid saat ihram

Hukum Ihram Wanita Haid: Panduan Lengkap Berdasarkan Fikih

Dalam pelaksanaan ibadah haji, ada dua istilah yang harus dipahami, yaitu rukun haji dan wajib …