Dr Trubus Rahardiansyah

Perkuat Edukasi, Transparansi, dan Kualitas Gizi di Garis Depan dalam Pelaksanaan Program MBG

Jakarta — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah strategis dan historis dalam membangun sumber daya manusia Indonesia. Program ini bukan sekadar kebijakan populis, melainkan wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak dasar warganya setelah delapan dekade merdeka.

“Selama 80 tahun kita merdeka, perhatian terhadap rakyat kecil baru diwujudkan secara konkret melalui program Makan Bergizi Gratis. Program ini memanusiakan, memberi kesempatan yang sama bagi anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah,” ujar Pakar kebijakan publik Dr. Trubus Rahardiansah, MS., SH., MH., di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Trubus menilai, gagasan MBG sejajar dengan kebijakan pangan di sejumlah negara maju seperti Brasil, Jepang, Korea Selatan, dan Finlandia. Bahkan, Presiden Brasil disebut akan melakukan kunjungan ke Indonesia untuk meninjau langsung pelaksanaan dapur MBG sebagai bagian dari studi kebijakan pangan nasional.

Namun, ia mengingatkan, pelaksanaan MBG masih membutuhkan penyempurnaan di berbagai lini — terutama dalam hal edukasi publik, koordinasi teknis, serta penguatan kelembagaan. “Program ini dijalankan dengan cepat, tapi sosialisasinya belum maksimal. Padahal, edukasi publik penting agar masyarakat paham dan percaya,” ujarnya.

Menurutnya, Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana utama masih tergolong baru sehingga struktur dan tanggung jawab antarinstansi perlu diperjelas. Ia juga menyoroti belum optimalnya keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengawasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Pemda paling tahu kondisi daerahnya, mulai dari geografis, logistik, sampai sosial ekonomi masyarakat. Karena itu, mereka harus dilibatkan aktif dalam pengawasan dapur dan distribusi makanan,” tegas dosen Universitas Trisakti tersebut.

Trubus mengingatkan, salah satu tantangan terbesar MBG adalah menjaga kualitas dan keamanan pangan. Ia mencontohkan, masih ada dapur yang memasak di malam hari namun baru mendistribusikan makanan ke sekolah keesokan paginya. “Jarak waktu yang panjang itu berisiko tinggi terhadap kualitas makanan,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya setiap dapur memiliki ahli gizi, pelatihan rutin bagi juru masak, serta pembatasan produksi maksimal 2.000 porsi per dapur untuk menjaga mutu dan higienitas. “Kualitas gizi tidak boleh dikorbankan demi kuantitas,” imbuhnya.

Trubus juga mendukung langkah pemerintah menutup dapur yang bermasalah dan memberikan sanksi pada penyelenggara yang lalai. “Tindakan tegas penting agar muncul efek jera dan tercipta tata kelola yang bersih serta transparan,” katanya.

Lebih lanjut, ia menilai keberhasilan MBG bergantung pada partisipasi publik. Guru dan komite sekolah, menurutnya, perlu ikut mencicipi makanan setiap hari, bukan hanya sebulan sekali. “Kalau kepala sekolah dan guru ikut mencicipi, pengawasan jadi nyata. Jangan sampai anak-anak jadi korban makanan tidak layak,” tegasnya.

Trubus juga mendorong masyarakat ikut terlibat dalam proses produksi dan distribusi. “Ketika masyarakat ikut mengemas atau memantau dapur, kepercayaan publik akan tumbuh. Rasa memiliki itu penting,” ujarnya.

Selain itu, ia menyambut baik rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) baru yang mengatur tata kelola MBG, mulai dari batas produksi, mekanisme pengawasan, hingga tanggung jawab hukum bila terjadi pelanggaran.

Trubus juga menyoroti pentingnya percepatan sertifikasi KHLS (Kelayakan Higienis, Legal, dan Standar) serta sertifikasi halal yang harus dipermudah dan disubsidi oleh negara. “Masih banyak dapur daerah yang terkendala biaya sertifikasi. Ini harus menjadi perhatian BPJPH dan pemerintah pusat,” jelasnya.

Ke depan, Trubus berharap program MBG dapat diperluas tidak hanya untuk anak sekolah, tetapi juga mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia, mengingat kebutuhan gizi kelompok rentan ini juga mendesak.

Ia juga menekankan perlunya digitalisasi sistem MBG agar pengawasan berjalan real time dari dapur hingga konsumsi. “Dengan sistem berbasis data, kita bisa tahu kapan makanan diproduksi, dikirim, dan dikonsumsi. Ini kunci transparansi dan efisiensi,” ungkapnya.

Trubus menutup pandangannya dengan optimisme. “Makan Bergizi Gratis adalah investasi masa depan bangsa. Jika anak-anak tumbuh sehat dan cerdas, Indonesia akan memiliki generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

150514161019 844

Ramai Isu Gerakan Khilafah Bangkit di Batola Kalsel, Begini Respon Kemenag

BATOLA — Gerakan pengusung ideologi Khilafah disinyalir mulai berani menampakkan diri dengan muncul disejumlah titik …

Dialog Kebangsaan Banyumas 1

Sekolah Harus Jadi Zona Nol Intoleransi dan Radikalisme

Banyumas – Sekolah bukan sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga laboratorium kebangsaan tempat peserta didik …