Dilansir dari laman republika.co.id Ini bukan hanya sekadar perayaan, melainkan pengakuan bahwa selama berabad-abad, pesantren telah menjadi kawah candradimuka yang menempa karakter dan moral santri dengan nilai-nilai moderat, toleran, dan inklusif, yang menjadi landasan kokoh bagi keberagaman Indonesia.
Dengan demikian, Hari Santri menegaskan kembali posisi pesantren yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai penjaga tradisi, pembentuk karakter, dan kontributor utama dalam perjuangan kemerdekaan serta pembangunan bangsa.
Dalam makna yang lebih substansial, hari santri bukan sekadar pengakuan negara. “Ia hakikatnya juga merupakan peneguhan tanggung jawab pesantren atas kehidupan keagamaan dan kebangsaan di negeri ini,” kata Pengajar Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Lukman Hakim Saifuddin kepada Republika pada Senin (20/10/2025).
Guna mengemban tanggung jawab itu, kaum santri dituntut untuk senantiasa menjaga marwah pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat. Lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara itu menjadi sumber kearifan yang menggerakkan wasathiyah dan menguatkan persatuan.
“Marwah berupa harga diri, kehormatan, dan martabat pesantren itu takkan bisa dihilangkan pihak lain. Ia juga bukan sesuatu yang dibentuk, diberi, dan datang dari pihak lain di luar pesantren. Ia hakikatnya melekat pada dan memancar dari pikiran, ucapan, dan tindakan, serta sikap dan nurani kiai dan santrinya sendiri,” kata Menteri Agama periode 2014-2019 ini.
Pembentukan Ditjen Pesantren
Sebelumnya, Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i yakin izin prakarsa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren akan terbit saat peringatan Hari Santri 2025, usai dirinya bertemu dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini.
“Hari ini saya bersilaturahim ke Menpan RB Ibu Rini. Alhamdulillah, ada kabar baik. Surat permohonan izin prakarsa pembentukan Ditjen Pesantren ditandatangani hari ini untuk dikirim ke Sekretariat Negara,” ujar Wamenag di Jakarta, Jumat.
Wamenag mengapresiasi pendampingan yang dilakukan Kemenpan RB dalam proses pengusulan pembentukan Ditjen Pesantren. Pasalnya, usul ini sudah berproses sejak 2019, lalu diusulkan kembali pada 2021, 2023, dan 2024.
Ia menjelaskan pembentukan Ditjen Pesantren mendesak karena lembaga pendidikan Islam tersebut mengemban mandat undang-undang yang sangat berat. Pasal 4 UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren mengatur tiga fungsi pesantren, yaitu pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
“Ketiga fungsi ini bahkan sudah diperankan banyak pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Pesantren sudah ada sejak abad 15 masehi,” kata dia.
Fungsi pendidikan yang diemban pesantren, menurut Wamenag, terus berkembang, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (ma’had aly). Lembaga pendidikan keagamaan Islam khas Indonesia ini menjadi kawah bagi para jutaan santri dalam mendalami ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.
Pesantren dan para lulusannya juga berkiprah di berbagai bidang kehidupan sosial, memberi pemahaman keagamaan yang moderat bagi masyarakat.
“Dakwah pesantren mempromosikan nilai tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh. Ini membangun modal sosial yang diperlukan dalam membangun kerukunan umat,” kata Wamenag.
Sementara dalam fungsi pemberdayaan masyarakat, pesantren terbukti bukan menjadi lembaga yang seperti menara gading keilmuan, tapi juga menjadi episentrum pembangunan ekonomi lokal.