masjid untuk pesta pernikahan
masjid untuk resepsi pernikahan

Hukum Menyelenggarakan Pesta Pernikahan di Masjid

Pernikahan itu sakral. Disebut sakral karena sebab pernikahan sesuatu yang awalnya haram menjadi halal. Zina diharamkan karena tidak melalui proses akad nikah. Setelah akad nikah laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan badan, bahkan bernilai pahala.

Karena merupakan ritual yang sakral, akad nikah biasanya dilangsungkan di tempat ibadah seperti masjid. Dihadiri keluarga mempelai wanita dan keluarga mempelai laki-laki.

Bagaimana hukum melangsungkan akad nikah dan walimah nikah (resepsi pernikahan) di masjid?

Dari Aisyah, Nabi bersabda, “Umumkan pernikahan ini dan langsungkanlah pernikahan tersebut di masjid dengan diiringi tabuhan (rebana) dan buatlah suguhan bagi para tamu meskipun hanya dengan (menyembelih) seekor kambing…”. (HR. Turmudzi)

Dari makna literal hadits di atas, ada empat hal yang disebut oleh Nabi. Pertama, mengumumkan pernikahan. Kedua, akad nikah dilangsungkan di masjid. Ketiga, tabuhan rebana mengiringi akad nikah. Keempat, menyuguhkan makanan untuk tamu undangan.

Dalam kitab Subulus Salam, sebagian ulama berpendapat boleh melangsungkan akad nikah di masjid dengan syarat tidak dibarengi aktifitas lain yang diharamkan. Seperti nyanyian yang dilantunkan wanita yang lirik lagunya mengandung keharaman.

Menurut ulama madhab Maliki, seperti termaktub dalam al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, sebaiknya hanya akad nikah saja yang dilangsungkan di masjid. Sementara suguhan makanan sebaiknya diberikan di luar masjid. Hal ini untuk menghormati masjid sebagai rumah ibadah yang suci.

Pendapat Ulama Tentang Pesta Pernikahan di Masjid

Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari ‘ala Syarhi Shahihil Bukhari menjelaskan, Nabi mengijinkan para sahabatnya pada waktu-waktu hari perayaan; seperti hari raya, pernikahan, menyambut tamu, pesta pernikahan, untuk menabuh rebana diiringi biduan yang menyanyikan lagu-lagu ini, dan sejenisnya.

Berdasarkan hadits Nabi dan pendapat Ibnu Hajar di atas, selama tidak menyalahi aturan syariat Islam menggelar pesta pernikahan di masjid hukumnya boleh.

Namun begitu, harus diperjelas apakah tempat yang dimaksud adalah ruangan masjid yang khusus untuk ibadah atau ruangan lain yang memang dikhususkan untuk kegiatan selain ibadah?

Merujuk pada fatwa MUI yang terbit pada tanggal 3 Agustus 2013, masjid dan area masjid dapat dipergunakan untuk kegiatan selain ibadah mahdah. Yang dimaksud ibadah mahdhah adalah ibadah wajib seperti shalat wajib.

Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut dijelaskan, area masjid boleh dipergunakan untuk kegiatan muamalah seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, sarana bermain, baik yang sifatnya sosial maupun yang memiliki nilai ekonomis selama tetap menjaga kehormatan masjid dan tidak menggangu pelaksanaan ibadah.

Demikian pula, diperbolehkan memanfaatkan area masjid untuk kepentingan ekonomi seperti menyewakan aula masjid untuk pernikahan dan hasilnya untuk kemakmuran masjid. Dengan syarat tetap menjaga kehormatan masjid.

Khusus masjid yang memiliki dua ruangan atau lebih, ruangan yang tidak dikhususkan untuk ibadah boleh disewakan untuk kegiatan yang tidak melanggar hukum Islam. Dengan syarat tidak menggangu jalannya ibadah, tidak mempersulit orang lain masuk ke masjid dan tidak bertentangan dengan kemuliaan masjid, seperti memakai pakaian sopan dan menutup aurat.

Kesimpulannya, boleh menggelar pesta pernikahan di masjid dengan syarat-syarat yang telah disebutkan. Namun, alangkah baiknya kalau pesta pernikahan tersebut digelar di ruang selain ruangan yang khusus untuk shalat, seperti aula.

Solusi terbaiknya adalah seperti pendapat madhab Maliki yang menyarankan hanya akad nikah saja yang dilaksanakan di dalam masjid, sementara suguhan makanan dan pesta pernikahan digelar di luar masjid.

Dalam konteks pesta pernikahan saat ini, pendapat madhab Maliki lebih layak untuk dipakai. Sebab, tradisi pesta pernikahan saat ini sangat mungkin berbeda dengan pesta pernikahan zaman dulu, pada masa Nabi dan para sahabat.

Zaman sekarang pesta pernikahan bisa berlangsung sehari semalam, bahkan bisa lebih. Sementara, pesta pernikahan yang digambarkan dalam hadits di atas hanya sekadar menyuguhkan makanan diiringi tabuhan rebana dan nyanyian, setelah itu selesai.

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

darah haid

Darah Haid Tuntas Tapi Belum Mandi Besar, Bolehkah Berpuasa?

Perempuan haid dilarang berpuasa. Tapi, larangan ini tidak bermakna diskriminasi Islam terhadap perempuan. Puasa ramadhan …

buah takwa

Bentuk Bahagia Menyambut Ramadan

Dalam kitab Durrotun Nashihin, ada yang yang berbunyi: “Siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, …