‘Ngabubu Right yang digelar Subdit KP BNPT bersama Duta Damai Dunia Maya Regional Jabar
‘Ngabubu Right’ yang digelar Subdit KP BNPT bersama Duta Damai Dunia Maya Regional Jabar

Jangan Silent Majority, Generasi Muda Didorong Tebarkan Perdamaian di Medsos

Bandung – Penyebaran paham radikal terorisme, berita bohong (hoaks), adu domba dan hate speech  masih terus saja bertebaran di dunia maya. Karena itu, masyarakat harus terus diberikan literasi dan pemahaman terkait hal-hal negatif diatas terutama yang berbasis media sosial. Ini menjadi tugas seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda terpelajar yang didorong untuk menebarkan konten-konten perdamaian di dunia maya.

Guru Besar bidang Ilmu Tafsir Al-Quran dari Universita Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung,  Prof. Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag, mengatakan generasi muda diminta untuk tidak menjadi silent majority (diam) dalam menciptakan perdamaian di negeri ini. Generasi muda harus aktif untuk terus menebarkan perdamaian melalui dunia maya.

“Saya kira memang perlu ada respon yang aktif dari generasi muda untuk mengisi konten-konten digital dengan pesan-pesan yang damai dan baik. Karena bagaimanapun dunia maya atau dunia digital itu akan selalu hadir. Karena melalui dunia maya, dunia menjadi luas dan terbuka,” ujar Prof. Jajang.

Pernyataan itu diucapkan Prof Jajang pada acara dialog bertajuk ‘Ngabubu Right’ yang digelar Subdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT bersama Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Barat. Acara yang menggambil tema “Kuatkan Literasi Damai di Bulan Ramadan” dengan diikuti sekitar 90 generasi muda dari berbagai profesi di Swiss Bel Hotel, Dago, Bandung, Rabu (12/4/2023).

Menurut Ketua Dewan Tafkir Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis) ini, generasi muda yang umumnya selama ini diam memang perlu untuk bergerak secara aktif mengisi konten-konten mereka, status mereka di media sosial dengan status yang menyejukkan, status keseharian yang menunjukkan cinta tanah air.

“Misalnya mereka bisa mengisi dengan konten ragam kuliner, kekayaan wisata dalam negeri di berbagai daerah, kekayaan etnik yang mana itu bisa dieksplorasi sebagai bagian cara untuk mengimbangi konten-konten yang selama ini mengarah pada paham-paham yang kurang baik seperti paham radikal di masyarakat. Itu yang pertama,” ujarnya.

Lalu yang kedua menurutnya, perlu bagi generasi muda itu untuk bersikap kritis dengan apa yang disebut saring sebelum sharing. Hal tersebut dinilai baik sekali agar generasi muda dapat menyaring informasi yang didapat sebelum menyebarluaskannya lebih jauh.

“Artinya secara individu ketika memegang gadget sebelum kemudian disebarluaskan ke yang lain, maka dirinyalah yang harus dapat menyaringnya terlebih dahulu terhadap konten atau informasi yang diterima. Dan dengan demikian maka nanti konten yang negatif tidak akan mudah tersebar kalau sudah ada kewaspadaan dan kehati-hatian dari dirinya untuk tidak mudah menyebarkan itu,” ujarnya.

Hal senada diutarakan Guru Besar Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. Bambang Qomaruzzaman, M.Ag. Menurutnya generasi muda harus peduli dengan fenomena di media sosial ini. Ini penting karena generasi muda adalah kelompok masyarakat paling aktif beraktivitas di media sosial.

“Anak muda akan mau peduli di dunia maya kalau mereka tahu tantangannya. Selagi mereka masih menganggap urusan damai, urusan terorisme itu adalah urusan orang-orang tua, urusan bapaknya, urusan negara,  urusan misalnya Presiden atau orang-orang dewasa ya mereka nggak bakal mau tahu,  mereka akan santai-santai saja,” ujar Bambang.

Ia memaklumi hal tersebut dikarenakan anak-anak muda secara niscaya kecenderungannya menikmati hidup untuk bersenang-senang.

“Di zaman saya dulu juga seperti itu. Mana peduli dengan urusan yang lebih besar kecuali urusan eksistensinya kelompoknya. Tetapi kalau mereka tahu bahwa urusan damai itu sebenarnya bukan urusan untuk orang tua tetapi untuk mereka, tentu dia akan sadar. Karena kita ngomongin damai bukan untuk sekarang, karena sekarang kita masih damai. Tapi besok tahun depan, 10 tahun kedepan, 20 tahun kedepan itu yang kita khawatirkan. Karena itu sangat penting keberadaan Duta Damai BNPT,” terangnya.

Untuk mendorong agar generasi muda ini untuk mau menebarkan perdamaian di dunia maya menurutnya ada dua hal. Yang pertama Bahasa. Bagamana bahasa ini mesti bisa diturunkan agar mereka mengaggap bahwa urusan damai ini juga menjadi urusan mereka.

“Bahasa kita turunkan agar bisa sesuai dengan gaya bahasanya mereka. Bahasa anak milenial supaya bisa dimengerti oleh kaum sebayanya,” ujar pria yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Barat (Lakpesdam PWNU Jabar) ini.

Upaya yang kedua menurutnya, juga harus bisa menjelaskan terkait apa itu damai dan apa pentingnya bagi generasi muda juga harus dikemas dengan hal yang mudah dimengerti di kalangan milenial.

“Anak-anak remaja ini, anak-anak generasi milenial ini harus ngerti bahwa soal damai, soal anti teroris, soal moderasi beragama itu manfaatnya besar dan penting buat dirinya. Baru setelah itu mereka terlibat. Tapi selagi mereka masih menganggap ‘ini bukan urusan saya’ mereka pasti nggak mau,” tegasnya.

Sementara itu, Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel Sus. Drs. Solihuddin Nasution, M.Si, menjelaskan bahwa maksud dan tujuan digelarnya acara ‘Ngabubu Right’ ini  agar bagaimana generasi muda bangsa Indonesia ini ke depannya nanti bisa berkontribusi dalam rangka berjihad.

“Jihad disini adalah bagaimana kita bisa menjaga NKRI yang kita cintai bersama yang tidak ada duanya di dunia ini. Selain itu dialog ini sebagai upaya untuk memberikan gambaran kepada para generasi muda, tokoh masyarakat dan akademisi dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme,” ujar Solihuddin.

Ia menjelaskan pentingnya generasi muda ini mendapatkan literasi damai karena bagaimanapun literasi ini merupakan sarana bagi semua manusia termasuk generasi muda yang pada dasarnya yang sangat banyak bergelut dengan narasi-narasi yang ada di dunia maya itu sendiri.

“Kita perlu memberikan gambaran kepada mereka terkait dengan narasi-narasi yang mengarah kepada bahanya paham radikal terorisme dan pentingnya memberikan narasi-narasi yang bersifat nasionalisme dan cinta NKRI,” terang Solihudin..

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Haji mabrur

Dewan Ulama Saudi Nyatakan Haji Tanpa Izin Dosa, Kemenag: Hanya Visa Haji yang Dibolehkan

Jakarta – Dewan Ulama Senior Arab Saudi menyatakan ibadah haji tanpa izin tidak diperbolehkan dan …

Relijius copy

Indonesia Menempati Negara Paling Relijius Sejagad

Jakarta – Indonesia adalah negera mayoritas beragama Islam. Sepertiga dari kurang lebih 270 juta penduduk …