selamat natal
selamat natal

Konsep Fikih Memahami Hadits Menyerupai Non Muslim

Menjelang natal dan tahun baru perdebatan yang seringkali mengemuka adalah seputar “tasyabuh” dengan non muslim. Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka. Begitulah bunyi hadits Nabi. Sayang, sebagian umat Islam ada yang memahami hadits tersebut secara dangkal. Akibatnya, mereka kemudian menuduh kafir atau murtad terhadap muslim lain yang hanya sekadar menjaga toleransi agama demi kehidupan damai.

Hal semacam itu selalu muncul sekalipun telah dijelaskan berulang-ulang, lebih-lebih saat natal dan tahun baru. Diantara yang paling sering dianggap tasyabuh atau menyerupai umat Kristiani adalah ucapan selamat hari natal, perayaan tahun baru, mengucapkan selamat tahun baru dan meniup terompet di tahun baru yang disampaikan atau dilakukan oleh seorang muslim. Ada anggapan semua itu merupakan perilaku tasyabuh terhadap mereka.

Sangat penting untuk dijelaskan dan ditegaskan tentang makna sebenarnya dari dari hadits tasyabuh bi qaumin tersebut supaya tidak lagi terjadi salah paham, apalagi sampai pada tuduhan kafir atau murtad gara-gara kedangkalan dalam memahami hadits tersebut. Terutama pemahaman terhadap hadits tersebut dalam pendekatan fikih.

Terdapat beberapa hadist-hadist Nabi yang melarang umatnya untuk tidak menyerupai non muslim atau lawan jenisnya, yang paling populer ialah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar di dalam Sunan Abu Daud no. 4031 berikut ini.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ}

Artinya: diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda “barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka”.

Ada pula hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas di dalam kitab syu’abul iman-nya imam al-baihaqi no.227, redaksinya sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: {لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، والْمُذَكَّرَاتِ مِنَ النِّسَاءِ}

Artinya: “Rasulullah telah melaknat orang orang yang bertingkah seperti perempuan dari kalangan laki laki dan orang orang yang bertingkah seperti laki laki dari kalangan perempuan”.

Dari dua hadits di atas, ulama sepakat bila ada orang Islam menyerupai non muslim mulai dari atribut pakaian, perbuatan, hingga ucapan yang menjadi ciri khas mereka hukumnya haram. Bahkan bisa kufur jika menyerupai atribut keagamannya dengan disertai keridloan hati didalamnya.

Begitu pula haram hukumnya seorang laki laki menyerupai perempuan di dalam segala aspek yang menjadi ciri khasnya.

Bagaimana menilai seseorang telah menyerupai penganut agama lain atau tidak?

Meskipun  tasyabuh atau menyerupai non muslim dan atau lawan jenis jelas-jelas haram, perlu pengetahuan yang komplit terkait konsep dasarnya mulai dari (musyabbah) yang diserupakan (adatut tasybih) perangkat penyerupa, dan (musyabbah bih) yang diserupai, hingga ahirnya para fuqoha’ fokus mengkaji (adatut tasybeh) nya dikarnakan petunjuk hadis nabi diatas sudah menjelaskan (musyabbah) nya itu adalah orang islam dan atau lawan jenis, serta (musyabbah bih) nya adalah non muslim dan atau lawan jenis.

Pada ahirnya fuqaha’ membagi (adatut tasybih) perangkat penyerupa itu setidaknya kedalam tiga bagian.

Pertama, perangkat penyerupa yang (makhsus) khusus menjadi ciri khas bagi non muslim dan atau lawan jenis baik berupa pakaian, perbuatan, dan ucapan, maka dengan adanya unsur kesengajaan memakai, melakukan, serta mengucapkan saja sudah dihukumi haram meskipun tidak ada niatan menyerupai non muslim dan atau lawan jenis bagi orang yang mengetahui keharamannya.

