KH Cholil Nafis

MUI: Prinsip Utama Dakwah Ahlussunnah wal Jamaah, Islam Wasathiyah, dan Visi Kebangsaan

Jakarta — Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus berupaya menjaga kualitas dakwah melalui standarisasi dai yang berpijak pada tiga prinsip utama: akidah Ahlussunnah wal Jamaah, wawasan Islam Wasathiyah, dan visi kebangsaan. Hal ini dikatakan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis saat peluncurkan Aplikasi Ustadzku, di Jakarta, Senin (5/5/2025).

“Pancasila bukan agama, tapi Pancasila tidak bertentangan dengan agama,” kata Kiai Cholil dikutip dari MUI Digital, Rabu (7/5/2025).

Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menyikapi dinamika perjalanan dakwah di Indonesia. Seperti diketahui dinamika dakwah di Indonesia  telah melalui berbagai fase dan kondisi masa ke masa. Dari era Orde Baru yang penuh kritik tajam terhadap pemerintah, hingga era reformasi yang dibalut krisis dan kemunculan berbagai tipe penceramah, termasuk ustadz-ustadz artis dan ustadz politisi.

Kiai Cholil juga menyampaikan apresiasinya kepada Founder aplikasi Ustadzku, DR KH Arif Fahrudin yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah.

Menurut Kiai Cholil, inovasi ini akan memudahkan masyarakat dalam mengakses ilmu agama dari sumber-sumber yang kompeten dan tepercaya.

“Dengan aplikasi ini, ulama-ulama lebih berbobot dalam berceramah. Ini bisa menjadi sarana menempatkan para dai di ruang publik secara adil. Siapa yang punya kemampuan, silakan berdakwah di aplikasi Ustadzku. Semua yang masuk di sini bisa digaransi mampu sebagai ustadz yang mumpuni,” ujar dia dalam sambutannya di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin.

“Saya mengapresiasi inisiatif dari Dr. KH. Arif Fahrudin yang telah menghadirkan inovasi ini. Ini bukan hanya karya digital, melainkan juga bentuk nyata dari dakwah kreatif dan berorientasi pada kemaslahatan umat,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Kiai Cholil mengutip Surat Yasin ayat 12 sebagai pengingat pentingnya meninggalkan jejak kebaikan dalam bentuk amal dan kontribusi keilmuan, yaitu sebagai berikut:

إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

ngat relevan dengan perilaku digital masyarakat Indonesia saat ini. Berdasarkan data yang dipaparkannya, mayoritas pencarian keislaman di internet berkaitan dengan waktu shalat dan arah kiblat

“Di internet, yang paling banyak dibuka adalah waktu shalat dan kiblat. Di Indonesia, aplikasi yang paling sering diakses adalah aplikasi Alquran yang memuat bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan terjemahannya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kehadiran aplikasi Ustadzku dinilai strategis untuk melengkapi kebutuhan tersebut dengan menghadirkan akses langsung kepada ustadz kompeten, jadwal kajian terpercaya, serta ruang konsultasi keislaman yang dapat diandalkan.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

084039400 1760199435 830 556

Pesan Habib Ja’far: Manfaatkan AI Sebagai Tools, Bukan Rujukan Utama Soal Persoalan Agama

JAKARTA — Perkembangan zaman tidak bisa dinapikan oleh masyarakat, termasuk perkembangan teknologi yang mempermudah keperluan, …

Bincang Jurnal

Perkuat Literasi dan Iman Untuk Bendung Penyebaran Radikalisme di Media Baru

Purwokerto — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan …