Dakwah di dunia maya

Dari Mimbar ke Marketplace: Dinamika Dakwah yang Bermain Ganda

Di era modern saat ini, dakwah tidak lagi terbatas pada mimbar masjid atau majelis taklim. Perkembangan teknologi dan kompleksitas sosial menuntut seorang dai untuk lebih adaptif, kreatif, dan mandiri dalam menyampaikan pesan Islam. Namun, seiring dengan terbukanya berbagai sarana dakwah, muncul pula fenomena dakwah yang “bermain ganda” yakni ketika dakwah digunakan sebagai kendaraan menuju kepentingan pribadi, ekonomi, politik, atau popularitas.

Tidak sedikit pendakwah yang tampil di ruang publik dengan citra religius, namun sesungguhnya menyimpan motif tersembunyi. Ada yang berdakwah demi memperluas jaringan bisnis, membangun pengaruh politik, hingga sekadar mengejar popularitas di media sosial. Apakah dakwah yang demikian dilarang?

Secara prinsip, berdakwah sambil menjalani profesi lain termasuk sebagai pengusaha tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang sebelum diangkat menjadi nabi, dan para sahabat seperti Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai pengusaha sukses yang membiayai perjuangan Islam. Yang menjadi masalah bukanlah kegiatan sampingan, tetapi niat, metode, dan dampaknya terhadap umat.

Beberapa bentuk penyimpangan dalam dakwah modern yang patut diwaspadai misalnya kemasan religious tetapi berisi komersial dengan simbol-simbol keagamaan seperti jubah, sorban, dan pengutipan ayat atau hadis untuk menjual produk dagangannya. Produk tersebut sering kali diklaim sebagai “sunnah”, “syar’i”, atau “penuh berkah”, padahal hanya bertujuan mengejar keuntungan finansial, bahkan dengan harga yang jauh dari kewajaran. Akibatnya, masyarakat sulit membedakan mana dakwah yang tulus, mana yang sudah terkontaminasi kepentingan kapitalistik.

Kemudian metoda lain yang sering digunakan adalah manipulasi emosi dan ketakutan misalnya menakut nakuti umat dengan gambaran azab neraka, kiamat, atau bencana sebagai hukuman Allah. Tujuan tersembunyi bukan untuk memberi peringatan yang sehat, tetapi mengontrol dan memanipulasi emosi jamaah, agar mereka menjadi pengikut yang patuh tanpa berpikir kritis. Ini adalah bentuk penyalahgunaan agama yang sangat halus namun berbahaya.

Dakwah sejati semestinya membawa kedamaian dan persatuan. Namun ada pula dai yang justru menyebarkan polarisasi dan kebencian dengan melabeli sesama muslim sebagai “kafir”, “ahli bid’ah”, atau “sesat” hanya karena perbedaan mazhab, metode ibadah, atau pandangan fiqih. Retorika semacam ini sering kali dimotivasi oleh ambisi kekuasaan atau dominasi kelompok tertentu, bukan karena semangat membina umat.

Ironisnya jika dakwah seperti ini justru menjual ayat untuk membenarkan kepentingan. Ini adalah bentuk yang paling menyedihkan apalagi jika ayat-ayat dijadikan untuk membela kepentinggan segelintir kelompok. Masyarakat yang belum memiliki literasi keagamaan yang kuat sangat rentan menjadi korban propaganda sepert ini.

Seorang dai yang bermain ganda haruslah tetap memegang teguh beberapa prinsip dalam menjalani dakwahnya misalnya bagaimana seorang dai konsisten menjaga niat yang baik dalam berdakwah dan apa yang dilakukan semata-mata untuk tujuan agama, jika seorang pendai tetapi juga ia seorang pebisnis maka seluruh aktvitas bisnisnya juga adalah bagian dari dakwah misalnya bagaimana bisnis itu menopan  kegiatan dakwahnya dan bagaiman seorang dai, menjadi teladan dalam bermuamalah dalam dunia bisnis dan bagaimana bisnis itu bisa memberdayakan umat.

Selain niat yang harus dijaga, seorang dai yang berperan ganda juga harus menegakkan etika Islam, tidak melakukan penipuan dan penzaliman terhadap konsumennya. begitu juga ketika ia seorang politisi ia harus betul menjadi panutan dalam berpolitik terutama dalam melayani masyarakatnya.

Dakwah adalah amanah besar. Ia harus dilandasi oleh niat yang ikhlas, metode yang bijak, dan tujuan yang lurus serta etika yang baik. Rasulullah SAW berdakwah dengan hikmah, kelembutan, dan keteladanan, bukan dengan paksaan, eksploitasi, atau kepentingan tersembunyi sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Annahl ayat 125 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik..”

Kritik terhadap fenomena dakwah yang menyimpang bukan berarti menolak dakwah itu sendiri. Justru ini adalah ajakan untuk kembali pada esensi dakwah yang lurus, jujur, dan bertanggung jawab di hadapan Allah dan umat karena semua kegiatan apakah itu bisnis atau ekonomi atau popularitas yang ingin dicapai melalui dakwah semuanya akan dipertanggung jawabkan di sini Allah SWT. wallahu a’lam bissawab.

 

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Suaib Tahir, Lc, MA

Anggota Mustasyar Diniy Musim Haji Tahun 2025 Staf Ahli Bidang Pencegahan BNPT Republik Indonesia

Check Also

sudan

Anatomi Konflik Sudan dan Bahaya Laten Politik Identitas

Sejak April 2023, Sudan telah terjerumus dalam perang saudara brutal antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) …

AI

Agama di Era AI: Masih Relevankah sebagai Penuntun Hidup?

Di era digital seperti sekarang, informasi menyebar begitu cepat dan tidak selalu jelas sumber maupun …