Jakarta – Indonesia sah berusia 75 tahun pada Senin (17/8/2020). Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Republik Indonesia (RI) diperingati secara berbeda oleh bangsa Indonesia. Bila tahun-tahun sebelumnya, HUT RI selalu identik dengan tradisi perayaan sebagai perwujudan rasa syukur, tahun ini HUT RI diperingati di tengah pandemi Covid-19.
Tak ada upacara besar-besaran, tak ada pula perayaan berbagai lomba tradisional. Namun tanpa semua itu, kemerdekaan tetap harus disyukuri karena kemerdekaan dahulu diperjuangkan sangat keras oleh para pendahulu bangsa, termasuk tokoh-tokoh agama islam.
Kontribusi para tokoh dan pejuang islam ini sangat besar dalam memerdekaan Indonesia. Semangat keagamaan yang dimiliki para ulama tradisional dulu memperkuat keyakinan umat Islam untuk terbebas dari penjajah.
Dikutip dari laman Republika.co.id, sejarawan Islam dan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dudung Abdurahman menjelaskan, dalam banyak literatur sejarah disebutkan bahwa pada pertengahan abad ke-19 Belanda telah mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia. Sementara itu, bangsa Indonesia dan umat Islam khususnya saat itu belum merupakan bagian dari kesatuan politik dan budaya, melainkan mereka terbagi dalam banyak etnis, budaya, dan sejumlah kekuasaan lokal.
Pada akhir abad ke-19, dominasi Belanda tidak hanya mengantarkan kepada transformasi kehidupan politik dan ekonomi, tetapi juga telah memancing reaksi masyarakat Indonesia untuk menentang campur tangan bangsa asing itu. Sejak itulah bangsa Indonesia secara umum terbentuk dalam dua orientasi kelompok gerakan, yaitu kelompok nasionalis dan muslim.
Dudung mengungkapkan, respons terhadap perubahan politik dan kondisi sosial dari kalangan muslim sendiri pada mulanya datang dari sektor-sektor kemasyarakatan yang otonom, seperti ulama tradisional dan guru-guru sufi.
“Semangat keagamaan memperkuat keyakinan mereka bahwa wilayah muslim harus dibebaskan dari penjajah asing, dan sebuah negara muslim yang merdeka harus segera diwujudkan,” ujarnya.
Dudung melanjutkan pada permulaan abad ke-20, respons terhadap kolonial itu datang pula dari reformer muslim dan kalangan intelektual. Karena itu, kebangkitan nasionalisme Indonesia mulai tampil dalam pergumulan gerakan nasionalis sekuler, komunis, tradisionalis Islam, dan reformis Islam.
Ia mengatakan, semua gerakan tersebut bangkit menentang pemerintahan Belanda, kemudian mereka bersaing antara satu dengan lainnya dalam pergolakan untuk merumuskan bentuk masyarakat Indonesia. Namun, gerakan-gerakan tersebut secara ideologi dikategorikan menjadi gerakan nasionalis, gerakan komunis, dan gerakan muslim, yang semuanya mengembangkan aktivitas gerakan melalui organisasi-organisasi kemasyarakatan dan partai politik.