Screen Shot 2023 09 12 at 10.23.50 AM

Mimbar Agama Kerap Disalah Gunakan, Ansor Tulungagung Dukung BNPT Kontrol Rumah Ibadah

Tulungagung – Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) melihat selama ini rumah ibadah sering disalah gunakan oleh sekelompok orang, tempat yang seharusnya untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME dan mendapatkan siraman rohani yang sejuk dimanfaatkan oleh oknum untuk menebar propaganda kebencian baik kepada negara maupun sesama manusia yang bukan kelompoknya.

BNPT ketika hadir pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI mengusulkan agar ada mekanisme yang digunakan untuk mengontrol supaya mimbar keagamaan tidak bebas digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Tulungagung mendukung rencana tersebut lantaran kerap jadi pola penyebaran faham radikal.

Hal tersebut buntut dari adanya karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang terpapar paham radikalisme. Ketua Lembaga Kajian dan Riset (LKR) PC GP Ansor Tulungagung, M Kholid Thohiri mengatakan, ada beberapa alasan temuan dari LKR rumah ibadah sebagai tempat penyebaran bibit-bibit ujaran kebencian.

“Kami mengira tempat ibadah selalu menjadi pola-pola penyebaran radikalisme. Terutama diantaranya beberapa rumah ibadah, baik masjid di sekolah maupun di instansi pemerintahan,” ujarnya, seperti dilansir dari laman nu.or.id pada Ahad (10/09/2023).

 Kholid mengaku, kesadaran dari masyarakat bersama pemerintah menjadi kunci mencegah radikalisme di dalam tempat ibadah. Sesuai usulan BNPT, dalam mengkontrol rumah ibadah itu tidak hanya pemerintah, dalam hal ini tetapi bersama-sama masyarakat termasuk tokoh agama.

“Tokoh agama yang ada di sekitar rumah ibadah harus partisipatif dan strategis dalam konteks pencegahan radikalisme,” terangnya.

Disinggung rumah ibadah yang dimiliki yayasan, pihaknya belum bisa berbuat banyak. Namun, yang dikontrol adalah rumah ibadah yang menjadi fasilitas publik baik perkantoran hingga pemerintahan.

Pihaknya mengimbau agar menjadi kesadaran masyarakat bersama dengan pemerintah secara kolaboratif, kemudian sadar akan radikalisme.

Alumnus doktoral UIN Sunan Ampel Surabaya ini mengaku tidak hanya dasar perbedaan pandangan, pandangan afiliasi politik menjadi penting untuk tidak saling bertikai, terutama umat Islam.

Menurutnya, pola-pola radikalisme itu selalu menyasar pada kelompok kelompok mayoritas. Seperti terjadi di beberapa negara, yang disasar adalah kelompok mayoritas umat beragama.

“Intinya di sini adalah bagaimana kita memiliki sensitivitas isu radikalisme baik itu Islam maupun non-muslim yang memberikan satu narasi-narasi kebencian terhadap umat lain atau orang lain,” paparnya.

Dosen STAI Diponegoro Tulungagung ini menambahkan, atas dasar narasi-narasi tafsir keagamaan yang sepihak dan tidak berwawasan moderasi menjadi tantangan tersendiri. Apalagi menghadapi Pilpres Pemilu 2024 serentak yang saat ini sudah menghangat dengan berbagai isu.

Pihaknya berkomitmen dan konsisten untuk mengawal isu-isu yang berkaitan dengan radikalisme. Lalu, upaya-upaya kontra radikalisme sekaligus pada saat yang sama, pihaknya memasukkan nilai-nilai islam yang rahmatan lil alamin.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Haji mabrur

Dewan Ulama Saudi Nyatakan Haji Tanpa Izin Dosa, Kemenag: Hanya Visa Haji yang Dibolehkan

Jakarta – Dewan Ulama Senior Arab Saudi menyatakan ibadah haji tanpa izin tidak diperbolehkan dan …

Relijius copy

Indonesia Menempati Negara Paling Relijius Sejagad

Jakarta – Indonesia adalah negera mayoritas beragama Islam. Sepertiga dari kurang lebih 270 juta penduduk …