memelihara anjing
memelihara anjing

Anjing dalam Islam: Antara Hukum dan Cara Memperlakukannya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW berkata, “Jika ada seekor anjing menjilat  sebuah wadah, maka basuhlah wadah tersebut sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah.”

Hadist di atas dijadikan salah satu dalil oleh sebagian ulama terutama madzhab Syafii dalam hukum najisnya anjing. Namun sayangnya hadist mengenai basuhan wadah yang dijilati anjing sering kali menimbulkan pemahaman yang kurang tepat di kalangan umat Muslim. Antara hukum dan cara memperlakukannya menjadi sangat problematis.

Menghukumi najis bukan berarti memperlakukan buruk anjing. Apalagi dalam Islam hukum anjing masih diperdebatkan. Madzhab Hanafi tidak menghukumi anjing sebagai najis karena dianggap bermanfaat, berbeda dengan babi.

Karena persoalan hukum najis yang cukup kental ini, orang menganggap anjing adalah hewan yang harus dijauhi, bahkan boleh dipukul jika berusaha mendekat. Terkadang, pandangan ini menciptakan persepsi bahwa anjing tidak pantas diperlakukan dengan penuh kasih sayang, layaknya seperti hewan-hewan lainnya.

Jika mau memahami lebih dalam, pasti ada alasan mengapa Allah menciptakan binatang anjing di dunia ini, yang pastinya keberadaan mereka bukan untuk di sakiti oleh umat manusia. Terdapat kisah dari Imam Abu Ishaq al-Syairazi (Ulama fikih Syafi’i terkemuka pada abad 5 Hijriyah) dan Malik bin Dinar (Ulama’ salaf yang masyhur dengan kezuhudannya), yang menunjukkan sikap berbeda terhadap anjing.

Dalam satu kejadian, Imam Abu Ishaq al-Syairazi dan para muridnya sedang berjalan di pasar dan kebetulan mereka berpapasan dengan seekor anjing. Salah satu dari muridnya tersebut mencoba untuk mempercepat langkahnya dan mencoba mengusir anjing tersebut. Melihat apa yang di lakukan muridnya, Imam Abu Ishaq al-Syairazi dengan tegas menegur muridnya, mengingatkan bahwa anjing juga merupakan makhluk Allah yang berhak menggunakan jalan tersebut.

Sikap Imam Abu Ishaq al-Syairazi, seperti yang tercermin dalam kisah Malik bin Dinar yang membiarkan anjing menyandarkan kepalanya pada lututnya. Sikap Malik bin Dinar tersebut menunjukkan kepedulian dan kelembutan terhadap makhluk ciptaan Allah. Karena itu, setiap kali anjing tersebut melihat Malik bin Dinar ia terlihat amat gembira, sampai-sampai anjing tersebut selalu mengikutinya dan bahkan menjaganya dari hal buruk di sekitar Malik bin Dinar.

Kita sebagai umat muslim harus mampu belajar dari kisah-kisah tersebut dan memahami bahwa hukum najis besar yang berhubungan dengan anjing tidak seharusnya menjadi alasan untuk meremehkan atau bahkan menyakiti hewan tersebut. Anjing dihukumi najis besar, namun kewajiban kita sebagai manusia adalah mengasihi dan menyayangi sesama makhluk hidup. Tidak ada hubungan antara hukum anjing sebagai najis dengan tuntutan untuk berlaku kasar terhadap mereka.

Terlebih Allah juga memberikan tempat yang spesial bagi anjing seperti yang di gambarkan dalam al-Quran tentang anjing Ashabul Kahfi sebagai penghuni surga kelak. Kisah ini menyiratkan bahwa anjing, sebagaimana makhluk lainnya, beribadah kepada Allah dan berhak mendapatkan imbalan atas ketaatannya. Oleh karena itu, dalam interaksi sehari-hari, anjing harus diperlakukan dengan kasih sayang dan hormat, sebagai sesama makhluk hidup.

Pentingnya memahami konteks sebenarnya dari hadits mengenai anjing dalam Islam. Kesalahpahaman umum sering kali mengarah pada perlakuan kasar terhadap anjing, yang seharusnya tidak terjadi. Kisah-kisah ulama salaf, seperti yang disampaikan melalui kisah Imam Abu Ishaq al-Syairazi dan Malik bin Dinar, memberikan teladan bagi umat Islam untuk memperlakukan anjing dengan penuh kasih sayang.

Anjing sebagai hewan pembawa najis besar, tidak boleh dijadikan alasan untuk merendahkan atau menyakiti mereka, apalagi hukum ini juga masih khilafiyah dalam pandanagan ulama. Sikap ulama yang penuh kasih sayang dan perhatian terhadap anjing seharusnya menjadi contoh untuk diikuti oleh umat Islam masa kini.

Ketaatan anjing Ashabul Kahfi kepada Allah dan penggambaran mereka sebagai penghuni surga menunjukkan bahwa anjing, sebagaimana makhluk hidup lainnya, memiliki nilai dan kehormatan di mata Allah SWT. Oleh karena itu, dalam membina interaksi sehari-hari, sikap ramah dan penuh kasih sayang terhadap anjing sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya mengasihi dan merawat makhluk ciptaan Allah.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

berbakti kepada orang tua

Khutbah Jumat : Birrul Waliadain

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ …

Deputi 1 BNPT dan Pj Walikota Salatiga pada peresmian Warung NKRI Digital di Salatiga Jateng

Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi, BNPT Bangun Warung NKRI Digital

Salatiga – Era digitalisasi menuntut berbagai lini kehidupan harus terintegrasikan dengan dunia digital. Pun dalam …