Prof Azyumardi Azra
Prof Azyumardi Azra

Azyumardi Azra, Orang Indonesia Pertama Jadi Keluarga Bangsawan Inggris, Ilmuwan Tulen Konsisten Jaga Jarak dengan Kekuasaan

Jakarta – Cendekiawan muslim Prof Dr H Azyumardi Azra, M.Phil, MA, CBE meninggal dunia setelah sebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit di Selangor, Malaysia. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sebelumnya dinyatakan positif COVID-19 dan dilakukan perawatan secara intensif. Saat ini proses pemulangan jenazah Prof Azra tengah dilakukan pihak keluarga dan KBRI di Kualalumpur.

Azyumardi Azra diketahui terpilih sebagai Ketua Dewan Pers Priode 2022-2025 menggantikan Mohammad Nur. Prof Dr H Azyumardi Azra, M.Phil, MA, CBE dikenal luas sebagai cendekiawan muslim. Ia mendapat titel Commander of the Order of British Empire (CBE). Titel ini merupakan sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris dan menjadi ‘Sir’ pertama dari Indonesia.

Gelar CBE diberikan Kerajaan Inggris kepada individu untuk menghargai kontribusi positif yang telah dilakukan di bidang pekerjaan mereka. Dengan gelar ini, Azyumardi Azra dianggap telah diakui sebagai anggota keluarga bangsawan Inggris.

Azyumardi Azra juga diketahui merupakan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 1998 sampai 2006. Ia juga menjadi salah satu anggota kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Menteri Agama RI periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Prof Dr Azyumardi Azra. Dia mengatakan, almarhum adalah satu dari sedikit cendekia yang diakui dunia yang paling otoritatif berbicara tentang Islam di Asia Tenggara.

“Pengetahuan keislamannya mengakar pada sumber-sumber klasik yang sangat kaya dan mendalam, baik sumber Arab maupun Nusantara. Banyak karya ilmiahnya menjadi rujukan dunia,” kata dalam akun Instagramnya.

Lukman menuturkan, Prof Azyumardi adalah akademisi yang amat produktif menulis dan sosok teramat penting di balik transformasi IAIN menjadi UIN yang hingga kini terus tumbuh dan berkembang di banyak daerah di Indonesia.

“Pada masa ia menjadi Rektor UIN Jakarta, jurnal ilmiah tingkat fakultas dan tingkat jurusan jadi semacam jamur di musim hujan,” kata dia.

Saat almarhum memimpin pascasarjana, lanjut Lukman, terjadi pergeseran paradigma berpikir yang signifikan dari semula paradigma normatif-teologis gaya Harun Nasution, ke paradigma sosio-historis khas gayanya.

Kajian-kajian yang di zaman Harun berbau dunia Islam pada umumnya dan dunia Arab pada khususnya, pada masa Azra diarahkan pada kajian-kajian Islam Nusantara atau kajian Islam Asia Tenggara.

“Banyak pertanyaan tentangnya diajukan, mengapa selama hayatnya tak berkarier di birokrasi, atau tak menduduki jabatan penting di organisasi sosial politik dan ormas keagamaan? Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademisi sejati, pengembara yang soliter,” terang Lukman.

Meski demikian, Prof Azyumardi sama sekali bukan sosok yang apolitis. Keahliannya sebagai seorang sejarawan Islam tidak menghentikannya terlibat dalam wacana kontemporer, khususnya demokrasi, politik, hukum, dan sosial keagamaan.

“Sampai dengan Allah memanggilnya pulang, ia tetap menjaga jarak dengan kekuasaan, terus menjadi intelektual terkemuka yang paling vokal dalam menyuarakan aspirasi publik,” ujar Lukman Hakim.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

sidang gugatan Pilpres di MK

Tanggapi Putusan MK, PBNU: Kedepankan Empat Nilai Dasar Ahlussunnah wal Jama’ah

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pilpres pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Cak …

Ketua FKPT Jabar Iip Hidajat

Kearifan Lokal Dorong Moderasi Beragama Dengan Kedepankan Toleransi

Jakarta – Meskipun lebaran Idulfitri telah usai, semangat persaudaraan dan kerukunan yang didapat setelah merayakannya …