Hari Pahlawan, Gus Mus Sampaikan Pesan Marsinah Lewat Puisi “Taman Pahlawan”
Jakarta – Hari Pahlawan yang jatuh tiap tanggal 10 November selalu menjadi momentum untuk menggaungkan semangat kepahlawan. Berbagai ungkapan dan kegiatan pun banyak dilakukan untuk mengingat kembali semangat dan perjuangan para pahlawan yang dulu berjuang mempertaruhkan nyawa untuk Kemerdekaan Indonesia.
Di momentum Hari Pahlawan 2020 ini, mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau karib dipanggil Gus Mus memilih membacakan membacakan puisi berjudul “Taman Pahlawan”. Pembacaan puisi yang isinnya tentang pesan Marsinah itu diunggah di kanal Youtube GusMus Channel dan akun facebook pribadinya.
Dikutip dari laman NU Online, puisi ini ditulisnya pada 1414 Hijriah atau sekitar tahun 1993 di zaman orde baru. Di dalam puisi tersebut, Gus Mus menyampaikan pesan tentang Marsinah, seorang buruh perempuan gagah berani yang karena memperjuangkan dan membela hak, harus mengorbankan nyawanya. Bahkan, dianiaya dengan kejam oleh bangsanya sendiri.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini memakai pakaian serba putih saat membaca puisi. Sebelum masuk ke inti persoalan tentang Marsinah, Gus Mus terlebih dulu menggambarkan sebuah percakapan dialogis yang dilakukan oleh para pahlawan, di Makam Pahlawan.
Dalam puisinya, Gus Mus juga menyampaikan sebuah narasi tentang pemberian gelar pahlawan terhadap orang-orang yang benar-benar pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan. Namun bagi Gus Mus, seperti dalam inti permasalahan yang disampaikan pada puisinya itu, ia benar-benar menarasikan sebuah perlakuan ironi terhadap Marsinah.
Marsinah, digambarkan Gus Mus, secara tiba-tiba datang menghampiri pahlawan yang sedang berbincang-bincang dan mencurahkan isi hati tentang perlakuan negara terhadap seseorang yang dianggap Gus Mus sebagai buruh perempuan yang gagah berani.
Berikut puisi lengkap Gus Mus berjudul “Di Taman Pahlawan”
Di Taman Pahlawan, beberapa pahlawan sedang berbincang-bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya, apakah ada yang mewariskan semangat perjuangan dan pembelaan yang ditinggalkan?
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini, sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan?
Banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan dengan perasaan malu dan sungkan.
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka ke mari, ke Taman Pahlawan ini, karena menyangka mereka juga pejuang-pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah berani, tanpa mengindahkan nurani.
Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan, justru membuat mereka lebih tertekan. Apakah ini yang namanya siksa kubur? Tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur. Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, Makam Pahlawan ini akan sepi penghuni. Kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar tentang Marsinah. Tiba-tiba mereka semua yang di Makam Pahlawan, yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan begitu girang menunggu salvo ditembakkan, dan genderang kehormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan wanita muda yang gagah perkasa itu.
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih, berselendang pelangi, tersenyum manis sekali. Maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan untuk menyingkap kebusukan dan membantu mereka yang mencari muka. Kalau sudah tak diperlukan lagi, biarlah mereka menanamnya di mana saja di persada ini. Sebagai tumbal keadilan atau sekadar bangkai tak berarti.
“Selamat Hari Pahlawan,” kata Gus Mus dalam keterangan video yang diunggah di facebook-nya.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah