photo 2019 10 01 12 16 27
photo 2019 10 01 12 16 27

Agar Tidak Sekedar Shalat

Berbahagialah menjadi umat Islam. Setiap waktu dalam sehari Islam memberikan waktu untuk bertatap muka, berdialog dan berkomunikasi dengan Tuhan. Shalat adalah sarana Islam yang disediakan kepada umatnya untuk selalu berkomunikasi dengan Tuhannya.

Shalat sebenarnya bukan sekedar kewajiban, tetapi sebenarnya kebutuhan seorang muslim untuk selalu terhubung dengan sinar ilahi setiap waktu, terutama solat wajib lima waktu. Tentu saja, mengerjakan shalat bukan sekedar formalitas menggugurkan kewajiban, tetapi harus mencapai kesempuranaan dalam bersholat.

Bagaimana mencapai kesempurnaan shalat?  Hendaklah muslim melakukannya secara khusyuk dan mengiklaskan diri pada Robb-nya. Firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 45 menjelaskan: “… Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)”. Ayat ini menjelaskan bahwa di dalam ketakwaan diri kepada Allah serta melepaskan pikiran dari segala ikatan nafsu dunia (khusyuk) hanya kepada-Nya dalam melakukan salat merupakan pahala yang paling besar di antara ibadah-ibadah yang lainnya.

Khusyuk memiliki makna melakukan sesuatu dengan serius, khidmat dan fokus hanya kepada Allah. Sudah menjadi tugas utama setan untuk selalu menggangu dan mempengaruhi setiap cucu Adam agar sholatnya menjadi tidak khusuk.

Ada beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan seorang muslim ketika melakukan sholat atau disebut juga dengan rukun sholat. Rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak dianggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.

Cara Membangun Sikap Khusu’

Membangun niat merupakan hal paling awal yang harus dilakukan dari pelaksanaan solat. Rasulullah bersabda; “Innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya). 

Membangun niat ataupun sikap khusyuk bukanlah dengan cara berkonsentrasi, namun justru dengan mengosongkan atau melepaskan pikiran dari segala ikatan nafsu dunia, lalu mengelola batin atau jiwa. Allah berfirman ”wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi.” (Al-Fajr; 27-28).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa ketenangan tercipta karena buah dari keimanan yang kuat serta rasa mengesakan Allah hingga tidak ada lagi keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Dan ketika jiwa seseorang telah mengalami ketenangan, maka jiwa tersebut akan kembali kepada Allah dalam kondisi yang ridho dan diridhai.

Setelah mengucapkan “niat”, selanjutnya adalah sikap “pasrah”. Pasrah merupakan tindakan berserah diri kepada Allah. Sikap pasrah kepada Sang Khalik dapat di lihat dalam bacaan Iftitah yang memiliki hukum sunnah,

Artinya “Allah maha besar dengan sebesar besarnya. Segala puji yang sebanyak banyaknya bagi Allah. Maha Suci Allah pada pagi dan petang hari. Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan dan kepasrahan diri, dan aku bukanlah termasuk orang orang yang menyekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagiNya. Dengan semua itulah aku diperintahkan dan aku adalah termasuk orang orang yang berserah diri.”

Dengan perasaan pasrah maka pikiran akan kosong, tidak ada lagi persoalan yang membebani pikiran, semua telah dilepaskan (direlakan), sehingga menghasilkan perasaan rileks, kemudian jiwa menjadi tenang dan damai.

Shalat adalah Mi’raj Umat Islam

Saat takbiratul ihram dengan mengucapkan kalimat “Allahu Akbar”, maka rasakan jiwa seolah  terbang ke atas meninggalkan raga yang telah pasrah menuju kehadirat Sang Khalik. Inilah yang oleh para sufi disebut dengan wahdatul wujud ,yaitu menyatunya jiwa atau ruh bersama Sang Khalik. Wahdatul wujud ini dalam khasanah sufi jawa dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa “Asshalatu mi’rajul mu’minin”, Artinya: “Sesungguhnya shalat itu mi’raj-nya orang mukmin”. Makna dari Mi’raj adalah naiknya jiwa seorang hamba menuju ke pada Sang Khalik dengan meninggalkan segala ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia.

Apabila Rasulullah naik ke langit Sidratul Muntaha dalam peristiwa Isra Mi’raj guna bertemu langsung dengan Allah, maka seorang mukmin dapat pula melakukan mi’rajnya melalui sarana solat.

Shalat merupakan satu-satunya perintah yang diterima langsung oleh Rasulullah tanpa perantara Malaikat Jibril. Perintah itu Beliau dapatkan saat menghadap (mi’raj) kehadirat Allah. Shalat pada hakekatnya adalah sarana rohani para kaum muslimin untuk menuju Allah.

Ibadah mulia ini tentu saja akan sia-sia apabila umat Islam hanya sekedar shalat. Shalat adalah sarana hamba mi’raj menuju Tuhan. Setiap hari umat Islam selalu bertatap muka dengan hambanya yang sungguh meneguhkan sikap pasrah dan khusu’ dalam shalat.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Pancasila Jaya

Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme, BPIP: Bumikan Pancasila

Makassar – Pancasila adalah ideologi bangsa yang telah terbukti mampu mempersatukan Indonesia dari berbagai keberagaman …

persatuan

Khutbah Jumat : Bulan Syawal Momentum Memperkokoh Ukhuwah dan Persatuan Bangsa

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى …