Bandung — Meningkatnya paparan paham radikal terhadap anak di Jawa Barat kembali menjadi pengingat pentingnya memperkuat pendidikan agama dan akhlak di tengah derasnya arus informasi digital. Data Densus 88 Antiteror Polri menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi salah satu daerah dengan temuan kasus tertinggi setelah DKI Jakarta.
Pada periode 2011–2017, tercatat 17 anak terlibat jaringan teror. Kini, memasuki tahun 2025, jumlah itu melonjak menjadi 110 anak di 23 provinsi, seluruhnya direkrut melalui media daring tanpa pertemuan langsung. Densus 88 menyebut Jabar dan DKI sebagai pusat paparan terbesar.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa wilayahnya memang memiliki populasi anak paling besar di Indonesia, sehingga menjadi sasaran empuk penyebaran paham menyimpang melalui dunia maya.
“Zaman sekarang, memahami ajaran apa pun tidak perlu tatap muka. Cukup buka aplikasi, semua bisa terakses—baik yang benar maupun yang menyesatkan,” ujar KDM, panggilan karib Dedi Mulyadi di Gedung Sate, Rabu (19/11/2025).
KDM menyoroti kasus di SMA Negeri 72 Jakarta, di mana seorang siswa korban perundungan mampu merakit bom dari informasi daring. Ia menyebut hal itu sebagai bukti betapa mudahnya generasi muda terjerumus jika tidak dibentengi nilai-nilai agama yang lurus.
“Kita harus memastikan anak-anak mendapat bimbingan moral dan spiritual yang kuat agar tidak mudah dipengaruhi ajaran yang menyesatkan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa peran keluarga sangat menentukan.
“Orang tua harus aktif mengawasi aktivitas digital anak. Tapi lebih dari itu, mereka harus membekali anak dengan keteladanan, akhlak, dan pemahaman agama yang benar. Itu benteng utama,” ujarnya.
Sekolah juga diminta memperkuat pendidikan karakter sekaligus pengawasan penggunaan gawai. Larangan siswa SMP membawa ponsel ke sekolah menjadi salah satu langkah membatasi akses terhadap konten radikal.
“Aturannya jelas. Namun fakta di lapangan, orang tua sering kali tetap memberi gawai. Inilah tantangan kita bersama untuk menjaga anak-anak tetap pada jalan yang baik,” ungkapnya.
Ia menutup pernyataan dengan penegasan bahwa menjaga anak dari radikalisme bukan hanya soal keamanan, tetapi juga tanggung jawab moral dan keagamaan.
“Anak-anak ini amanah Tuhan. Sudah menjadi kewajiban kita memastikan mereka tumbuh dengan pemahaman yang benar, bukan ajaran yang menyimpang,” kata KDM.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah