insyallah

Jangan Salah Memahami “Insyallah” Ketika Berjanji

Terkadang ketika berjanji seseorang memandang remeh kata “insyallah”. Konotasi Insyallah memberikan makna ketidakpastian. Bahkan sebagian orang menganggapnya, berarti belum pasti.

Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, ketika diundang : ia akan berkata, Insyallah saya akan datang. Kata Insyallah seolah memberikan pengertian bagi pengucapnya untuk tidak terikat dengan janji. Datang atau tidak adalah persoalan nanti. Insyallah seolah menjadi alibi untuk lepas dari beban dan amanat.

Sementara bagi orang yang mendengarnya, kata Insyallah dipandang ketidakseriusan. Jika mendengar kata insyallah orang itu sudah menyimpulkan, berarti masih belum pasti memenuhi.

Sejatinya, pemahaman seperti itu adalah keliru. Komitmen untuk memenuhi janji adalah keharusan. Misalnya, ketika seseorang mengatakan akan hadir, berarti itu terhitung janji sekalipun ia mengucapkan Insyallah. Insyallah bukan sebagai alasan ketika nanti tidak bisa menghadiri. “kan kemaren saya bilang Insyallah, wajar dong saya tidak bisa datang”.

Mari lihat, asal muasal Insyallah ini muncul sebagai etika sosial dalam berjanji. Konon, Nabi didatangi oleh beberapa kelompok orang Yahudi yang ingin berdiskusi dan membuktikan kenabiannya. Mereka menantang Nabi jika memang seorang Nabi pastilah tahu cerita tentang Zulkarnain, ruh dan Lukmanul Hakim.

Nabi mendapatkan tantangan itu merasa percaya diri. “ baik datang besok saya akan memberikan jawabannya”. Kepercayaan diri Nabi lantaran lazimnya Malaikat Jibril akan datang memberikan bantuan dan informasi sebagaimana yang diharapkan. Namun, Jibril tidak kunjung datang dalam beberapa hari itu, sehingga Nabi berkali-kali harus mengatakan tunggu besok.

Nabi seolah “mangkel” terhadap Jibril yang justru membiarkan dirinya dalam masalah. Lalu, Jibril datang dengan menegor melalui Surat Al Kahfi : “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi () kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini” (QS: Al-Kahfi Ayat 22-23).

Surat ini menjadi pembelajaran bagi umat Islam melalui pembelajaran kisah yang diberikan oleh Nabi dan Jibril. Sejak itulah, disyariatkan ketika berjanji untuk mengatakan Insyallah. Etika seorang muslim ketika berjanji harus menyertakan kekuasaan Tuhan atas segala yang akan terjadi.

Meskipun diri ini percaya mampu bisa, tetapi sesungguhnya ke-bisa-an kita tergantung pada kehendak Allah. Karena itulah, ke-bisa-an manusia harus disertai dengan keyakinan atas kehendak Allah, bukan semata karena ke-bisa-an manusia itu sendiri.

Kata “insyallah” dalam janji dengan demikian, bukan alasan untuk menghindari janji. Janji tetap sebagai komitmen, tetapi diri kita meyakini tidak akan bisa jika tanpa kehendak Allah di esok pagi atau waktu berikutnya.

Namun, ketika kita berjanji berarti kita mempunyai tanggungjawab untuk memenuhinya. Tidak ada alasan untuk mengatakan “insyallah” sebagai pelimpahan tanggungjawab janji kita dilimpahkan kepada Allah. Sangat Salah.

Insyallah adalah bentuk penegasan bahwa diri kita berkomitmen untuk memenuhi janji, tetapi sepenuhnya kehendak Allah yang menyertai itu semua. Insyallah justru menjadi penegasan keyakinan bahwa diri kita mampu menghadiri undangan tertentu atas kehendak Allah. Jika itu tidak terjadi, meminta maaflah dan membayar janji yang tidak ditepatinya.

Sungguh janji adalah suatu yang harus dipenuhi. Karena ciri orang munafik adalah mereka yang selalu mengingkarinya. Dalam sebuah hadist : Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, jika berkata-kata ia berdusta. Kedua, jika berjanji ia mengingkari. Ketiga, jika diberi amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

orang tua

Keyakinan Tidak Bisa Meruntuhkan Perintah Kebaikan Sosial

Tidak ada halangan untuk berbuat kebaikan karena persoalan perbedaan keyakinan. Perbedaan keyakinan bukan menjadi halangan …

rasulullah

Rasanya Adem dan Sejuk, Jika Hidup Berdampingan dengan Rasulullah

Rasullah tegas. Namun, bukan berarti Rasulullah selalu menampakkan wajah sangar dan menyeramkan. Selalu berapi-api dalam …