rukyatul hisab awal zulhijjah
rukyatul hisab awal zulhijjah

Rukyat dan Hisab; Satu Mengalah atau Ada Jalan Tengah?

Penetapan tanggal hari raya Idul Fitri 1444 H/2023 M kembali kontroversi. Muhammadiyah yang fanatik hisab menetapkan hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Jum’at 21 April 2023, sementara NU dan pemerintah memutuskan hari Sabtu 22 April 2023 berdasarkan metode rukyat.

Rukyat dan Hisab; Mana yang Lebih Unggul?

Dalam khazanah fikih klasik metode rukyat lebih unggul karena mayoritas ulama (jumhur ulama) berpedoman pada metode rukyat, yakni melihat dengan mata kepala (rukyah bashariyah). Dasarnya adalah dua hadits berikut.

“Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal bulan Ramadhan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal. Jika hilal tidak terlihat olehmu (cuaca mendung), maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Ibnu Umar, Nabi bersabda: “Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (Ramadhan) dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal Syawal. Jika hilal tertutup mendung maka genapkanlah hitungan bulan ramadhan menjadi 30 hari”.

Menurut jumhur ulama, hadits pertama berfungsi sebagai penjelas atas hadits yang kedua. Kalimat “genapkanlah hitungan” adalah sharih (jelas), sementara kalimat “genapkanlah hitungannya” adalah mutasyabih (samar). Dalam istilah ushul fiqh dikenal dengan takhshih hadits bil hadits. Hadits pertama mentakhsish hadits yang kedua.

Maka, rukyat lebih unggul karena bersifat pasti (qath’i), sedangkan hisab bersifat dugaan (dzanni). Tentu, dalam posisi ini rukyat (rukyah bashariyah) lebih unggul dari rukyah ‘ilmiah atau perhitungan hisab.

Namun menurut ulama yang lebih mengunggulkan hisab mereka berpendapat bahwa dua hadits di atas berdiri masing-masing. Hadits pertama sebagai dalil rukyat dan hadits kedua menjadi dalil hisab.

Menurut Abul Abbas Ahmad bin Umar bin Suraij, salah satu pembesar ulama Syafi’iyah, sebagaimana dicatat oleh Yusuf al Qardhawi dalam Fatawanya, faqduru lah maknanya bukan menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari, melainkan, “perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya”.

Pendapat ini memperkuat posisi masing-masing dua hadits di atas, bahwa keduanya menjadi dalil untuk dua objek yang berbeda. Hadits pertama menjadi dalil rukyat dan hadits kedua sebagai dalil hisab.

Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Taqiyuddin al Subki, ulama yang disebut-sebut memiliki kapasitas setara mujtahid. Pendapat beliau salah satunya termaktub dalam Hasyiyah I’anah al Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Syatha. Menurut Imam Subki, kalau ada satu atau dua orang menyatakan melihat hilal sementara menurut hisab hilal tidak mungkin terlihat, maka kesaksian itu tidak bisa diterima. Sebab, hisab bersifat pasti (qath’i) sedangkan rukyat bersifat dugaan (dzanni).

Menurut Abu Bakar Syatha sendiri pendapat Imam Subki ini lemah, karena pendapat yang kuat (mu’tamad) kesaksian tersebut diterima, sementara pendapat ahli hisab tidak mu’tabar (tidak masuk hitungan).

Sampai disini, rukyat lebih kuat dari pada hisab. Atas pertimbangan ini maka mayoritas ulama lebih memilih rukyat dari pada hisab. Walaupun demikian, penggunaan hisab tetap absah karena berdasar pada dalil dan dikuatkan oleh para ulama sekalipun minoritas. Tegas kata, andai terjadi perbedaan harus disikapi secara bijak dengan menerima perbedaan tersebut secara proporsional.

Solusi Mendamaikan Rukyat dan Hisab?

Perbedaan rukyat dan hisab akan tetap ada sepanjang masa sebagai konsekuensi dari nalar ijtihad. Masing-masing absah dijadikan metode penetapan awal bulan, termasuk penetapan hari raya Idul Fitri.

Satu-satunya solusi, dan hal ini semestinya menjadi kesadaran bersama, adalah berpijak pada satu kaidah fikih yang menyatakan “Hukmu al Hakim Yarfa’u al Khilaf” (keputusan hakim atau pemerintah menghilangkan perbedaan). Berdasar pada kaidah ini perbedaan antara rukyat dan hisab mestinya selesai.

Pertimbangan lain, maslahatnya lebih besar dan lebih menampakkan syiar Islam karena shalat Idul Fitri dilakukan bersamaan. Bagaimana pun juga, perbedaan penetapan tanggal hari raya Idul Fitri sedikit banyak menimbulkan riak-riak kecil di masyarakat awam.

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

Imam Syafii

Benarkah Imam Syafi’i Anti Tasawuf?

Beredar di media sosial ceramah Salim Yahya Qibas yang dengan entengnya ia menyebut Imam Syafi’i …

sirah sahabat

Ketika Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit Berbeda Pendapat

Menjelang Natal dan Tahun Baru, perdebatan biasanya mengemuka sekalipun dalam ranah ijtihadi yang memang cenderung …