takbiran

Dalil, Hukum, Waktu dan Bacaan Takbir di Hari Raya Idul Fitri

Lazim di malam Idul Fitri umat Islam dengan penuh bahagia di berbagai penjuru dunia melantunkan takbir yang membahana. Muncul pertanyaan apa sebenarnya hukumnya takbir di hari raya? Lalu, bacaan takbir ini sudah baku dari Rasulullah seperti yang kita baca saat ini?

Dalil dan Hukum Takbir Idul Fitri

Semua ulama sepakat bahwa takbir pada Hari Raya Idul Fitri memang disyariatkan dan menurut jumhur ulama hukumnya sunnah berdasarkan ayat berikut:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.“ (QS. Al-Baqarah, 2: 185)

Menurut Imam Syafi’i maksud ayat ini adalah sempurnakanlah hitungan bulan Ramadlan lalu bertakbirlah ketika Ramadlan sudah berakhir dengan mengagungkan Allah sebagai rasa syukur atas anugerah hidayah untuk terlaksananya ketaatan berupa ibadah puasa. (al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, Juz 3, hal. 107).

Bertakbir dalam ayat tersebut mengarah pada takbir Hari Raya Idul Fitri karena ayat sebelumnya berbicara tentang kewajiban puasa Ramadlan. (Kitab al-Shiyam, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, hal. 107).

Tentang Bacaan Takbir Idul Fitri

Memang tidak banyak dalil yang menerangkan tentang bacaan takbir yang spesifik dari Rasulullah. Ada dalil bahwa Nabi saat hari raya  keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf).

Hadist ini sebenarnya lebih pada dalil sunnah untuk memperbanyak bacaan takbir ketika hari raya. Lalu tentang bacaan tidak ada dalil khusus tentang redaksinya seperti apa.

Namun, sebagian sahabat Nabi di antaranya Salman Al-Farisi mempopulerkan takbir dengan redaksi berikut:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ,لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Artinya: “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar dan segala puji milik Allah.” (Kitab al-Shiyam, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, hal. 109).

Ketika sudah membaca takbir dengan redaksi di atas sebanyak tiga kali selanjutnya sunnah ditambah redaksi berikut:

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً، وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً, لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إلاَّ إِياَّهُ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدّيْنَ، وَلَوْكَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ.

Lalu diakhiri dengan shalawat berikut ini:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلى أَصْحَابِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلىَ أَنْصَارِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلى أَزْوَاجِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلى ذُرِّيَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

Artinya: “Allah Mahabesar dengan segala kebesaran, segala puji milik Allah sebanyak-banyaknya, dan Mahasuci Allah di waktu pagi dan sore, tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba, dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam meskipun orang kafir membencinya.”

“Ya Allah! Limpahkanlah rahmat atas gusti kami Nabi Muhammad, keluarga, sahabat, sahabat anshar, para isteri, dan keturunannya, serta limpahkanlah salam sebanyak-banyaknya.”  

Redaksi lengkap sebagaimana di atas juga digunakan oleh ulama Mesir sejak dahulu dan juga disenangi oleh para ulama’ dan termaktub dalam karya mereka. Imam Syafi’i berkata, “jika masih mau ditambah maka hal itu adalah baik, dan aku senang.” (Kitab al-Shiyam, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, hal. 109-110).

Waktu Takbir Idul Fitri

Takbir Idul Fitri disunnahkan sejak terbenamnya matahari pada malam Hari Raya Idul Fitri hingga menjelang shalat Id dilaksanakan. Setelah pelaksanaan shalat Id tidak ada lagi kesunnahan mengumandangkan takbir, kecuali bagi khatib dalam khutbahnya.

Takbiran di jalanan ternyata bukan bid’ah. Menurut Jumhur ulama sunnah mengumandangkan takbir dengan suara yang keras di jalanan, di pasar, di masjid, dan di rumah-rumah dengan tujuan untuk menampakkan syiar Islam dan menyemarakkan hari raya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Pelatihan Guru di Serang 1

Era Digitalisasi, Perlu Strategi Baru Bentengi Generasi Muda dari Intoleransi dan Radikalisme

Serang – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei harus bisa …

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar copy

Bulan Syawal Kesempatan Umat Islam Jadi Ahli Zikir

Jakarta – Bulan Syawal adalah kesempatan umat Islam menjadi hamba-hamba Allah yang ahli zikir. Syawal sendiri memiliki …