amalan bulan rajab
amalan bulan rajab

Seputar Kontroversi Hadist tentang Puasa Sunnah Bulan Rajab

Amalan di bulan Rajab masih menyisahkan perselisihan di sebagian masyarakat Indonesia, khususnya berkenaan dengan amalan puasa sunnah. Puasa sendiri adalah salah satu bentuk peribadatan yang telah ditetapkan menjadi upacara ibadah berbagai agama.

Puasa diakui sebagai salah satu ibadah yang memiliki banyak manfaat, keutamaan, dan keajaiban yang luar biasa bagi siapapun yang menjalankannya. Puasa merupakan salah satu ibadah yang memiliki nilai pahala besar dalam syari’at Islam. Puasa sunnah Rajab adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Rajab.

Mengingat adanya pandangan kalangan ulama yang saling silang pendapat, maka pelaksanaan puasa sunnah di bulan Rajab menjadi subjek yang masih kontroversial bagi sebagian masyarakat awam di Indonesia.

Hadist Puasa Sunnah Bulan Rajab

Islam memiliki banyak referensi dari hadis-hadis yang berkaitan dengan anjuran untuk melakukan puasa pada bulan Rajab. Anjuran tersebut diklaim sebagai anjuran Rasulullah Saw kepada umatnya, karena diyakini bulan Rajab memiliki keutamaan-keutamaan yang melebihi bulanbulan yang lain.

Oleh sebab itu, diyakini bahwa Rasulullah Saw menganjurkan umatnya berpuasa pada bulan Rajab tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Nabi Saw bersabda:  Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa, telah menceritakan kepada kami Isa, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim, ia berkata saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair, mengenai puasa Rajab. Ia berkata telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw pernah berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak puasa.

Berdasarkan teks hadist di atas, jelas bahwa hadis ini diambil dari kitab Sunan Abu Dawud, sehingga kedudukan Abu Dawud dalam sanad hadis ini sebagai mukharrij al-hadis yakni orang yang meriwayatkan hadis sekaligus membukukan dalam sebuah kitab hadis. Istilah sederhana mukharrij al-hadis adalah orang yang membuat kitab hadis.

Pada jalur sanad tersebut Imam Abu Dawud menyadarkan periwayatnya pada rawi sebelumnya atau rawi yang tepat berada di atasnya yakni Ibrahim ibn Musa ibn Yazid ibn Zazan. Dalam ilmu hadis, kedudukan Ibrahim ibn Musa ibn Yazid ibn Zazan dalam jalur ini sebagai sanad pertama, sehingga dengan demikian sanad terakhirnya adalah ibn ‘Abbas. Ibn Abbas juga disebut sebagai periwayat pertama, karena dia sebagai sahabat Rasulullah yang berstatus menjadi saksi pertama atas periwayatan hadis tentang puasa Rajab.

Hadis riwayat Abu Daud di atas dinilai shahih oleh Syeikh Nasiruddin al-Abani dan dimasukkan oleh beliau kedalam kitab Shahih Sunan Abu Daud yang beliau periksa. Dengan demikian, terdapat dalil khusus yang shahih yang menaungi puasa Rajab. Hadis ini pula yang dijadikan dasar oleh kalangan umat muslim bagi pelaksanaan puasa sunnah di bulan Rajab.

Hadis lain sebagai dijumpai dalam riwayat Muslim, Nabi Saw bersabda: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dalam riwayat lain dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim al-Anshari ia berkata: “Saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab Saya telah mendengar Ibnu Abbas Ra. Berkata Dulu Rasulullah Saw pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.”

Redaksi hadis yang menunjukkan tentang indikasi atau isyarat untuk melakukan puasa Rajab di atas diambil dari kitab Shahih Muslim. Oleh karenanya imam Muslim dalam jalur sanad hadis ini berkedudukan sebagai mukharrij al-hadis yakni orang meriwayatkan hadis sekaligus membukukannya menjadi kitab hadis.

Sedangkan jalur sanad hadis tersebut bahwa Imam Muslim menyandarkan periwayatannya pada rawi sebelumnya atau orang yang tepat berada di atasnya yakni Abu Bakar ibn Abi Syaibah dan Muhammad ibn Abdullah ibn Numair. Dengan demikian, istilah orang yang disandari oleh mukharrij al-hadis yakni imam Muslim tersebut dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad pertama, dengan begitu secara otomatis ibn Abbas dalam jalur ini menjadi sanad terakhir.