Kedua, perangkat penyerupa yang pada umumnya menjadi ciri khas non muslim dan atau lawan jenis yang juga melibatkan unsur seperti pakaian, perbuatan, dan ucapan, maka juga haram dengan adanya unsur kesengajaan memakai, melakukan dan mengucapkan serta mengetahui hukumnya meskipun tidak ada niatan menyerupai non muslim atau lawan jenis.

Ketiga, perangkat (musytarak) yang mana antara orang Islam dan non muslim dan atau lawan jenis pada waktu itu sama sama memakai, melakukan, dan mengucapkannya, sehingga hal itu tidak lagi menjadi atribut atau identitas kelompok tertentu baik non muslim orang fasiq atau lawan jenis. Perangkat seperti ini hukumnya halal selagi tidak diniati untuk menyerupai non muslim, orang fasiq atau lawan jenis.

Bagian yang ketiga ini sangat sensitif memicu perdebatan dan perbedaan yang berawal dari hakikat sebenarnya apakah perangkat penyerupa itu masih (mustarok) atau justru sudah berubah menjadi umum (gholib) atau bahkan sudah (makhsus) bagi non muslim dan atau lawan jenis. Sehingga menjadi wajar apabila terjadi perbedaan pendapat, sebagian menganggapnya haram karna dianggap tasyabbuh atau menyerupai non muslim dan atau lawan jenis, akan tetapi di tempat lain justru di perbolehkan oleh para ulama fikih karena dianggap sudah tidak ada unsur tasyabbuhnya lagi.

Contohnya adalah terompet tahun baru dan perayaan tahun baru Masehi di Indonesia. Apakah layak disebut tasyabuh atau dinilai telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia seluruhnya, apapun agamanya. Artinya, tahun baru Masehi tidak lagi dianggap hanya milik umat kristiani melainkan seluruh penduduk Indonesia.

Jika meniup terompet dan merayakan tahun baru Masehi merupakan aktifitas lazim penduduk Indonesia seluruhnya, maka tentu tidak ada unsur tasyabuh. Mengacu pada klasifikasi media atau perangkat yang dianggap musytarak, yakni secara umum masyarakat telah menganggap budaya meniup terompet dan perayaan tahun baru Masehi merupakan rutinitas masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Karenanya, hukumnya boleh.

Beginilah memahami hadits tasyabuh dalam pendekatan fikih. Diharapkan, sekalipun ada perdebatan itu hal yang biasa sebagaimana ulama berbeda pendapat. Dan, yang perlu diingat, para ulama tidak saling tuduh kafir atau murtad di tengah perbedaan mereka. Seharusnya, umat Islam bersyukur dari adanya perbedaan tersebut yang memungkinkan kita memilih pendapat yang lebih berpihak pada realitas lokal dimana kita berada.

Refrensi:

الأمر بالإتباع والنهي عن الإبتداع للسيوطي ص 49

وقال التشبه بالكافرين حرام وإن لم يقصد ما قصده بدليل ما روي عن ابن عمر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من تشبه بقوم فهو منهم.

بغية المسترشدين ص 283

ضابط التشبه المحرم من تشبيه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه فى الفتح والتحفة وشن الغارة وتبعه الرملي فى النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر او يغلب إختصاصه به فى ذلك المحل الذي هما فيه.

مجموع فتاوي ورسائل ص 183

وأما ما كان من الألبسة التي لا تختص بالكفار وليس علامة عليهم أصلا بل هو من الألبسة العامة المشتركة بيننا وبينهم فلا شئ في لبسه بل هو حلال جائز

بغية المسترشدين ص: 283-284 دار الفكر

أما التصفيق باليد خارج الصلاة من الرجل فقال م ر بحرمته حيث كان للهو أو قصد به التشبه بالنساء

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

kopi sufi

Kopi dan Spiritualitas Para Sufi

Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua? Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. …

doa bulan rajab

Meluruskan Tuduhan Palsu Hadits-hadits Keutamaan Bulan Rajab

Tahun Baru Masehi, 1 Januari 2025, bertepatan dengan tanggal 1 bulan Rajab 1446 H. Momen …