Jenewa – Uni Eropa (UE) menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi aksi pembakaran Alquran di Eropa. Tapi ironisnya, UE tak bisa melarang aksi Islamofobia itu. Pasalnya, dilarang ata dibolehkan itu menjadi wewenang negara masing-masing. Hal itu disampaikan Koordinator Uni Eropa untuk memerangi kebencian anti-Muslim Marion Lalisse dari The National, Jumat (14/7/2023).
“Negara-negara Uni Eropa harus mencapai keseimbangan yang sangat baik antara kebebasan berekspresi dan agama,” kata Lalisse.
Perdebatan tentang pembakaran Alquran telah dihidupkan kembali oleh dua aksi pembakaran alquran baru-baru ini di Stockholm yang menyebabkan kecaman dari dunia Muslim.
Swedia sendiri kini sedang mempertimbangkan apakah membuat insiden yang dirancang memprovokasi dan menyebabkan penghinaan sebagai kejahatan berdasarkan undang-undangnya.
Dewan Hak Asasi manusia PBB mengeluarkan mosi minggu ini usai sidang di Jenwa sidang itu memutuskan orang yang bertanggung jawab atas tindakan penodaan harus dimintai pertanggungjawaban. Namun AS dan UE memberikan suara menentang resolusi tersebut.
Ms Lalisse, mantan wakil duta besar Uni Eropa di Yaman yang mengambil peran memerangi kebencian anti-Muslim Februari lalu, mengatakan pandangan blok adalah bahwa membakar kitab yang dianggap suci tidak sejalan dengan nilai-nilai fundamental.
“Ini dapat dianggap sebagai manifestasi dari rasisme, xenofobia, dan intoleransi dan tidak memiliki tempat di Eropa,” katanya
Terkait kemungkinan larangan aksi penistaaan agama itu, Lalisse mengatakan membakar Alquran dapat dianggap sebagai hasutan untuk kebencian tindakan yang seharusnya dihukum oleh negara-negara Uni Eropa di bawah arahan 2008.
Kendati demikian, semua tergantung pada 27 anggota UE, bagaimanapun, dan Ms Lalisse mengatakan negara-negara akan mencoba untuk menghindari pelanggaran kebebasan berekspresi.
“Terserah negara-negara anggota untuk menegakkan keputusan kerangka kerja ini dan mereka memiliki pendekatan yang beragam di bidang ini,” katanya.
“Saya sepenuhnya memahami bahwa tidak mudah bagi badan penegak hukum dan peradilan di negara anggota untuk menarik keseimbangan yang sangat baik antara kebebasan beragama dan kebebasan berekspres,” sambungnya
Ms Lalisse mengatakan salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi bias rasial dalam kepolisian setelah penembakan seorang remaja keturunan Aljazair menyebabkan kerusuhan di seluruh Prancis.
Dia mengatakan Uni Eropa akan mempromosikan pelatihan bagi petugas polisi untuk mencegah orang diprofilkan secara ilegal berdasarkan ras. “Sayangnya kejadian baru-baru ini di Prancis menunjukkan bahwa ini sangat penting,” katanya.
Lalisse diangkat pada bulan Februari tak lama setelah pembakaran Alquran di luar kedutaan Turki di Swedia. Pihak berwenang Swedia khawatir akan pembalasan dengan kekerasan setelah pembakaran Alquran lainnya terjadi bulan lalu, tetapi hakim memutuskan bahwa ini bukan alasan yang cukup untuk melanggar kebebasan berekspresi.