Imam Nawawi menjelaskan maksud hadis di atas bahwa maksud dari Sa’id bin Jubair mengemukakan dalil di atas, yakni Rasul Saw puasa dan tidak, adalah bahwa tidak ada larangan dan tidak ada pula anjuran terlebih perintah secara khusus pelaksanaan puasa pada Rajab, tetapi hukumnya sama seperti bulan-bulan lainnya. Tidak ada ketetapan larangan dan kesunnahan untuk pelaksanaan puasa Rajab tetapi asalnya puasa adalah Sunnah. Kesimpulannya, yang tidak diperkenankan adalah berpuasa penuh sepanjang bulan Rajab, sedangkan banyak berpuasa di bulan Rajab tidaklah menjadi persoalan. Bahkan, hal itu diakui sebagai amalan yang baik.

Kontroversi Hadist Amalan Bulan Rajab dan Komentar Para Ulama Hadist

Umat Islam di Indonesia ketika memasuki bulan Rajab kerap melangsungkan berbagai pelaksanaan amalan. Termasuk pelaksanaan amalan puasa sunnah Rajab, namun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum melaksanakan puasa Rajab.

Perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hukum berpuasa di bulan Rajab ini memang cukup jauh. Sebagian kalangan menetapkan bahwa hukumnya sunnah, sebagian lagi menyatakan sebagai makruh dan ada juga yang menyimpulkan haram atau bid’ah (Sarwat).

Kenyataan ini menunjukan bahwa amalan puasa sunnah di bulan Rajab merupakan subjek yang kontroversial di kalangan umat muslim di Indonesia. Sehubungan dengan pandangan kontriversial di seputar puasa sunnah bulan Rajab, ada baiknya untuk dikemukakan beberapa komentar para ulama hadis berkenaan dengan hal tersebut.

Pertama, Ibnu shalah dan lain-lain mengatakan bahwa tidak benar adanya hadis shahih tentang shaum atau puasa Rajab, baik berupa larangan maupun anjuran. Berkenaan dengan ini, asal shaum adalah disukai pada bulan Rajab atau bulan-bulan lainnya.

Kedua, Ibnu Rajab berkata, tidak ada satu pun yang shahih tentang keutamaan shaum Rajab secara khusus, baik dari Nabi Saw. maupun dari para sahabatnya.

Ketiga, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H.) dalam kitabnya Tabyin Al-‘Ajab bi Ma Warad fi Fadhl Rajab menyebutkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang valid atau sahih tentang fadhilah atau keutamaan puasa pada Rajab.

Terasa sekali bahwa amalan puasa pada bulan Rajab tidak cukup dijelaskan hanya dengan pendekatan syariat atau hukum Islam saja. Secara hukum jelas bahwa puasa memiliki pahala kebaikan bagi yang melaksanakannya termasuk di bulan Rajab.

Oleh karena itu, amalan puasa di bulan Rajab dibutuhkan pengkajian secara komprehensif, integral, dan mendalam. Salah satunya pendekatan kontekstual dalam memahami hadis. Melalui pendekatan ini maka hadis akan dipahami sesuai konteksnya.

Selebihnya diperlukan pula kajian hadis berkenaan dengan nilai-nilai Islam yang mentradisi di masyarakat. Amalan puasa mempunyai nilai-nilai luhur dari ajaran Islam sehingga pelaksanaannya dapat menghadirkan nilai-nilai kebaikan pula dalam tradisi masyarakat.

Sehubungan dengan ini dibutuhkan penelitian living hadis tentang amalan puasa sunnah di bulan Rajab. Penelitian living sendiri bertujuan menggali nilai-nilai Islam yang bertranformasi dalam kehidupan di masyarakat.

Apabila amalan sunnah di bulan Rajab dilakukan secara holistik dari berbagai pendekatan keilmuan, maka dipastikan hal tersebut tidak akan menjadi subjek yang kontroversial lagi di masyarakat Indonesia.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Syah Alfarabi

Check Also

bulan rajab

Mari Mengambil Keutamaan Bulan Rajab di Momen Tahun Baru

Malam 1 Rajab 2025 jatuh pada tahun baru Masehi 2025.  Tahun baru, seringkali menjadi momen …

Khatib Salat Jumat

Sejarah Khutbah Jumat Membaca Surah An-Nahl Ayat 90, Serta Memetik Kandungan Makna Dalam QS An-Nahl Ayat 90

Surah An-Nahl ayat 90 menjadi salah satu ayat yang penuh makna dan pelajaran, baik dari …